Bisakah E-Commerce Jadi Solusi Pandemi Corona-19?

Oleh :Ayu Ramadhani
(Aktivis The Great Muslimah Community) 

 

Lensa Media News – Hampir sepuluh bulan sudah pagebluk Covid-19 mewabah di Indonesia. Korban nyawa terus berjatuhan bersamaan dengan “new normal” yang harus dipaksakan. Pemerintah terus mengkaji dan mengeluarkan kebijakan yang dirasa mampu mengurangi dampak Covid-19 ini. Pasar sebagai tempat pemenuhan kebutuhan, tempat bertemunya pedagang dan pembeli menjadi corong kerumunan yang besar.

Sebagaimana yang dilansir dalam waspada.co.id, 20 Oktober 2020, Pemko Medan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kota Medan kemudian menggelar Focus Discussion Group dengan tajuk “Menigkatkan Minat Masyarakat Kota Medan Untuk Berbelanja Secara online di Era Pandemi Covid-19”.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Kota Medan, masih banyak masyarakat yang enggan melakukan belanja online. Hal ini dilihat sebagai peluang agar masyarakat dapat diarahkan untuk melakukan e-commerce yang dinilai penting dan menjadi solusi untuk mengosongkan pasar. Tujuannya adalah menekan angka penyebaran Covid-19. Demikian pula para narasumber FGD menghimbau agar masyarakat dapat beralih menggunakan e-commerce.

E-commerce yang akan segera disosialiasasikan tentunya memiliki banyak kekurangan. Salah satunya adalah keterbatasan perangkat. Sebagaimana yang kita ketahui, e-commerce memerlukan perangkat yang menjadi media penghubung pedagang dan pembeli. Sementara pedagang dan pembeli di pasar tradisional adalah masyarakat menengah kebawah. Tentu, ini akan menambah pengeluaran masyarakat di tengah tingginya harga ponsel pintar.

Selain keterbatasan perangkat, solusi hasil FGD ini juga tidak akan mampu menekan penyebaran Covid-19, mengingat e-commerce hanya satu diantara banyak transaksi yang dilakukan masyarakat. Masih banyak transaksi lain diantara masyarakat yang menciptakan kerumunan.

Menjadikan e-commerce sebagai solusi adalah kebijakan tambal sulam yang dapat terlepas jahitannya di bagian yang lain secara bersamaan. Jelas bahwa untuk menghadapi pandemi Covid-19 dan mengatasinya dengan tuntas, bukanlah dengan membuat kebijakan parsial seperti e-commerce.

Menjadi sifat alami dari ideologi Kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan untuk mencari jalan tengah untuk masalah yang dihadapinya, sehingga berkutat pada masalah cabang yang terus melebarkan permasalahan. Sedangkan dalam Islam, setiap problem akan dikaji dengan hukum syara’. Solusinya akan menyelesaikan hingga ke akar permasalahan.

Masalah dampak Covid-19 ini tidak akan melebar sejauh ini, jika pemerintah dengan tegas dan serius berupaya mengatasinya dari akarnya. Sebagaimana yang telah pernah dicontohkan pada masa ke-Khilafahan, saat negara Islam terjangkit wabah. Khalifah pada saat itu melakukan lockdown wilayah secara total, menyeluruh dan serempak.

Khilafah juga menjamin kebutuhan rakyatnya baik ada wabah ataupun tidak. Dengan sistem yang paripurna tersebut, negara Islam atau yang kita kenal dengan Khilafah tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menstabilkan kondisi wilayahnya.

Begitulah Islam dengan penerapannya secara kaffah, menuntaskan masalah manusia berdasarkan hukum syara’ yang tidak akan menyulitkan rakyat dan bertentangan dengan fitrahnya. Sungguh aturan yang lahir dari Alquran dan As-Sunnah tidak akan pernah menzalimi manusia. Sebab ia datang dari Dzat Yang Maha Agung dan menjaga fitrah manusia tanpa cela.

Wallahu a’lam bishawab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis