Butuh Edukasi Utuh Terkait Syari’at Pernikahan
Oleh : Fitriani Nurkamalah, S.Pd
(Aktivis Muslimah dan Praktisi Pendidikan)
Lensa Media News – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mencegah pernikahan dini. Bintang yakin, dengan adanya dukungan yang penuh dari masyarakat dan kementerian lainnya, maka permasalahan perempuan dan anak, termasuk pernikahan dini bisa ditekan jumlahnya.
Sebelumnya, ramai di media sosial terkait wedding organizer bernama Aisha Weddings yang mempromosikan pernikahan dini. Saat ini, kasus tersebut sedang diusut oleh kepolisian. Selain itu, website Aisha Weddings juga sudah diblokir oleh Kemenkominfo.
Seperti yang diketahui, pernikahan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Apa yang dilakukan oleh Aisha Weddings dianggap melawan hukum, melanggar UU Perlindungan Anak, UU Perkawinan Anak, dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (merdeka.com, 11/02/2021).
Situs Aisha Weddings dianggap provokatif, dengan memfasilitasi pernikahan sesuai syariat Islam, memotivasi kalangan muda untuk menyegerakan menikah, bahkan mencomot dalil-dalil ayat Alquran. Padahal yang dibutuhkan adalah edukasi, jika ajakan-ajakan ini tidak dibarengi pemahaman utuh terhadap syariat Islam soal hukum dan fikih seputar pernikahan, tentang kesiapan calon pengantin, ilmu yang mumpuni tentang kehidupan rumah tangga pasca akad nikah, tentu akan banyak masyarakat yang akan terprovokasi dan nikah dini (nikah muda, red.) dan bisa menjadi celah untuk menyerang syariat Islam.
Selain itu, akhirnya nikah dini menjadi kambing hitam sumber permasalahan dalam kehidupan berumah tangga. Akibatnya, banyak larangan terhadap nikah dini. Hak-hak anak juga dipandang terancam dengan adanya nikah dini ini, hingga kemudian lahirlah berbagai peraturan pelarangan terhadap pernikahan yang sebenarnya sah jadi seakan haram, hanya karena minim ilmu dan kesiapan.
Menikah dini hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja dilakukan mereka yang masih usia muda. Maka dari itu, hukum yang berkaitan dengan nikah dini ada yang secara umum harus ada pada semua pernikahan. Hukum umum tersebut yang terpenting adalah kewajiban memenuhi syarat-syarat sebagai persiapan sebuah pernikahan.
Kesiapan nikah dalam tinjauan fikih paling tidak diukur dengan 3 (tiga) hal: kesiapan ilmu, kesiapan materi/harta, dan kesiapan fisik/kesehatan. Ini adalah kesiapan menikah yang berlaku umum, baik untuk yang menikah dini maupun yang tidak dini. Pernikahan dini atau menikah di usia muda tidaklah salah, namun zina muda itu yang perlu diperhatikan, terjadi salah satunya karena rangsangan dari lingkungan sekitar yang sekular liberal yang memicu gharizah an-nau’ (naluri berkasih sayang antara pemuda dan pemudi).
Sejatinya, Islam telah menetapkan hukum-hukum preventif agar para pemuda dan pemudi terhindar dari rangsangan dan godaan untuk berbuat maksiat, seperti memerintahkan baik kepada laki-laki maupun wanita agar menundukkan pandangannya serta memelihara kemaluannya, memerintahkan kaum laki-laki maupun kaum wanita agar menjauhi perkara-perkara yang syubhat, dan menganjurkan sikap hati-hati agar tidak tergelincir dalam perbuatan maksiat kepada Allah.
Selain itu, Islam memerintahkan bagi mereka yang tidak mungkin melakukan pernikahan disebabkan keadaan tertentu, hendaknya memiliki sifat iffah (jaga kehormatan) dan mampu mengendalikan nafsu, melarang kaum laki-laki dan wanita satu sama lain melakukan khalwat, melarang kaum wanita melakukan tabarruj dan mengenakan pakaian sempurna ketika keluar rumah dengan kerudung dan jilbab, serta Islam sangat menjaga agar hubungan kerjasama antara pria dan wanita hendaknya bersifat umum dalam urusan muamalah. Semuanya adalah bentuk penjagaan generasi muslim agar tidak terjerumus pada kehidupan yang rusak dan liberal.
Oleh karena itu, edukasi utuh tentang syariat pernikahan mutlak diperlukan agar pemahaman tentang pernikahan, khususnya pernikahan dini ini tidak simpang-siur dan terus-menerus diserang pihak-pihak yang tidak suka terhadap syariat Islam.
Untuk mengakhiri serangan terhadap syariat pernikahan ini, diperlukan pemberlakuan syariat Islam secara sistem kehidupan Islam kaffah agar semua elemen masyarakat bisa merasakan secara langsung bagaimana “kebaikan” dari Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Wallahu a’lam bish showab.
[ry/LM]