Joe Biden Menang: Akankah Berdampak Positif Bagi Perekonomian Indonesia?

Oleh: Kunthi Mandasari

(Pegiat Literasi) 

 

Lensa Media News – Pesta demokrasi di negeri Paman Sam telah berakhir. Dengan mengukuhkan Joe Biden sebagai pemenang. Sejumlah pengamat memandang kemenangan tersebut akan membawa perubahan bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.

Bagi Indonesia, kemenangan Biden akan menurunkan tensi perang dagang antara AS dan China yang mendorong nilai komoditas dan stabilitas pasar keuangan global. Kondisi itu akan menguntungkan Indonesia dari sisi ekspor dan nilai tukar.

“Kemenangan Joe Biden diharapkan dapat membawa sentimen positif bagi perekonomian Indonesia dengan perubahan kebijakan ekonomi yang akan diambil Amerika Serikat dalam empat tahun ke depan yang berbeda dari pemerintahan saat ini,” kata Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani (finance.detik.com, 8/11/2020)

Menurut Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, terpilihnya Joe Biden menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) akan membawa empat pengaruh, diantaranya:

Pertama, ruang kerja sama bilateral antara kedua negara akan lebih ketat. Kedua, meningkatnya peluang ekspor ke negeri Paman Sam. Ketiga, meningkatkan Foreign Direct Investment ( FDI) atau investasi asing langsung AS di beberapa negara. Keempat, investment diversion atau perpindahan investasi dari China (inews.id, 08/11/2020)

Sepintas, kemenangan Joe Biden memberi angin segar bagi Indonesia. Di tengah carut-marut perekonomian akibat serangan pandemi dengan sejumlah kebijakan yang ditawarkan. Namun perlu digaris bawahi, bahwa Joe Biden merupakan hasil dari sistem demokrasi. Sebagaimana yang telah terjadi, berapa kali pun pergantian dalam sistem fasad ini tidak membawa dampak apa pun.

Amerika Serikat sebagai negara adidaya pasti memiliki peta politik yang wajib dilanjutkan oleh pemimpin yang terpilih. Hanya saja, ada perbedaan dalam eksekusinya. Ada yang menggunakan pendekatan secara soft, adapula yang hard. Seperti Barack Obama yang menggunakan cara soft, sedangkan Donald Trump menggunakan cara yang hard. Namun, keduanya sama-sama melaksanakan agenda politik yang telah dicanangkan.

Sebagaimana kita ketahui, Amerika Serikat merupakan pengusung sistem kapitalisme. Maka bisa dipastikan, kebijakan yang diterapkan mengadopsi sistem fasad ini. Termasuk dalam sistem ekonominya yang mengusung sistem ekonomi kapitalisme. Dimana kebebasan kepemilikan menjadi keharusan. Demi meraup sebesar-besar manfaat. Tanpa melihat apakah halal ataukah haram. Karena sekuler akut yang dianutnya.

Watak sistem kapitalisme yang rakus inilah penyebab terjadinya penjarahan di negeri-negeri Muslim. Tentunya dengan cara yang elegan. Salah satunya dengan kerja sama dengan label investasi. Padahal kerja sama yang dilakukan tak lebih dari sekadar strategi untuk tetap mencengkeram negeri-negeri Muslim. Agar bisa tetap mengeruk sumber daya alam mereka.

Sebagai seorang Muslim, kita harus melihat setiap permasalahan menggunakan kaca mata iman. Dengan menyandarkan setiap perbuatan dengan hukum syara’. Islam telah jelas melarang mengambil hukum selain dariNya.

Demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidaklah beriman, sampai mereka menjadikanmu -Muhammad- sebagai hakim (pemutus) perkara dalam segala permasalahan yang diperselisihkan diantara mereka, kemudian mereka tidak mendapati rasa sempit di dalam diri mereka, dan mereka pun pasrah dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisa’: 65)

Kemudian ditegaskan pada ayat lainnya.
Dan barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. al-Maidah: 44)

Larangan ini berlaku untuk segala urusan, termasuk dalam perekonomian. Jika dalam sistem ekonomi kapitalisme memberi peluang terjadinya penimbunan kekayaan oleh segelintir orang, sehingga terjadi ketimpangan sosial. Maka sistem ekonomi Islam justru memberikan kepastian pemerataan kekayaan. Sebab sistem ekonomi Islam memastikan pendistribusian kekayaan secara merata. Islam dengan tegas melarang adanya penimbunan kekayaan.

” Dari Ma ‘ mar ia berkata, Rasul SAw bersabda: barang siapa yang menimbun barang, maka ia bersalah (berdosa).” (HR Muslim)

Karena hal ini akan berakibat banyak masyarakat yang akan menderita kemiskinan dan banyak kekayaan yang tidak bisa dinikmati oleh masyarakat di luar. Selain itu, Islam juga mengatur kekayaan berdasarkan kepemilikan. Baik kepemilikan pribadi, negara maupun kepemilikan umum. Hal ini bisa mencegah dari orang-orang yang memiliki ambisi untuk menguasai SDA.

Sebenarnya, dengan penerapan Islam secara paripurna oleh negara (khilafah), negeri-negeri Muslim tidak perlu mengemis kerja sama dengan negara asing. Karena negeri Muslim mampu berdikari, bahkan menjadi negara adidaya. Sebagaimana pernah terjadi lebih dari tiga belas abad lamanya. Hanya cukup dengan menerapkan Islam secara total melalui negara khilafah, bukan yang lainnya.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

[LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis