Saatnya Konglomerat Beraksi

 

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)

 

Lensamedia.com– Ketua Aliansi Profesional Indonesia Bangkit (APIB) DKI, Erick Sitompul meminta semua pihak untuk lebih proaktif menjalankan protokol Covid-19, terutama menerapkan 3M yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

 

“Dari sisi pemegang kebijakan dan anggaran, pemerintah harus lebih mengantisipasi lonjakan tersebut sebelum era vaksinasi Covid secara nasional berlangsung tahun depan, pemerintah harus bisa memastikan fasilitas kesehatan mencukupi. Mulai dari penyediaan ruang isolasi, ICU, ventilator, alat rontgen, dan lain-lain” tambahnya.

 

Menariknya, Erick Sitompul juga mengajak para konglomerat juga ikut ambil bagian membantu negara mengatasi pandemi Covid-19, sehingga Pemprov DKI tak kewalahan, “Para konglomerat mestinya jangan cuma mau enaknya menikmati berbisnis penuh fasilitas pemerintah dan mengeksplorasi sumber daya alam milik negara, namun tidak care terhadap kesulitan negara dan rakyat saat ini,” pungkasnya (RMOL.co.id, 1/9/2020).

 

Ada benarnya juga ajakan ketua APIB, sebab pandemi yang sudah berjalan 6 bulan ini tak kunjung mendapati titik terang. Semakin hari malah semakin bertambah laporan pasien yang positiv terpapar, meninggal bahkan bermunculan cluster-cluster baru.

 

Hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedanpun mengeluarkan Keputusan Gubernur yang mengatur perpanjangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara otomatis, tanpa menunggu pengumuman resmi dari Pemprov DKI Jakarta.

 

“Menetapkan perpanjang pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar pada masa transisi menuju masyarakat sehat, aman, dan produktif selama 14 hari terhitung sejak 28 Agustus 2020 sampai dengan tanggal 10 September 2020,” demikian bunyi diktum pertama Pemprov DKI Jakarta (kompas.com,31/8/2020).

 

Selama ini rakyat tampak bekerja sendiri berjuang demi hidup dan sehat. Sedang pemerintah berganti-ganti kebijakan dan selalu tak bisa seratus persen ketika mengeluarkan kebijakan, selalu saja muncul kesalahan dan kegaduhan. Alih-alih mengakui ketidakmampuannya pemerintah malah melalui lisan Mahfud MD mengatakan pemerintah gamang menghadapi Covid-19 ini.

 

Jika pemerintah yang memiliki semua yang dibutuhkan untuk menangani pandemi namun masih mengatakan demikian hanya ada dua artinya, pertama pemerintah tak menguasai kepemilikan sarana dan prasarana berikut pembiayaan yang berhubungan dengan penangan Covid-19 dan kedua arah konsentrasi pemerintah bukan pada rakyat berikut penyelesaian seluruh urusan rakyat.

 

Dan faktanya lagi, kosentrasi pemerintah justru pada ekonomi semata, dengan pembukaan berbagai tempat umum, pariwisata, pengurangan pajak bagi korporasi dan UMKM, jalur-jalur akomodasi baik darat, laut dan udara. Semua secara akurat mengarah pada apa mau pemerintah, yaitu pengurusan yang mendatangkan manfaat, lantas, jika selama ini justru korporasi lah yang dimenangkan untuk disegerakan pengurusannya apakah masih bersedia mereka diajak untuk berpikir menghabisi masa pandemi ini?

 

Korporasi mengadopsi arah pandang dengan negara ini yaitu kapitalisme, sehingga yang ada dalam benaknya Covid-19 justru celah untuk menghasilkan keuntungan materi. Hilangnya nyawa manusia yang meregang karena Corona hanyalah tumbal dari keberhasilan tekad mereka mengekploitasi negara-negara kaya SDA sebagaimana Indonesia.

 

Jika kita kembali pada sejarah para sahabat mulia, tentu tak asing dengan pengusaha kaya raya Ustman bin Affan, sepulangnya dari sebuah perniagaan dan saat Madinah sedang paceklik ia menantang para pedangan lain , “Adakah yang berani membeli lebih dari 700 kali lipatnya?” Semua pedagang terpana. Mereka membayangkan, jika harga setinggi itu dengan manipulasi pasar selicik apa pun, takkan pernah meraih laba.

Dan dengan keyakinan yang pasti, Ustman bin Affan menyambung dengan perkataan”Bila demikian, semua ini kujual kepada Allah,” sambung Utsman seraya membagi-bagikan dagangannya kepada kaum miskin begitu saja. Angka 700 kali lipat merujuk pada Alquran QS Al-Baqarah ayat 261, sebagai ganjaran berinfak di jalan-Nya.

 

Sumbangan Utsman jelas luar biasa. Bila volume satu truk kontainer setara dengan muatan 25 unta, maka ada 40 kontainer sedekahnya. Pernahkah kita melihat konvoi kontainer sebanyak itu milik seorang pedagang saja? Lalu, pernahkah kita mengetahui ada barang impor diinfakkan semudah membalik telapak tangan. Padahal, harga sedang melambung dan suplai di pasar nyaris tidak ada?

 

Abdurrahman bin Auf adalah sahabat lain yang juga dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan Nabi SAW. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Jelas kita butuh, perubahan sistem untuk memunculkan pengusaha yang bertakwa dan tak sekedar pandai berbisnis. Wallahu a’ lam bish showab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis