Lelah Menderita, Jika Kaum Muslim Berharap Pada Biden

Oleh: Nurhikmah
(Team Penulis Ideologis Maros)

 

Lensa Media News – Melalui janji-janji manis serta kepribadiannya yang dianggap lebih lembut dibanding Donald Trump yang arogan, Joe Biden berdampingan dengan Kamala Harisst dari partai Demokrat, mampu menarik perhatian masyarakat Amerika hingga dunia bahkan umat Islam hingga meraih kemenangan pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2020 di Amerika Serikat, menjadi presiden Amerika Serikat ke 46 menggantikan Donald Trump yang kemudian akan dilantik pada 20 Januari 2021 mendatang.

Sebagai negara adidaya, dunia termasuk kaum Muslim tentu menyimpan harapan besar dengan terpilihnya Joe Biden sebagai pemimpin AS. Hal ini disebabkan berbagai janji yang diungkapkan Biden, mampu membawa angin segar pada penyelesaian berbagai penjajahan yang menimpa kaum Muslim dihampir seluruh dunia.

Dikutip dari Kompas.Com, 29 Oktober 2920, Biden mengungkapkan janjinya bahwa “Ia akan mengakhiri larangan perjalanan negara mayoritas Muslim di hari pertama menjabat, Memastikan berbagai suara Muslim Amerika didengar di Pemerintahan Biden, Memperluas layanan perawatan kesehatan untuk Muslim Amerika terlepas dari pendapatan ataupun ras mereka, serta mengancam pelanggaran HAM secara global termasuk terhadap Muslim Uighur di China dan Muslim Rohingya di Burma.”

 

Berani Berharap, Siap Kecewa !

Janji manis dalam suatu kampanye pemilu adalah hal yang sudah biasa terjadi di sistem demokrasi. Janji tersebut memang sengaja dirancang oleh para elit politik sebagai alat untuk mendapatkan suara rakyat sebanyak-banyaknya yang dengan itu mampu memberikan kemenangan kepadanya dalam pemilu.

Namun nyatanya, berharap pada janji kampanye para penguasa berarti mempersiapkan diri untuk menanggung kecewa. Setiap dilakukannya pergantian pemimpin dalam suatu negara, rakyat selalu saja menaruh harapan akan mendapatkan perubahan baik secara menyeluruh dalam kehidupannya, tetapi lagi dan lagi rakyat harus menanggung kecewa, akibat pengingkaran janji yang dilakukan oleh para pemimpin.

Termasuk janji yang dilontarkan oleh Joe Biden sebagai orang yang saat ini memegang kekuasaan di negera adidaya yaitu Amerika. Masyarakat secara umum maupun kaum Muslim secara khusus di seluruh dunia tidak layak menaruh harapan besar kepada Joe Biden. Mengingat watak kapitalistik pada diri setiap pemimpin dalam sistem demokrasi tidak bisa dihilangkan. Dengan watak kapitalistik ini setiap orang bisa saja melakukan segala sesuatu hanya demi kepentingan pribadi dan mendapatkan keuntungan material. Selain itu, secara realitas AS juga merupakan negara kafir yang sejak dulu selalu memusuhi agama Islam.

Maka, mustahil jika kita berharap pada pemimpin yang masih menerapkan sistem demokrasi, seperti Presiden AS saat ini, Joe Biden, dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di hampir seluruh dunia, termasuk pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa kebanyakan kaum Muslim.

 

Saatnya Kembali pada Perubahan Hakiki

Kekecewaan yang selalu dirasakan kaum Muslim setiap pergantian pemimpin harusnya mampu menyadarkan kaum Muslim, bahwa sesungguhnya untuk meraih perubahan hakiki tak cukup hanya dengan mengganti pemimpinnya saja.

Tetapi ikut mengganti sistem tatanan kehidupan yang diterapkan saat ini. Demokrasi telah terbukti kecacatannya, sehingga pantas digantikan oleh sistem yang lebih nyata kesempurnaannya, yaitu sistem Islam yang aturannya berasal langsung dari sang maha sempurna yaitu Allah swt.

Pemimpin dalam Islam paham benar bahwa amanahnya sebagai pengurus rakyat kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah. Sehingga mereka akan berupaya menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Dalam Islam pemimpin memiliki dua fungsi, yaitu sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi rakyat.

Rasulullah Saw. bersabda: “ Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari). Dalam hadits lain Rasulullah Saw. juga bersabda: ” Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan lain-lain).

Sesungguhnya kita tak akan bisa mendapati seorang pemimpin seperti khalifah Umar bin Khattab yang digambarkan dalam suatu riwayat bahwa beliau pernah memanggul sendiri sekarung gandum untuk diberikan kepada seorang ibu dan dua anaknya yang kelaparan sampai-sampai memasak batu. Atau ketika beliau di tengah malam membangunkan istrinya untuk menolong seorang perempuan yang hendak melahirkan, selain dari pada Islam.

Maka, harapan akan penyelesaian atas penderitaan yang dialami oleh kaum Muslim dihampir seluruh dunia saat ini, tidak bisa diberikan pada pemimpin yang terpilih dari sistem demokrasi, tetapi harapan itu hanya pantas diberikan pada seorang pemimpin yang lahir dari terterapkannya sistem Islam dalam lingkup daulah Islamiyah.

Wallahu’lam Bisshawab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis