Oleh : Tyas Ummu Amira
Lensa Media News – Ibu-ibu rumah tangga mulai menjerit, lantaran harga bahan pokok kembali melambung naik. Komoditas pangan sejatinya merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi bagi masyarakat untuk kelangsungan hidup manusia. Jadi, hal ini wajib untuk diberikan perhatian khusus agar tidak terjadi kesenjangan sosial.
Dilansir dari CNN Indonesia.com, harga sejumlah komoditas pangan terus merangkak naik, mulai dari daging ayam, daging sapi, telur ayam, hingga bawang. Kenaikan tertinggi terjadi pada harga cabai rawit hijau yang dibanderol rata-rata naik 23,25 persen atau Rp7.150 per Kg menjadi Rp37.900 per Kg. Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), Senin (21/9/2020).
Jika harga bahan pangan ini terus merangkak naik, mau tidak mau masyarakat kelas bawah akan semakin tertekan. Kemiskinan kian menjamur, disusul pengangguran akibat dampak korona serta kelaparan tak terbantahkan. Seakan rakyat mulai kesusahan untuk memenuhui kebutuhan hidupnya.
Belum hilang dari benak rakyat, semua subsidi perlahan-lahan mulai dicabut, mulai dari TDL, bahan bakar premium, serta LPG si melon. Sungguh ironi hidup dalam cengkraman kapitalis, semua kebijakan hanya memprioritaskan kalangan elit semata. Permainan harga pasar dikendalikan oleh mafia rente bahan pangan, yang menimbun serta menaikkan nominal semaunya sendiri tanpa melihat kondisi masyarakat.
Hal ini memang lekat dengan ide para korporat yakni untuk meraup keuntungan begitu besar. Tidak luput kran import bahan pangan juga terbuka lebar dengan berbagai kebijakan yang memudahkan, tanpa ada kendala sedikit pun para cukong melenggang bebas masuk ke negeri ini.
Seyogianya ditengah pandemi ini pemerintah menstabilkan atau menurunkan harga kebutuhan pokok, agar masyarakat khususnya menegah kebawah dan usaha mikro mampu menjangkaunya. Tidak hanya itu saja, sepatutnya pemangku kebijakan ini memberikan subsidi bahan pangan tanpa agar meringankan beban rakyat kecil.
Sudah saatnya negeri ini sadar bahwa perlu sistem tatanan kehidupan baru dalam berbangsa dan bernegara. Itu semua hanya bisa direalisasikan jika diterapakan sistem Islam, di dalamnya terdapat seperangkat aturan dari Sang Pencipta sesuai fitrah manusia.
Dalam sistem kepemimpinan Islam di bawah naungan daulah khilafah atau pemimpin negara, dimana harus dapat menjadi pelayan urusan umat sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw “Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR Bukhari Muslim).
Dalam sistem ekonomi Islam mengatur,
pertama, konsep ini bersifat syumuliyah (menyeluruh) dan iitisa’ (keluasan) dalil-dalil dalam menguraikan seluruh problematika ekonomi baik menyangkut persoalan kepemilikan, pengolahan maupaun pendistribusianya. Melakukan sidak harga pasar serta mencari para penimbun barang serta memberi sanksi tegas bagi mereka.
Kedua, sistem Islam memelihara keseimbangan materi diantara individu masyarakat guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Kemudian Daulah Islam menjamin akan kebutuhan pokok rakyatnya, kemudian memberikan pekerjaan yang layak bagi mereka. Sehingga tidak terjadi pengangguran seperti halnya sekarang ini
Dahulu sudah dicontohkan oleh khalifah Umar dimana terdata 70 ribu orang membutuhkan pasokan bahan makanan dan 30 ribu warga sakit. Semua dicukupi dan tersalurkan hingga semua tidak ada yang terlewat satu pun rakyatnya. Sehingga, tugas sebagai pemimpin negara tak terlalaikan, sebab amanah yang diberikan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan rabb-Nya.
Demikianlah sistem ekonomi dalam Islam sangat memprioritaskan kemashalatan umat, selalu memberikan solusi mustanir dalam segala problem kehidupan. Semoga negeri ini bangkit dari keterpurukan dengan menerapakan hukum Islam sebagai asas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Waallahu’alam bishowab.
[LM]