Demokrasi Sistem Penyemai Para Penista Agama
Oleh : Firda Umayah, S.Pd
(Praktisi Pendidikan)
Lensa Media News – Kasus penistaan agama kembali terulang. Jozeph Paul Zhang mengaku sebagai nabi ke-26. Ia membuat sayembara bagi siapa pun yang bisa melaporkannya melakukan penistaan agama. Aksinya itu viral di media sosial setelah rekaman videonya diunggah melalui Youtube (inews.id/17/04/2021).
Kasus penistaan agama memang marak terjadi di dalam sistem sekularisme saat ini, dengan sistem pemerintahan demokrasinya. Pasalnya, sistem pemerintahan ini menjunjung tinggi HAM (Hak Asasi Manusia) yang mengatur kebebasan bagi warga negaranya. Yaitu kebebasan dalam berkeyakinan, berpendapat, bertingkah laku dan berkepemilikan.
Kebebasan inilah yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang bebas untuk menistakan agama termasuk dalam menistakan agama Islam. Padahal, jelas bahwa Islam tidak membenarkan tindakan untuk menistakan agama apapun terlebih Islam. Dalam Alquran surat Al An’am ayat 108 Allah SWT berfirman yang artinya, ” Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan…”
Islam juga melarang tegas para penista agama Islam bahkan akan memerangi siapa saja yang menistakan Islam, ajarannya dan juga Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman yang artinya, ” Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allâh belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim.” (QS Al-Baqarah:193).
Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam bersabda :
” Siapakah yang mau “membereskan” Ka’ab bin Asyraf? Sesungguhnya ia telah menyakiti Allah dan rasul-Nya.” Muhammad bin Maslamah bertanya, “Apakah Anda senang jika aku membunuhnya, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Ya.” (HR. Bukhari).
Sungguh, kembali munculnya penista agama merupakan buah atas tidak diterapkannya syariat Islam di dalam kehidupan. Sehingga tidak ada ketakutan bagi manusia dalam melakukan tindakan yang melanggar syariat Islam. Selain itu, para penista agama juga merupakan bagian dari upaya pemecah belah persatuan umat beragama yang harus diberi sanksi tegas oleh negara.
Sayangnya, penista agama tidak akan mampu diselesaikan selama sistem hukum yang diterapkan bukan dari Islam. Hanya sistem pemerintahan Islam saja yang mampu menindak tegas, dengan perintah tegas memerangi dan membunuh para penista agama.
Para ulama juga telah berfatwa terkait penista agama. Imam al Qurtubi berkata, dalam kitab Al Jami li Ahkamil Quran (8/84) wajibnya membunuh setiap orang yang mencerca agama Islam karena ia telah kafir. Syaikh al Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab As Saiful mashlul ala Syatim Ar Rasul, halaman 546 berkata, “Jika orang yang mencaci maki Islam tersebut adalah seorang muslim maka ia wajib dihukum bunuh berdasar ijma (kesepakatan ulama) karena ia telah menjadi orang kafir murtad dan ia lebih buruk dari orang kafir asli”.
Oleh karena itu, penerapan syariat Islam secara menyeluruh di dalam sistem pemerintahan merupakan suatu kewajiban dan kebutuhan bagi kaum muslimin. Allah SWT berfirman dalam alquran surat Al Baqarah ayat 208 yang artinya, ” Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”
Sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariat secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan akan mampu memberikan jaminan perlindungan agama dari para penista. Maka, merupakan suatu kewajiban pula bagi umat Islam untuk menyuarakan penerapan Islam sebagai bagian dari amar ma’ruf nahi munkar yang telah diwajibkan oleh Allah SWT.
Terakhir, hendaklah kaum muslimin selalu mengingat dan mengamalkan hadist Rasulullah SAW, ” Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman”. (HR. Muslim).
Wallahu a’lam bishowab.
[ry/LM]