Marak Penista Agama, Ada Apa?

Oleh: Nanik Farida Priatmaja, S.Pd.

 

Lensa Media News – Miris! Negeri mayoritas muslim namun kasus penistaan agama dan simbol Islam justru sering terjadi bahkan berulang. Hal ini sungguh memilukan. Kasus terbaru, seorang youtuber mengaku sebagai nabi ke-26 dan menghina Nabi Muhammad Saw..

Mengapa marak penista agama dan bagaimana Islam menyelesaikannya?

Dilansir dari Inews.id.com, 17/04/2021, Jozeph Paul Zhang mengaku sebagai nabi ke-26 membuat sayembara, bagi siapa pun yang bisa melaporkannya melakukan penistaan agama. Aksinya itu viral di media sosial setelah rekaman videonya diunggah melalui Youtube. Video tersebut dibuat dalam forum diskusi zoom. Video berdurasi 3 jam 2 menit itu dia beri judul, Puasa Lalim Islam.

“Yang bisa laporin gua ke polisi, gua kasih uang lo. Yang bisa laporin gua penistaan agama, nih gua nih nabi ke-26, Josep Fauzan Zhang meluruskan kesesatan ajaran nabi ke-25 dan kecabulannya yang maha cabul-lah. Kalo Anda bisa laporan atas penistaan agama, Gua kasih loh satu laporan Rp1 juta, maksimum 5 laporan supaya jangan bilang gua ngibul kan. jadi kan 5 juta, di wilayah polres berbeda,” ujarnya dalam rekaman video tersebut, Sabtu (17/4/2021).

Pernyataan Jozeph Paul Zhang yang mengaku sebagai nabi ke-26 jelas telah melakukan penistaan terhadap agama Islam. Dalam Islam mengajarkan bahwa Rasul Saw. adalah nabi terakhir dan tidak akan ada lagi nabi setelahnya. Ajaran tersebut termasuk rukun iman, dimana bagi setiap muslim wajib meyakini dalam hati dan mengamalkan dalam perbuatan.

Kasus penistaan agama ataupun nabi tak hanya terjadi kali ini saja. Banyak kasus-kasus sejenis yang telah terjadi dan berakhir dengan ketidakjelasan sanksi. Mungkin ada sebagian yang berakhir bui. Namun tak sedikit yang berakhir bebas dengan dalih kebebasan berekspresi dan berkeyakinan.

Kebebasan berekspresi dan berkeyakinan memang tak bertentang dengan sistem demokrasi, dimana negeri ini menganut sistem tersebut. Sistem demokrasi jelas tak akan mempermasalahkan bentuk apapun kebebasan berekspresi dan berkeyakinan. Kecuali jika terdapat pihak yang merasa dirugikan dan melaporkan tindakan tersebut.

Tak mengherankan jika terjadi berulang kasus penistaan agama. Hal ini memang didukung penuh oleh sistem demokrasi yang menjamin kebebasan tersebut. Di satu sisi, kasus penistaan agama seringkali dianggap sebagai wujud kebebasan individu yang mana akan terkategori melanggar HAM (Hak Asasi Manusia) jika terdapat pihak yang memberikan sejumlah peringatan ataupun teguran.

Adanya kasus penistaan agama, bisa jadi disebabkan oleh ketidakpahaman, kebencian, dan juga motif lain (motif ekonomi). Sehingga negara wajib memberikan edukasi kepada umat dengan berbagai cara yang tepat, memberikan suasana yang aman dan kondusif di tengah umat, serta menerapkan aturan atau sanksi yang tegas bagi pelaku kejahatan.

Islam sangat tegas dalam menindak para pelaku penista agama. Negara memberlakukan sanksi yang memberi efek jera bagi pelaku yakni berupa peringatan beberapa kali, kemudian jika masih melanggarnya, maka akan diberikan sanksi yang telah ditetapkan oleh syariat Islam (memenggal kepala penista agama).

Ketegasan pemberlakuan sanksi dalam Islam bukanlah sesuatu yang buruk. Namun akan mampu memberi efek jera dan mencegah munculnya perbuatan-perbuatan kejahatan sejenis yang berpotensi terjadi berulang.

Wallahua’lambishshawab.

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis