Pemerintah melalui Menteri Agama yang baru kembali menuai kontroversi atas pernyataannya akan memenuhi dan melindungi hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah. Berdalih tak ingin ada warga yang terusir karena perbedaan keyakinan. Padahal MUI telah lama mengeluarkan fatwa sesat terhadap keduanya. Namun begitu, keduanya masih eksis di negeri ini. Di sisi lain umat Islam yang menolak keberadaan kedua aliran tersebut justru dianggap intoleran dan tidak menghargai perbedaan.

 

Islam agama toleran yang menghargai keragaman agama, keyakinan, suku, ras dan bahasa. Akan tetapi jika muncul paham yang mengaku bagian dari Islam tapi dalam prakteknya menyeleweng maka harus diberangus oleh negara.

 

Sejarah mencatat, Daulah Islam tidak mempermasalahkan keyakinan non muslim. Daulah Islam justru memberikan perlindungan dan menjamin kebutuhan mereka selama mereka tunduk terhadap sistem Islam. Warga non muslim juga memiliki kedudukan sama dengan umat Islam. Islam memerintahkan agar memandang semua warga negara dengan pandangan kemanusiaan, bukan pandangan sektarian, kelompok ataupun mazhab. Semua warga negara mendapat perlakuan yang sama, baik dalam aspek pelayanan pemerintahan maupun peradilan.

 

Praktik toleransi dalam bingkai Khilafah pun mendapat pujian dari seorang orientalis dan sejarawan Kristen, T.W. Arnold yang menyatakan:
“Pemerintahan Khilafah Turki Utsmani selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak pernah dikenal di daratan Eropa.” (Buku The Preaching of Islam A History of the Propagation of the Muslim Faith, hal 143)

 

Hanya dalam sistem Islam keragaman antar umat dapat terwujud harmonis. Sejarah membuktikan, sistem Islam mampu menjaga, melindungi agama dan warga negara. (RA/LM)

 

Deny Setyoko Wati,

Yogyakarta

Please follow and like us:

Tentang Penulis