Memetik Inspirasi Tokoh Berkelas Dunia Lewat Literasi
Oleh: Mimin Diya
(Praktisi Pendidikan)
Lensa Media News – Dalam membangun tatanan kehidupan masyarakat yang ideal membutuhkan peran generasi dengan visi misi hidup hebat, kreatif dan inovatif. Sementara hasil penelitian menunjukkan bahwa orang-orang kreatif dan inovatif adalah pembaca yang luar biasa saat kecilnya.
Membaca dapat memberi informasi awal dalam pentingnya mengembangkan pemikiran, ide kreatif, motivasi, komunikasi ataupun inspirasi. Neuron memori akan terhubung membentuk jaringan panjang berisi muatan informasi ketika membaca dan berkorelasi dengan tingkat kecerdasan anak.
Bukan asal membentuk hobi semata, tetapi untuk mengetahui keutamaan ilmu dan perannya dalam kehidupan, serta menemukan tokoh inspirasi kehidupan. Apalagi bagi generasi muslim yang dipundaknya terdapat amanah kepemimpinan besar. Haruslah baginya diberi referensi bacaan kisah-kisah pemimpin dan pahlawan yang telah menghiasi peradaban emas pada abad pertengahan.
Jelaslah bahwa tokoh Islam banyak yang memberikan inspirasi lewat keberhasilan kepemimpinan dan hasil karya-karya luar biasa sebagai dasar ilmu dunia modern saat ini. Pastinya tokoh teladan pertama dan utama sebagai panutan inspirasi ialah Nabi Muhammad saw.
Bahkan, astro fisikawan Michael H. Hart dalam buku karyanya The 100 A Ranking of The Most Influential Persons In History menempatkan beliau pada posisi pertama sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah. Selain beliau, ada pula para khalifah seperti Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib.
Begitu pula para sahabat seperti Abdurrahman bin Auf, Mushab bin Umair, Saad bin Muadz dan lain-lain, para pahlawan Islam seperti Muhammad Al Fatih, Salahuddin Al-Ayyubi dan lain-lain, para ilmuwan muslim seperti Ibnu Sina, Al-Kwarizmi dan lain-lain, maupun para salafus sholih seperti Imam Syafi’i, Iman Bukhori, Imam Muslim dan lain-lain. Inilah deretan tokoh hebat berkelas dunia yang layak dijadikan inspirasi bagi generasi saat ini.
Mereka bukanlah tokoh asing seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah, lewat siaran pers media massa. Ia mengkritik langkah Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bangka Belitung yang sempat mewajibkan siswa SMA/SMK membaca buku karangan Felix Siauw berjudul Muhammad Al Fatih 1453 dan berisi tentang Khalifah Ustmani yang berkuasa pada 1444-1446 dan 1451-1481 (CNNIndonesia, 3/10/2020).
Padahal sejatinya Muhammad Al-Fatih memberi keteladanan luar biasa bagi generasi muslim. Dia berhasil meraih predikat sebaik-baik pemimpin dengan menaklukan Konstantinopel. Tokoh yang harus dijadikan teladan karena berkeyakinan penuh pada janji Allah dan bisyarah Rasulullah. Kisah ini bukan tidak mungkin dapat pula menumbuhkan inspirasi untuk mewujudkan bisyarah yang lainnya, yakni penaklukan Roma dan tegaknya Khilafah.
Memang membaca kisah kepahlawanan tokoh nasional seperti Pangeran Diponegoro, KH. Hasyim Asyari, Soekarno dan lain-lainpun juga penting. Apalagi dalam perspektif sejarah yang berkaitan erat dengan perjuangan melawan penjajah. Bahkan tidak sedikit perjuangan pahlawan bangsa sejatinya bukan sekedar urusan dunia, tetapi bentuk semangat jihad untuk menjunjung tinggi syiar agama Islam.
Meskipun realitas sejarah tersebut berusaha tidak digambarkan secara jelas. Secara pasti tokoh-tokoh hebat diatas masih layak dijadikan inspirasi. Beda cerita jikalau tokoh atau budaya barat yang justru jadi inspirasi. Apalagi berharap budaya K-pop dapat menginspirasi munculnya kreatifitas generasi bangsa seperti pernyataan Wakil Presiden, Ma’ruf Amin (Republika, 20/9/2020).
Jelas nampak jauh terpisah kiprahnya. Inspirasi pada tokoh dan budaya barat justru dapat menggerus identitas muslim karena paparan ide sekulerisme, liberalisme, hedonisme dan materialisme.
Sungguh, apapun yang dibaca anak-anak sejak usia dini sangat memengaruhi kepribadian dan pembentukan sikap mereka. Penting sekali sekiranya memilih referensi tepat bagi generasi hingga layak mengispirasi. Karenanya kisah-kisah yang disodorkan kepada mereka hendaknya memenuhi dalam hal berikut :
Pertama, membentuk akidah yang lurus, yakni yang menanamkan dalam diri mereka makna iman, takwa, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kedua, membentuk kepribadian Islam (syakhsiyah Islam), yakni generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islami, serta memiliki rasa takut kepada Allah swt. Sehingga akan senantiasa berhati-hati dan hanif dalam berbuat.
Ketiga, menciptakan visi misi hidup yang tinggi dalam diri, yakni menjadi pemimpin perubahan dengan mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia.
Keempat, menumbukan kreativitas dan inovatif diri yang mampu mendorong generasi menghasilkan karya-karya atau penemuan penting baik dalam tsaqofah Islam, ilmu pengetahuan, dan teknologi untuk kemaslahatan umat.
Wallau a’ lam bish showab.
[ry/LM]