Nasib Generasi di Ujung Tanduk, Kekerasan Pada Anak Memburuk
Oleh : Ekky Marita, S.Pd
(Pendidik)
Lensa Media News – Anak – anak turut menjadi sasaran pandemi. Mereka tak hanya dihadapkan dengan ancaman wabah ketika beraktivitas di luar rumah. Namun, di dalam rumah pun mereka merasa tak aman. Fakta berbicara setiap bulannya, kasus kekerasan anak meningkat, dimana mayoritas kasus pelaku adalah orang terdekat.
Dikutip dari Repubika.co.id , 03 November 2020, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur Andriyanto mengungkapkan masih tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2020. Data Sistem Informasi Online Kekerasan Ibu dan Anak (Simfoni) mengungkapkan adanya 1.358 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jatim, yang tercatat hingga 2 November 2020.
Dapat dilihat, pandemi yang menghantam ekonomi bisa menjadi sumber stressing tiap kepala keluarga. Kebutuhan terus bertambah, pajak tetap harus dibayar, biaya sekolah harus ditunaikan dan sebagainya. Masyarakat menjadi bingung bagaimana cara untuk bertahan hidup di masa pandemi. Alhasil, orang terdekat, anak misalnya, akan dijadikan sasaran luapan emosi hingga mereka menjadi korban kekerasan.
Rumitnya sistem pendidikan melalui pembelajaran jarak jauh (daring) menambah orang tua makin bingung. Kebutuhan kuota internet menjadi kebutuhan utama. Di sisi lain anak menjadi ketergantungan terhadap gadget dimana semua situs bisa diakses melalui internet. Akibatnya sikap dan perilaku anak mengikuti apa yang ditontonnya.
Berulang kali negara mencoba untuk mengurai problem ini, namun senantiasa gagal. Apa penyebab utama kekerasan anak semakin meningkat ?
Sekulerisme Tak Menjamin Keamanan
Fenomena gunung es kasus kekerasan anak memperlihatkan betapa buruknya sistem yang sedang diterapkan. Perlu diperhatikan secara mendasar penyebab utama anak mengalami kekerasan, agar kita mampu memecahkan persoalan ini.
Pertama, pondasi bangunan rumah tangga yang tidak didasari keimanan akan sulit memberikan edukasi ketakwaan kepada individu anggota keluarga secara sempurna. Meskipun keluarga sadar peran dan tanggung jawabnya dalam membina dan melindungi anaknya, tapi sebaliknya negara memfasilitasi bisnis dan media yang menawarkan racun tontonan tak mendidik, maka keluarga tak akan mampu merealisasi visi. Dan orang tua tidak bisa maksimal mengambil perannya.
Kedua, lingkungan masyarakat membebaskan perilaku individu tanpa batas dan tanpa aturan agama menjadikan masyarakat egois dan tak mampu menghentikannya untuk berlaku kekerasan.
Ketiga, keberadaan negara sekuler berfungsi sebagai payung legitimasi kebebasan. Membuat masyarakat secara legal bebas menuruti hawa nafsu dan keinginannya. Negara lebih menyerahkan urusan kepada keluarga, karena dianggap lebih bisa memantau anak-anak.
Sistem Kapitalis dengan asas sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) yang diterapkan negara inilah yang justru menjunjung tinggi kebebasan. Hasilnya keluarga rapuh, masyarakat acuh, konten media merusak mental umat dan anak atau orang terdekat kerap menjadi sasaran kekerasan mental maupun seksual. Tak ada jaminan keamanan bagi generasi.
Syariat Islam Melindungi Anak
Sudah saatnya menghentikan kasus kekerasan anak dengan mengambil solusi terbaik dari pencipta jagat raya yaitu aturan Allah. Allah telah menyempurnakan seluruh aturan kehidupan dalam syariat Islam. Bagaimana cara Islam menyelesaikan persoalan kekerasan pada anak ini ?
Edukasi keimanan akan ditanamkan sejak dini dalam sebuah keluarga muslim sehingga terwujud ketakwaan individu sebagai benteng dalam bertingkah laku. Negara harus menyediakan pendidikan formal maupun non formal yang mampu menguatkan ketaatan kepada Allah.
Karena ketaatannya kepada Allah, maka tiap individu paham wajibnya beramar ma’ruf nahi munkar, sehingga masyarakatnya punya kepedulian dalam mewujudkan ketakwaan. Keberadaan pemimpin negara dalam sistem Islam sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Negara akan menegakkan hukum syari’at Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Khalifah akan bertugas sebagai raain (pengurus urusan umat) dan junnah (perisai) dengan melakukan berbagai tindakan preventif seperti memfilter segala tontonan yang merusak, mempertontonkan kekerasan dan menggerus akidah. Tindakan solutif dengan memberikan sanksi tegas dan keras terhadap pelaku kekerasan maupun kejahatan terhadap anak yang mampu memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain.
Demikianlah syariat Islam yang diterapkan dalam satu kesatuan yaitu sistem Islam akan melindungi anak – anak dari tindak kekerasan. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan nasib generasi yang makin miris, hanya bisa diatasi dengan mengambil sistem Islam dalam pengaturan kehidupan.
Wallahua’lam Bisshowa’ab.
[ry/LM]