Pilkada: Pesta di Atas Penderitaan Rakyat
Oleh: Dian Hermawati S.Pd
Lensa Media News – Pilkada serentak akan dihelat pada penghujung tahun ini. Namun, baru setengah jalan masa kampanye, sudah banyak yang dinyatakan positif covid-19. Menurut catatan KPU, terdapat 46 bakal calon pasangan calon kepala daerah yang terinfeksi covid-19. Selain itu, sebanyak 20 orang pengawas tingkat kecamatan dan 76 orang tingkat desa atau kelurahan tertular virus covid-19.
Koordinator Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu, Afifudin mengatakan, ada bakal calon kepala daerah yang hadir ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat hasil uji swabnya belum keluar (kompas.com, 21/9/2020). Di sisi lain, berita mengenai Donald Trump yang dinyatakan positif covid-19 saat menjalani kampanye presiden di AS juga menimbulkan rasa khawatir dari para paslon pilkada di tanah air. Namun demikian, pemerintah tetap ngotot menggelar hajatan demokrasi pilkada serentak di sejumlah daerah.
Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, PBNU dan Muhammadiyah beserta dengan MUI memberikan pandangan bahwa pelaksanaan pilkada lebih baik ditunda sebab meningkatnya kasus positif covid-19. Pesta demokrasi yang diklaim sebagai pesta seluruh rakyat nyatanya hanya menjadi pesta bagi para elit politik yang haus kekuasaan. Mereka berpesta disaat rakyat masih merasakan penderitaan dan kesengsaraan akibat pandemi yang tak kunjung usai. Alih-alih memutus mata rantai penyebaran covid-19, dengan membatasi aktivitas di luar rumah, pemerintah malah melangsungkan sejumlah agenda pilkada. Mulai dari pendaftaran hingga kampanye yang memungkinkan banyak mendatangkan kerumunan massa.
Nyatalah sudah politik kapitalisme menafikan empati dan keberpihakan pada rakyat. Rakyat hanya dijadikan alat untuk meraih kekuasaan para pemimpinnya. Setelah mereka berkuasa, mereka malah meninggalkan rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam dimana keberadaan pemimpin tidak lain adalah untuk mengurusi rakyat/umatnya. Pemimpin adalah tempat mengadu segala persoalan yang dihadapi umat. Tugas pemimpin adalah menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi di tengah umat sesuai dengan syariat Islam. Seharusnya para pemimpin negeri ini dapat merenungkan hadits berikut:
Diriwayatkan oleh Tabrani dari Abu Wail Syaqiq Bin Salamah, bahwasanya ketika Umar ra. menugaskan Busyur ibnu Asim ra. untuk mengurus sedekah suku Hawazin, tetapi Busyur tidak mau menerimanya. Ketika ditanya, ”Mengapa kamu tidak mau menerimanya?” Busyur menjawab, ”Seharusnya aku menaati perintahmu, tetapi aku pernah mendengar Nabi SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang dibebani mengurus suatu urusan kaum muslimin, maka di hari kiamat kelak ia akan diberdirikan di tepi jembatan neraka Jahanam. jika ia melaksanakan tugasnya itu dengan baik, ia akan selamat. Namun, jika ia tidak melaksanakannya dengan baik, ia akan dilemparkan ke bawah jembatan Jahanam itu dan akan terpelanting ke dalamnya selama 70 tahun’.”
[lnr/LM]