Sekularisme Bertakhta, Islam Dinista

Oleh : Retno Hanifah
(Komunitas Muslimah Batam)

 

Lensa Media News – Lagi, penistaan agama terjadi. Dilansir dari Msn.com, kali ini dilakukan oleh Jozeph Paul Zhang. Dalam kanal Youtube-nya dengan judul Puasa Lalim Islam, Jozeph mengatakan Allah dikurung di Ka’bah. Dia juga menantang siapa saja untuk melaporkan dirinya ke pihak berwajib dengan menawarkan imbalan sebesar Rp 1 juta kepada 5 pelapor pertama. Bahkan Jozeph juga menyebut dirinya sebagai nabi ke-26 yang akan meluruskan kesesatan ajaran nabi ke-25 dan kecabulannya yang maha cabul.

Masalah penistaan agama seakan terus bermunculan. Jika di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim saja bisa terjadi, apalagi di negeri-negeri yang penduduknya mayoritas non muslim. Penistaan agama menjadi kebiasaan karena dianggap kebebasan berpendapat.

Diakui atau tidak, maraknya kasus penistaan agama ini merupakan imbas dari diterapkannya sekularisme. Sekularisme adalah pemisahan urusan agama dari kehidupan. Aturan agama tak boleh mengatur urusan masyarakat. Kalaupun ada aturan agama yang diterapkan di masyarakat, itu hanya sedikit, seperti nikah, talak, haji. Sekularisme dengan topeng demokrasi membuat semua orang merasa berhak berpendapat meski melanggar syariat. Toleransi beragama yang digaungkan, nyatanya berat sebelah. Hanya umat Islam yang terkena label tidak toleran.

 

Sekularisme, Buah Trauma Eropa

Ironis, di negeri muslim sebesar Indonesia, sekularisme yang berbaju demokrasi justru diagung-agungkan. Padahal jika dilihat dari sejarahnya, paham ini berasal dari Barat dengan keyakinannya yang berbeda dengan Islam. Dilansir dari Jurnalposmedia.com, saat itu masyarakat Eropa mengalami masa kegelapan atau dark age. Sebelum abad XV, Kristen sudah mengatur kancah kehidupan masyarakat, baik di sektor politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Semua yang tidak bersumber dari kitab suci Injil, dianggap salah. Kitab suci pun tak lepas dari campur tangan gereja demi kepentingan kekuasaan mereka.

Bahkan ilmu pengetahuan yang menyangga kemajuan peradaban, mereka musuhi. Ilmuwan saat itu, jika menemukan penemuan baru akan dihukum secara sadis karena dianggap bertentangan dengan gereja. Contohnya, Copernicus yang dihukum mati karena menyampaikan teori heliosentris (matahari sebagai pusat tata surya).

Kondisi ini berlangsung selama berabad-abad. Sehingga pada abad XVII muncul keraguan terhadap gereja, yang dicetuskan oleh para cendekiawan. Mereka berpendapat jika kemajuan dan kebebasan akan diraih jika kehidupan terlepas dari kekuasaan gereja. Banyak tuduhan jika ajaran-ajaran gereja jauh dari akal sehat, juga banyak yang berpendapat jika ilmu agama bertentangan dengan alam. Hal ini memunculkan aliran “Deisme” yang mengakui adanya Tuhan tetapi tidak mempercayai wahyu dan adanya mukjizat. Inilah awal munculnya sekularisme.

Istilah sekularisme sendiri muncul pertama kali tahun 1846 oleh George Jacub Holyoake yang menyatakan bahwa sekularisme adalah suatu sistem etik yang didasarkan pada prinsip moral alamiah dan terlepas dari agama, wahyu, atau supernaturalisme. Pemikiran-pemikiran ini menjadi pemantik munculnya gerakan Renaissance, yang merupakan perlawanan terhadap gereja di berbagai negara Eropa. Kemudian paham sekularisme digaungkan sebagai sistem pemerintahan yang baru. Sekularisme adalah buah dari trauma Eropa terhadap aturan gereja dalam kehidupan.

 

Islam Rahmatan lil ‘Alamin

Islam berbeda dengan agama lainnya. Islam adalah agama sempurna yang memiliki aturan lengkap untuk mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan Rabbnya, dan dengan manusia lainnya. Islam memiliki aturan yang mengatur aktivitas dari mulai bangun tidur hingga membangun negara.

Namun, penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan sangat berbeda dengan aturan agama lain. Karena Allah SWT menjamin penerapan Islam secara kaffah yang akan menjadi rahmat bagi semesta alam. Tidak hanya menyejahterakan kaum muslimin tapi juga non muslim. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Anbiya : 107, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Sepanjang diterapkannya Islam dari masa Rasulullah SAW di Madinah hingga Kekhilafahan Turki Ustmani, sejarah menunjukkan aturan Islam semakin dipegang erat akan membawa kebaikan pada penerapannya di masyarakat. Namun, semakin dijauhi akan menimbukan kerusakan di tengah-tengah masayarakat.
Telah banyak pengakuan dari tokoh-tokoh Barat tentang keagungan penerapan Islam dalam Khilafah. Contohnya Karen Amstrong, seorang mantan biarawati dan penulis terkenal. Amstrong memuji kehidupan beragama yang ada dalam negara Khilafah. Dalam negara Khilafah, agama selain Islam mendapatkan perlakuan yang sangat baik. Bahkan menurut Karen Amstrong, kaum Yahudi menikmati zaman keemasan di Andalusia. “Under Islam, the Jews had enjoyed a golden age in al-Andalus”, tulis Karen Amstrong.

Tak ada penistaan agama ketika Islam berkuasa dalam khilafah. Maka jika ingin kondisi yang meresahkan ini segera berakhir, terapkan Islam dalam bingkai khilafah!

Wallahu a’lam bishshawab.

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis