Dana Wakaf Diincar, Islam Kaffah Dicecar

Oleh: Intan H.A
Pegiat Literasi

 

Lensa Media News – Sebagai penduduk mayoritas, kaum muslim Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam hal perwakafan. Potensi aset wakaf setiap tahunnya mencapai angka Rp2.000 triliun. Sedangkan, potensi wakaf uang bisa menembus angka Rp188 trilun. Hal tersebut lah yang membuat orang nomor satu di negeri ini mengimbau rakyatnya untuk menjadikan dana wakaf bukan hanya sekadar untuk tujuan ibadah saja, melainkan dapat disalurkan untuk tujuan ekonomi.

“Kita perlu perluas lagi cakupan pemanfaatan wakaf, tidak lagi terbatas untuk tujuan ibadah, tetapi dikembangkan untuk tujuan sosial ekonomi yang memberikan dampak signifikan bagi pengurangan kemiskinan dan ketimpangan sosial dalam masyarakat,” kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden (Republika.co.id, 30/1/2021).

Semenjak wabah Covid-19 masuk ke Indonesia dari Maret 2020 lalu, sontak membuat kondisi ekonomi negeri semakin morat-marit. Tercatat, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 2,97%. Angka ini terkontraksi di level 2,41% dibandingkan kuartal IV-2019.

Dikarenakan kondisi ekonomi yang semakin megap-megap, maka Indonesia masuk dalam daftar negara yang mengalami resesi bersama banyak negara lainnya yang sudah terjadi di kuartal II.

 

Salah Urus Tersebab Sistem Kapitalis

Akibat dari pertumbuhan ekonomi yang semakin merosot, sebagian besar perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran terhadap karyawannya. Dengan begitu, jumlah orang miskin pun bertambah, daya beli masyarakat semakin melemah, sehingga pemerintah perlu biaya lebih besar lagi untuk memperbaiki perekonomian rakyatnya. Hal ini diperparah dengan SDA negeri yang telah dikuasai asing. Tidak tanggung-tanggung lima SDA besarnya telah dikuasai oleh perusahaan asing.

Padahal, Indonesia dikaruniai berbagai sumber daya alam yang memadai di mana sebagian besarnya masuk dalam peringkat sepuluh besar di dunia. Jika SDA ini dikelola dengan baik, niscaya bisa menjadi faktor penggerak perekonomian yang potensial. Sayangnya, sistem kapitalisme yang diadopsi berikut karakter pemimpin yang minus sosok negarawan, telah membuat ekonomi negeri ini karut-marut.

Mengharapkan kondisi ekonomi stabil bahkan mampu mewujudkan kesejahteraan dalam sistem kapitalisme ibarat pungguk merindukan bulan. Sebab, sistem ini akan melahirkan ketimpangan dalam hal ekonomi. Sirkulasi atau perputaran ekonomi hanya akan terjadi dikalangan orang kaya saja, praktik ekonomi ribawi, praktik maysir (perjudian), ditambah dengan sifat tamak manusia merupakan hasil dari peradaban kapitalis-sekuler.

Sudah beberapa kali negeri ini berganti rezim, namun seiring itu pula permasalahan ekonomi tak kunjung mampu diselesaikan. Ini disebabkan negara tidak menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat. Negara hanya bertindak sebagai calo bagi para investor.

 

Islam Kaffah Solusi Perbagai Masalah

Tatkala negeri ini mengalami situasi ekonomi yang semakin mencekik, maka dana wakaf dilirik sebagai solusi untuk mengatasi problema yang tengah menghimpit. Salah satu perintah yang merupakan bagian daripada syariat Islam ini dianggap mampu memberikan solusi atas problema ekonomi yang semakin pelik.

Sungguh sangat disayangkan, ketika kita dapati syariat Islam bagai prasmanan. Islam hanya diambil sebagiannya saja yang dianggap mendatangkan keuntungan, dan dicampakkan sebagiannya lagi yang dianggap merugikan kepentingan. Padahal Allah SWT telah mengingatkan dalam firman-Nya:
“Apakah kamu beriman kepada sebagian dari Al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia.” (TQS. Al-Baqarah: 85)

Oleh sebab itu, tidak lah patut bagi seorang muslim untuk memilah dan memilih syariat Allah. Jika hal tersebut dilakukan, ia telah melakukan keingkaran yang besar terhadap perintah Allah SWT.

Syariat Islam telah menetapkan bahwa pengeluaran negara dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat diambil dari Baitulmal.

Baitulmal memiliki sejumlah pos-pos pemasukan tetap yakni fa’i, jizyah, kharaj, ‘usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat dan pegawai negara, khumus rikaz dan tambang, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, dan harta orang murtad.

Ketika pemasukan baitulmal Khilafah tidak stabil atau mengalami kekosongan kas, sejumlah skema dapat diterapkan agar kondisi ekonomi dapat pulih, yakni dengan menetapkan kewajiban pembiayaan kepada kaum yang dipilih dari kalangan yang mempunyai kelebihan harta.

Dengan demikian, untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan sosial, tiada cara lain selain dengan menerapkan Islam secara kaffah bukan setengah-setengah. Apalagi dengan menganjurkan agar rakyat saling bergotong royong membantu sesama dengan menyalurkan dana wakaf uang. Padahal, ini adalah kewajiban negara untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi rakyatnya sebagai tanggungjawab akan amanah yang diembankan padanya. Wallahu’alam. [LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis