Pendidikan Vokasi, Melahirkan Individu Pekerja
Oleh: Ummu Athifa
(Ibu Rumah Tangga, Member Revowriter dan WCWH)
Lensa Media News – Pendidikan merupakan elemen terpenting bagi sebuah negara. Negara maju didukung erat dengan kualitas pendidikannya. Jelas sekali akan menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Tak heran segala kebijakan kurikulum diuji coba, mulai dari kurikulum KTSP hingga kurikulum tiga belas (kurtilas). Namun, outputnya masih minim prestasi dan keterampilan.
Maka, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, memiliki mimpi dalam lima tahun ke depan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) akan diminati orang tua siswa dan siswa itu sendiri. Harapan lainnya, lulusan SMK mendapatkan keuntungan bukan hanya pelatihan keahlian, melainkan juga sertifikat yang berguna untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, seperti Diploma 3 (D3) atau Diploma 4 (D4). Syaratnya sekolah diusahakan bekerja sama dengan politeknik atau perguruan tinggi.
Pada dasarnya, pendidikan SMK berorientasi pada lulusan siswa dengan kesiapan bekerja di industri. Kurikulum yang diterapkan pun banyaknya melatih keterampilan dengan keahlian tertentu, kemandirian, serta keuletan yang harus dibangun pada setiap diri siswa. Siswa dikenalkan dari awal tentang dunia industri yang menunjang keahlian yang digeluti. Maka, banyak SMK di negara ini bekerja sama dengan perusahaan lokal ataupun asing.
Menurut Nadiem Makarim, pemerintah kini sedang menggalakkan upaya kerja sama dunia industri dengan dunia pendidikan di tanah air yang diibaratkan dengan perkawinan massal. Perkawinan massal dimaksud ialah sebuah simbiosis mutualisme antara sektor pendidikan dan dunia industri. Kelak dunia industri mesti melihat SMK sebagai lembaga pelatihan para pekerjanya. Sehingga industri akan mendapatkan keuntungan berupa lulusan SMK yang memiliki harga kompetitif dengan biaya yang murah dalam hal perekrutan (merdeka.com,27/62020).
Pemerintah sangat berharap kualitas SDM Indonesia berkembang melalui pendampingan pendidikan dari industri. Tujuannya dapat bersaing di kancah internasional, seperti Jerman hingga Australia. Hanya saja, sistem pendidikan di Indonesia masih mengedepankan pendidikan akademik. Karena dengan akademik yang baik, masa depan akan mudah diraih (artinya mudah dalam mencari pekerjaan). Meskipun terkadang masa depan tergantung di mana diterima bekerja (news.detik.com/01/72020).
Sejalan dengan pendidikan di Indonesia yang berorientasi pada individu pekerja, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menegaskan untuk merombak kurikulum SMK. Salah satunya, pemerintah meminta dunia industri membuka peluang magang yang sesuai dengan standar kerja. Hasilnya indutri akan selaras dengan kebutuhan SMK.
Adanya kerja sama antara SMK dengan industri, diharapkan akan mengatasi pengangguran di Indonesia. Namun, apakah kebijakan ini meningkatkan kualitas SDM dengan pendidikan yang siap kerja? Ataukah lebih menurunkan kualitas pendidikan itu sendiri?
Kurikulum yang disesuaikan dengan permintaan industri tentu menjadi beban bagi siswa SMK. Terutama guru yang mengajarkannya. Siswa dipaksa untuk siap mental ketika sudah lulus dan akan dipekerjakan di industri tersebut. Dan jelas yang diuntungkan tentu para pengusaha. Dikarenakan lulusan SMK hanya diibaratkan sapi perah (diambil tenaganya secara murah).
Tentu sangat berbahaya ketika menyelaraskan kurikulum sekolah dengan industri. Disini akan terlihat bahwasannya pendidikan dapat menjadi alat bagi berkuasanya para korporat. Negara akan semakin kapitalis dengan kebijakan ini. Serta semakin menegaskan pendidikan di Indonesia bercorak kapitalisme liberal.
Fakta ini menunjukkan lemahnya peran Negara dalam bidang pendidikan. Selama ini masih bergantung kepada perusahaan swasta dalam menentukan arah kurikulumnya. Akibatnya perusahaanlah yang lebih berperan dalam membina (bekerja sama) dengan SMK. Lulusannya pun masih berdedikasi untuk menjadi pekerja (buruh) di perusahaan tersebut.
Seyogianya, pemerintah membuat kurikulum pendidikan yang bersinergis dengan kebutuhan rakyatnya. Jadikan visi misi pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM yang memiliki kepribadian tangguh dan mandiri. Seperti dalam pendidikan Islam yang bukan hanya membekali siswa dengan berbagai keterampilan dan keahlian di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Namun, juga mampu berdikari menciptakan peluang usaha.
Sedangkan kurikulum dibuat untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang shahih. Yaitu, lahirnya manusia berkepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam dan ilmu-ilmu kehidupan. Kemanfaatannya bagi seluruh manusia, bukan korporasi yang cenderung menguasai hajat hidup manusia seluruhnya.
Wallahu’alam bi shawab.
[ry/LM]