Nafsu Belanja Tak Terkendali, Saat Ramadan Akan Pergi

Oleh: Yuke Octavianty, SP.

 

Lensa Media News –Lebaran sebentar lagi, berpuasa sekeluarga…” Penggalan lagu lama yang tak asing selalu terngiang di telinga saat hari raya akan tiba. Pandemi tak menyurutkan semangat masyarakat untuk berburu baju baru. Tidak seru kalau tidak habiskan doku. Begitulah gambaran dari gerakan masyarakat yang menggila. Seperti dikabarkan cnnindonesia.com (03/05/2021).

Pasar Tanah Abang, Jakarta menjadi salah satu destinasi bagi para penggila belanja. Riuh, penuh sesak, tanpa memperhatikan protokol kesehatan. Padahal protokol kesehatan terus dikumandangkan pemerintah mengingat merangkaknya penderita covid-19. Tak heran, fenomena ini menuai kritikan berbagai pihak. Mereka mempertanyakan pengawasan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. PPKM (Penerapan Pembatasan Skala Mikro) seolah hanya menjadi slogan tanpa realita.

Secara komprehensif, Pemprov DKI Jakarta telah gagal dalam mengimplemetasikan PPKM, demikian yang diungkapkan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti (cnnindonesia.com, 3/5/2021). Edukasi pemerintah kepada warga tentang bahaya pandemi bagi diri, keluarga dan lingkungan dinilai sangat rendah. Tak heran, mobilitas masyarakat terlihat sama seperti sebelum pandemi. Bahkan seolah-olah masyarakat tak peduli lagi dengan ada atau tidaknya pandemi.

Selain itu, berbagai kebijakan yang diambil pemerintah, masih belum juga mampu menghalau pandemi. Maka kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan pun menurun. Mereka menilai kinerja pemerintah, buruk dalam menangani pandemi. Kondisi ini diperparah dengan ditemukannya varian baru covid-19.

Liputan6.com (3/5/2021) mengabarkan bahwa Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengumumkan ditemukannya dua kasus varian mutasi covid-19 dari India di Jakarta. Hal tersebut disampaikan dalam konferensi pers yang diunggah dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Kebijakan pemerintah selama ini bersumber dari sistem kapitalisme yang rusak dan merusak, sehingga kebijakan yang muncul pun adalah kebijakan yang rusak. Sudah tentu tak bisa dijadikan solusi. Misalnya, pemerintah bersikeras mendorong new normal life untuk mendorong kegiatan ekonomi rakyat. Padahal yang dituai bukanlah keuntungan ekonomi, melainkan nyawa rakyat yang melayang.

Berbeda sekali dengan Islam. Dalam Islam, pemimpin adalah pelindung dan pengurus rakyatnya sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Dengan demikian, pemimpin dalam sistem Islam memiliki tanggung jawab yang luar biasa terhadap kondisi setiap rakyatnya. Masih ingatkah kita kepada salah seorang Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khattab? Beliau mengantarkan sendiri sekarung gandum dan daging untuk rakyatnya yang kelaparan. Inilah potret pemimpin sejati dalam Islam. Begitu mulia. Setiap nyawa rakyat begitu berharga dalam Islam.

Islam mengatur segala kehidupan agar sempurna dan tertata sesuai dengan ketentuan Allah, Sang Pencipta Kehidupan. Lantas, apalagi yang kita tunggu? Saatnya perjuangkan Islam untuk sejahterakan umat! Apalagi saat ini adalah bulan Ramadan yang mulia. Saatnya raup kemenangan dengan terapkan sistem Islam yang kaffah (menyeluruh). Wujudkan Islam demi turunnya limpahan hujan rahmat Allah yang tercurah dari langit dan bumi. Allahu Akbar!

[lnr/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis