Mimpi Kemajuan Teknologi dan Ekonomi dalam Proyek Bukit Algoritma

Oleh: Ummu Askasya

 

Lensa Media News – Kawasan khusus pengembangan teknologi dan Industri 4.0 bernama Bukit Algoritma dengan konsep mirip Silicon Valley Amerika Serikat akan segera dibangun di Sukabumi, Jawa Barat. Hal tersebut disampaikan Budiman Sudjatmiko dalam acara penandatanganan Pekerjaan Pengembangan Rencana Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pengembangan Teknologi dan Industri 4.0 di Jakarta. Nantinya, sebagai tahap awal pada tiga tahun pertama, nilai total proyek Bukit Algoritma tersebut akan mencapai angka 1 miliar euro atau setara Rp 18 triliun.

Budiman menyatakan bahwa proyek pembangunan sama sekali tidak mengambil dana dari APBN. Pembangunan akan berlangsung melalui investasi baik dari dalam maupun luar negeri. Di negara Amerika sendiri Silicon Valley dibangun berdasarkan kerjasama antara korporasi dan perguruan tinggi.

Mimpi memiliki sebuah kawasan yang bertujuan meningkatkan kualitas ekonomi, pendidikan serta menciptakan pusat riset dan pengembangan untuk menampung ide anak bangsa tentulah patut diapresiasi. Namun, apakah wacana ini akan memuluskan tujuan tersebut? berbagai pihak masih meragukan. Salah satunya Farid Gaban dalam Tweeter-nya pada 12 April 2021, menyatakan bahwa proyek Bukit Algoritma lebih menonjol bisnis properti dibandingkan sebagai pusat teknologi. Menurutnya proyek ini akan menambah ketimpangan antara masyarakat kota dan desa. Farid berpendapat akan lebih baik jika dana yang digunakan tersebut untuk pengembangan yang sifatnya menonjolkan keunggulan sebagai negara bahari, hutan tropis, dan mega diversity hayati dibandingkan berpuas diri menjadi peniru bangsa lain.

Di sisi lain penggabungan antara Kementerian Riset Teknologi (Kemristek) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah disetujui melalui Sidang Paripurna DPR RI. Mardani Ali Sera dalam Tweeter-nya pada 16 April 2021 menuliskan bahwa bubarnya Kemenristek dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan lemahnya visi pemerintah tentang peran riset dan inovasi dalam pembangunan. Mardani berpendapat menggabungkan riset dan teknologi ke Kemendikbud akan menambah beban berat yang dikhawatirkan riset dan teknologi yang dilakukan berjalan seadanya.

Entah berkaitan atau tidak. Mungkinkan jika pembangunan Bukit Algoritma ini menjadi jawaban lepasnya peran negara dalam riset dan teknologi. Karena bisa jadi perannya akan dialihkan pada korporasi yang berujung pada penguasaan korporasi terhadap riset dan teknologi. Hal ini tampak pada keberadaan Silicon Valley di Amerika sana yang menggabungkan antara perguruan tinggi dan korporasi. Negara seolah berlepas diri dari tanggung jawabnya terhadap riset untuk kemajuan bangsa. Pembangunan mustahil terjadi tanpa adanya riset. Pengalihan tanggung jawab pada pemodal tentu akan berpengaruh pada riset yang dilakukan, negara akan jauh dari kemandiran dan akan semakin jauh terperangkap pada ketergantungan dalam berbagai penyelesaian persoalan.

Mengembangkan riset dan teknologi untuk kemajuan bangsa dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas tentu tak bisa dilepaskan dari arah kebijakan politik suatu negara. Negara dengan asas kapitalisme akan menggantungkan arah risetnya pada restu para pemilik modal sebagai fasilitator pengembangan riset dan teknologi. Maka arah riset pun tak jauh dari kepentingan para pemilik modal. Untuk itu mustahil mengharapkan kemajuan dan kemandirian bangsa dari sistem kapitalisme ini.

Untuk itu kita mesti beralih kepada politik Islam sebagai arah penentu kebijakan riset. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan sistem Islam dalam naungan khilafah. Karena dalam kekhilafahan, umat Islam terbukti pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai ilmu dasar dan kemajuan riset serta teknologi lahir dari peradaban Islam. Umat dengan Islam sebagai akidahnya menuntut berbagai aktivitas ibadah yang mau tidak mau membutuhkan ilmu dan pengetahuan. Mulai dari ilmu astronomi sebagai kunci penentuan waktu dalam berbagai ibadah ritual. Ilmu geografi, astronomi, dan berbagai riset teknologi dibutuhkan dalam aktivitas dakwah penyebaran Islam. Hingga berbagai teknologi dalam bidang kesehatan yang menunjang primanya seorang muslim dalam beribadah. Belum dalam bidang pangan dan berbagai urusan lainnya. Khilafah memiliki berbagai sumber dana sendiri tanpa bergantung pada pihak manapun. Kemandirian negara khilafah menjadi mutlak dalam riset ini. Karena tak mungkin menjadi sebuah negara yang kuat tanpa kemandirian.

Wallahu a’lam bishshawab.

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis