Mengakhiri Defisit Ekologi
Oleh : Kunthi Mandasari
(Pegiat Literasi)
Lensa Media News – Datangnya tahun 2021 disambut dengan banjir di Kalimantan Selatan. Jumlah wilayah yang terendam tidak main-main. Ada 13 Kabupaten dan Kota yang terendam. Hal ini menjadi banjir terparah yang pernah menimpa Kalimantan Selatan. Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), banjir besar yang terjadi Kalimantan Selatan akibat rusaknya ekologi di tanah Borneo.
Berdasarkan Data Global Footprint Network tahun 2020, Indonesia mengalami defisit ekologi sebanyak 42%. Angka ini menunjukkan, konsumsi terhadap sumber daya lebih tinggi daripada yang saat ini tersedia dan akan menyebabkan daya dukung alam terus berkurang (mediaindonesia.com, 11/02/2021).
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum)/Mining Industry Indonesia (MIND ID) Orias Petrus Moedak mengusulkan izin usaha pertambangan (IUP) berlaku seumur tambang. Alasannya, jika IUP berlaku seumur tambang, penambang bisa memanfaatkan seluruh sumber daya minerba yang ada dengan maksimal. Tidak hanya mengolah mineral yang lebih menguntungkan saja. (liputan6.com, 11/02/2021)
Benarkah dengan memberlakukan IUP seumur tambang mampu menghentikan kerusakan ekologi? Atau hal ini hanya akan membuat semakin masifnya eksploitasi SDA? Sebenarnya jangka waktu pengelolaan blok tambang bukan masalah utama. Mau diberi jangka waktu panjang maupun pendek tidak akan mengubah keadaan.
Sistem kapitalisme tegak atas dasar sekularisme. Di mana dalam setiap aturan yang diterapkan hanya berdasarkan pada keterbatasan akal. Akibatnya lahirlah berbagai aturan yang justru menguntungkan korporasi. Salah satunya UU Ciptaker yang memberi peluang semakin masifnya kerusakan lingkungan.
Asas sekularisme juga melahirkan berbagai kebebasan. Termasuk salah satunya kebebasan dalam kepemilikan SDA. Siapa yang memiliki modal, mereka yang akan berkuasa. Standar dalam pengelolaan SDA pun hanya berlandaskan untung dan rugi. Sesuai dengan prinsip ekonomi yang mereka pegang, mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya. Tanpa memandang dampak yang ditimbulkan.
Selama ini banyak lubang galian tambang yang dibiarkan menganga dengan alasan masih ada sisa tambang di sana. Selanjutnya galian tersebut ditinggal dan menghasilkan lubang yang kerap kali menelan korban. Padahal alasan utamanya adalah penutupan lubang tersebut tidak memberi keuntungan.
Praktik-praktik kotor sejenis ini diduga kuat sering dilakukan. Namun, tidak ada sanksi pidana yang dijatuhkan. Jika terbukti melanggar, mereka hanya dikenai sanksi administrasi yang tidak pernah memberi efek jera. Hasilnya, kerusakan lingkungan akibat eksploitasi dan pengabaian dampak lingkungan terus saja berulang.
Berbagai bencana yang menimpa kita saat ini merupakan buah dari perbuatan kita sendiri. Melalui Quran surat ar-Rum ayat 41, Allah telah memberi peringatan kepada manusia agar kembali pada aturan-Nya. Karena Islam agama sempurna yang memiliki aturan secara rinci untuk setiap permasalahan manusia, termasuk di dalamnya aturan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Sumber daya alam berdasarkan kepemilikannya termasuk dalam kategori kepemilikan umum. Artinya harta tersebut menjadi milik bersama kaum muslim dan setiap individu dibolehkan mengambil manfaat dari harta tersebut. Negara tidak boleh memberikan izin kepada perusahaan maupun perorangan untuk memilikinya. Apalagi memberi izin kepada perorangan dan swasta untuk melakukan mengeksploitasi demi memenuhi kebutuhan mereka. Justru negara akan memberi sanksi tegas bagi para pelaku yang terlibat menyumbang kerusakan alam.
Pengelolaan kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Begitu pula praktek distribusi hanya dilakukan oleh negara. Hasilnya akan digunakan untuk memenuhi urusan-urusan kaum muslimin. Dengan adanya pengelolaan dan pendistribusian SDA berdasarkan syariat Islam telah terbukti mampu menghapus jejak kesenjangan sosial. Melalui penerapan syariah secara kaffah, kesejahteraan bisa dirasakan oleh semua orang.
Sebagaimana dipaparkan oleh Will Durant dalam bukunya yang berjudul Story of Civilization yang ditulis bersama istrinya Ariel Durant. Dia mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapa pun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”
Dampak eksploitasi alam yang terus dilakukan tidak hanya berakibat pada kehidupan saat ini saja. Di kemudian hari, kehidupan yang lebih sulit harus dipikul generasi yang bahkan tidak ikut menikmati. Oleh karenanya, keserakahan para kapitalis harus segera dihentikan. Satu-satunya cara ialah dengan mengembalikan khilafah di tengah kehidupan.
Wallahu’alam bishshawab.
[LM]