Reshuffle Kabinet akankah lebih baik?

Oleh : Elly Natalina

(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

 

Lensa Media News – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Syaikhu merespons soal isu perombakan kabinet (reshuffle) Indonesia Maju yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) “Yang penting kita punya bahwa dalam isu-isu  reshuffle ini bukan sekadar akomodasi politik tetapi betul betul pada esensinya, yaitu bagaimana yang terpilih itu memang orang-orang yang mempunyai kredibilitas akseptabilitas yang betul betul memadai bukan asal-asal akomodasi politik saja” dan juga mengingatkan Presiden Jokowi bahwa “Tidak harus (profesional non partai) karena kan partai-partai juga banyak profesional profesional yang ada di dalam partai dan mereka juga banyak yang punya kemampuan asal tadi penempatan-penempatannya seusai dengan keahlian yang dimilikinya,” (Harian Aceh merdeka, 2021).

Reshuffle dalam pemerintah saat ini terhadap jajaran kementriannya bukan satu atau dua kali, entah untuk sekedar formalitas, sebagai balas jasa kepartaian ataukah memang benar-benar karena untuk meningkatkan pelayanan terhadap rakyat. Sejatinya, pejabat negara adalah pengemban amanat rakyat untuk melayani segala kebutuhan rakyat meskipun praktiknya jauh dari teori.

Sistem pemerintahan demokrasi ini memandang suara terbanyak adalah yang berhak memimpin dan menjabat di negeri ini tanpa melihat kompetensi dalam diri calon-calon pejabat tersebut. Penggunaan kepartaian sebagai kendaraan dalam meraih jabatan membuat para calon pejabat ini harus melakukan balas jasa kepada partai pengusungnya karena menganggap tanpa partai, mereka akan kesulitan meraih jabatan.

Hal inilah yang menyebabkan lahirnya pejabat-pejabat yang kurang kompeten memangku jabatan. Secara logika meski menggunakan kendaraan partai tapi jika rakyat tak memilihnya maka mustahil akan menjadi pejabat, harusnya balas jasa itu ditujukan pada rakyat, namun inilah anomali sistem ini. Lebih mengutamakan partai dan tidak mengindahkan lagi amanat rakyat yang telah memilihnya.

Selain rencana reshuffle Kabinet, Presiden juga melayangkan surat Presiden Nomor R-14/Pres/03/2021 perihal Pertimbangan Pengubahan Kementerian, yang sebelumnya telah dibahas dalam Rapat Konsultasi Pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada 8 April 2021 yang berisi penggabungan sebagian tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sehingga menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi. Kedua, Rapat Pengganti Bamus DPR juga menyepakati pembentukan Kementerian Investasi untuk meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan (Harian Aceh merdeka, 2021).

Selama masih menggunakan sistem kapitalisme saat ini, maka segala macam usaha yang dilakukan untuk memperbaiki negeri tak akan pernah bisa, baik kerusakan secara fisik maupun kerusakan mental para pejabatnya. Tolak ukur perbuatan di Sistem kapitalisme dalam menjalankan roda pemerintahannya dan kehidupannya, menitikberatkan pada “azas manfaat” tanpa melihat halal dan haramnya perbuatannya.

Berbeda dengan sistem Islam yang sempurna dari lahir karena diciptakan oleh Yang Maha Sempurna yaitu Allah Swt. yang tolak ukur perbuatannya adalah halal dan haram berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Khalifah dalam menjalankan pemerintahan Islam akan dibanntu oleh Mu’awin yang merupakan seorang Mujtahid, ahli dalam menggali dalil-dalil shahih dalam memecahkan setiap masalah. Seorang Khalifah akan berdiskusi dengan para Mu’awin sebelum mengambil keputusan sehingga keputusannya masih dalam kaidah hukum syara’. Perombakan terjadi jika ada seorang pejabat yang melanggar hukum Syara’ yang fatal yang menyebabkan kerugian negara.

Hal ini jarang terjadi karena dalam sistem Islam pejabat yang ditunjuk oleh Khalifah adalah orang yang memiliki kompetensi di bidangnya dan bukan berdasarkan suka atau tidak suka. Hal inilah yang menjadikan Islam mampu memecahkan segala problematika umat di segala lini kehidupan. [LM/El]

Please follow and like us:

Tentang Penulis