Kisah Tragis di Kota Metropolis
Oleh : Haura Az-Zahra
(Muslimah Penulis Peradaban)
Lensa Media News – Kisah pilu seorang ibu yang membawa anaknya mengemis. Sang anak kemudian meninggal dunia dalam pelukannya. Ternyata hidup di kota metropolis dengan segala akses modern dan gedung-gedung mewah, tidak cukup membuat ibu dan anaknya hidup nyaman dan berkecukupan. Justru mereka harus mencari penghasilan dengan mengemis agar mendapatkan uang untuk melanjutkan hidupnya.
Kejadian ini terjadi di Bekasi, Jawa Barat, dimana seorang balita meninggal dunia dalam gendongan ibunya saat dibawa mengemis di Pasar Bantar Gebang, Kota Bekasi, pada Kamis, 26 November 2020 siang. Diketahui balita ini meninggal karena sakit sejak 4 hari sebelumnya (detik.com 29/11/20).
Kapolsek Bantar Gebang, Kompol Alam Nur, mengatakan, Sang ibu, Nur Astuti Anjaya (32 tahun) sebelumnya telah meminta bantuan kepada tetangga di sekitar kediamannya. Namun, karena lingkungan kediamannya yang berlatar belakang ekonomi sama, permintaan bantuan itu tak digubris (republika.co.id, 30/11/20).
Dikutip dari kompas.com, 1 Desember 2020, Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, mengaku bahwa pihaknya kurang melakukan antisipasi terhadap hal-hal semacam itu. Rahmat menilai, seharusnya jajaran Pemkot Bekasi sudah bisa mendeteksi keberadaan warga miskin. Dengan demikian bantuan materil dan fasilitas kesehatan bisa diberikan kepada mereka. Namun, Ketua DPRD Kota Bekasi, Choiruman J Putro memberi tanggapan bahwa ada kesan Pemkot tidak terbuka terkait data orang miskin di setiap wilayah Kota Bekasi.
Begitulah gambaran dari sistem sekular yang dibangun atas dasar ideologi kapitalisme. Selain tidak adanya keterbukaan data warga miskin, seringkali keberadaan mereka dianggap aib bagi daerahnya. Sehingga bantuan untuk masyarakat miskin pun tidak merata dan tidak tepat sasaran.
Malangnya nasib penduduk miskin, untuk memenuhi kebutuhan perut saja susah, apalagi untuk biaya pengobatan. Sakit yang diderita buah hati tak dapat diatasi oleh keluarga maupun warga sekitar akibat terhimpit kondisi ekonomi. Sulitnya mengakses fasilitas kesehatan juga semakin memperparah keadaan. Masyarakat sudah merasa tidak memenuhi persyaratan. Mereka pun tidak berani berpikir untuk mendapatkan layanan kesehatan memadai. Akhirnya hanya diam dan pasrah dengan keadaan hingga akhirnya harus kehilangan nyawa.
Kapitalisme saat ini memaksa rakyat untuk bisa bertahan hidup dalam himpitan kemiskinan. Bahkan jaminan kesehatan yang memadai pun tak tersedia bagi rakyat miskin. Program BPJS yang digadang-gadang dapat membantu warga miskin untuk mendapat pelayanan kesehatan, nyatanya omong kosong belaka. Iuran per bulannya semakin melangit, hingga akhirnya terasa mencekik.
Bekasi sebagai kota metropolis penyangga ibukota Jakarta, nyatanya tak sanggup menjadi sandaran bagi masyarakat untuk merajut kehidupan layak. Pembangunan infrastuktur yang pesat, membuat penguasa tak kasat mata lagi melihat kenyataan bahwa sebenarnya masih banyak warga yang tidak tersentuh bantuan dan mengalami kesulitan.
Infrastruktur yang terus dibangun, tidaklah dapat dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat, terutama bagi masyarakat miskin. Hanya mereka yang memiliki uang saja yang dapat merasakan fasilitas dari pembangunan infrastruktur tersebut. Sebab di sistem kapitalisme infrastruktur dibangun nyatanya bukan untuk memberikan fasilitas bagi seluruh masyarakat, tapi hanya untuk kepentingan para kapitalis semata.
Seharusnya negara berperan penting dalam meriayah masyarakat secara keseluruhan, tidak pandang bulu. Dalam sistem Islam ” Pemimpin (Khalifah) berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari).
Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat berupa sandang, pangan maupun papan secara individual. Pemenuhannya akan dijalankan melalui dua mekanisme: langsung dan tidak langsung. Warga masyarakat yang tidak mampu mencari nafkah karena sakit, cacat dan sebagainya, maka negara akan memenuhi kebutuhan pokoknya yang layak secara langsung.
Sedangkan bagi masyarakat yang mampu untuk bekerja, dalam pemenuhan kebutuhannya negara menerapkan mekanisme tidak langsung yaitu dengan menciptakan lapangan kerja, membantu permodalan, hingga memberikan edukasi dan skill yang dibutuhkan oleh masyarakat. Negara akan menyediakan infrastruktur pendukung yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Negara akan menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Negara ikut serta dalam mengawasi para penjual dan pembeli, melarang dan mencegah terjadinya penimbunan, riba, melarang praktik tengkulak dan lain sebagainya disertai juga dengan sistem penegakan hukum yang tegas sesuai syariat Islam.
Begitulah gambaran jika diterapkannya syariat Islam secara kaffah di bawah naungan sistem pemerintahan Islam. Dengannya akan tercipta masyarakat sejahtera, adil dan makmur. Masihkah kita berharap dengan sistem kapitalisme hari ini?
Wallahu’alam.
[ry/LM]