Jangan Hanya Ramadan
Ramadan bulan mulia bagi umat muslim. Di negeri mayoritas muslim ini, masyarakat mengharapkan negara mempersiapkan segala yang mendukung tujuan beribadah puasa pada bulan ini, yaitu meraih ketakwaan. Seperti penayangan acara di televisi maupun media lainnya.
Hal ini disambut oleh Komisi Penyiaran Indonesia yang menegaskan selama bulan Ramadan 2021, siaran televisi diperketat. Lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung LGBT, hedonistik, mistik, atau sejenisnya. Kemudian mengimbau untuk tidak menampilkan muatan yang bertentangan dengan norma kesusilaan.
Tak dipungkiri, masyarakat kerap dijejali tontonan tak bermutu. Jumlah tontonan yang baik bagi keluarga sangat sedikit dibandingkan yang buruknya. Belum lagi iklan-iklan yang tidak menjaga adab demi meraup keuntungan semata.
Paham kebebasan berekspresi telah dipelihara dalam sistem kapitalis saat ini. Sistem ini memandang masyarakat dengan kacamata bisnis. Bukan manusia yang harus dijaga akalnya. Sekularisme benar-benar telah menjauhkan masyarakat dari agama. Sehingga tayangan yang memupuk keimanan menjadi seremonial belaka yang telah dimoderasi pula.
Berbagai acara di berbagai media sangat berpengaruh bagi pembentukan kepribadian masyarakat. Sangat dibutuhkan tayangan yang mengedukasi, bukan menjerumuskan pada perilaku tak manusiawi. Sehingga jangan hanya Ramadan aturan itu diberlakukan, melainkan setiap waktu agar pemikiran masyarakat semakin bermutu. Sanksi yang tegas harus diterapkan pada penyebar tayangan yang merusak akal.
Sudah seyogyanya negara memegang kendali aturan media untuk terjaganya agama dan akal masyarakat, serta kemaslahatan umat. Bukan membiarkan tayangan yang merusak karena tingginya permintaan dan keuntungan segelintir pihak. Ketinggian berpikir dan adab masyarakat berpengaruh pada keluhuran peradaban suatu bangsa. Sedangkan peradaban luhur hanya bisa diwujudkan dengan sistem Islam yang diterapkan total negara yang akan menjaga akal manusia.
Atik Hermawati
Bogor
[LM/Hw]