Kurikulum Diubah, Cegah Radikalisme Atas Nama Moderasi Beragama?

Oleh : Punky Purboyowati, S. S
(Komunitas Muslimah Menulis)

 

Lensa Media News – Ada yang menggelitik dalam kurikulum pendidikan saat ini, terutama di sekolah berbasis agama. Memasuki tahun ajaran 2020/2021, Madrasah menggunakan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab yang baru. Kurikulum tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Agama atau KMA 183 tahun 2019. Madrasah akan menggunakan buku yang sebelumnya telah dinilai Tim Penilai Puslibang Lektur dan Khazanah Keagamaan. Sebanyak 155 buku telah disiapkan, termasuk untuk PAI, akan menjadi instrumen kemajuan serta mempererat kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu upaya yang dilakukan adalah meletakkan materi sejarah Khilafah, Jihad dan moderasi beragama secara korelatif dalam berbagai bentuk perjuangan muslim. Perjuangan dimulai sejak zaman Nabi hingga masa kini dalam membangun peradaban masyarakat modern (https://m.detik.com, 11/7/2020).

Sementara itu, pemerintah terus menggalakkan program moderasi beragama ini dalam bimbingan perkawinan. Menurutnya, keluarga merupakan tempat transmisi nilai-nilai yang paling kuat. Materinya tidak hanya terkait konsep pernikahan dalam Islam, tapi juga membahas persoalan kesehatan dan moderasi beragama. Nilai-nilai moderasi beragama juga diinternalisasikan oleh Kementerian Agama (Kemenag) melalui program ToT guru dan dosen, penyusunan modul membangun karakter moderat, serta Madrasah ramah anak. Menag mengaku sedang mematangkan ide menggelar lomba ceramah toleransi, menulis cerita pendek tentang toleransi, hingga lomba karikatur toleransi dan kerukunan umat beragama (www.okezone.com, 3/7/2020).

Kurikulum sekolah telah banyak mengalami perubahan. Salah satunya di sekolah Madrasah. Kurikulum ini telah dilegitimasi maka akan semakin diakui. Namun, mengapa harus ada pemilahan kurikulum? Bukankah pemetaan materi ajaran Islam seperti penghapusan materi Khilafah dan Jihad dari mata pelajaran fiqih dialihkan ke mata pelajaran sejarah dengan perspektif moderasi merupakan suatu pengingkaran atas ajaran Islam yang murni? Padahal yang menjadi pokok penting dalam mempelajari Khilafah dan Jihad adalah wajib mengamalkannya dalam kehidupan. Bila hanya dipelajari sebatas sejarah maka Islam hanya menjadi sekadar sejarah perjuangan Nabi Muhammad saw, sementara jauh dari amal yang sesungguhnya.

Moderasi beragama semakin gencar dilakukan. Sejak radikalisme digaungkan, sebagian organisasi masyarakat (ormas) menganggap bahwa memperjuangkan ajaran Islam secara kaffah sesuai sunnah Nabi Muhammad saw. Pada konteks saat ini, dikatakan sebagai radikal. Alhasil tak jarang orang yang memperjuangkannya mengalami permusuhan bahkan dikriminalisasi. Maka untuk mencegahnya perlu untuk mengajarkan moderasi beragama melalui kurikulum pendidikan.

Beginilah jika hidup dalam sistem sekular (memisahkan agama dari kehidupan), yang halal menjadi haram dan sebaliknya. Moderasi beragama sejatinya berasal dari kaum sekular. Jika moderasi beragama diajarkan pada anak, jelas diajarkan dengan cara pandang sekular yang jauh dari ajaran Islam yang murni. Anak tidak mengenal ajaran Islam yang murni bahkan bisa jadi phobi. Jadilah mereka pribadi yang sekular. Moral tergerus oleh pergaulan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Tak sedikit anak yang menentang hukum Islam. Dikatakan bahwa menegakkan Khilafah dan Jihad tidaklah wajib, menutup aurat tidaklah wajib, dan lain sebagainya.

Sejatinya pencegahan radikalisme tak lepas dari peran politik pemerintahan sekular yang diterapkan saat ini. Radikalisme merupakan ungkapan yang muncul dari sistem kapitalis sekular Barat. Kapitalis sekuler tak ingin bila umat Islam berislam secara kaffah. Kaum sekular mencari celah dengan mengkambinghitamkan salah satu ajaran Islam yaitu Khilafah dan Jihad. Khilafah dan Jihad dianggap sebagai ajaran radikal. Radikalisme terus digoreng sebagai isu yang patut diwaspadai. Penyesatan akidah terus dilakukan dengan berbagai cara. Mencegah radikalisme dengan cara moderasi beragama tidaklah tepat bahkan merusak ajaran Islam yang murni.

Tak seharusnya umat Islam menghinakan dirinya. Umat Islam harus berpegang teguh pada ajaran Baginda yang Mulia Nabi Muhammad saw. Islam bukan hanya mengajarkan syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Pada sunnah beliau juga mengajarkan bagaimana berpolitik, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Jika ada salah satu ajaran Islam yang tak diakui oleh umatnya karena tak sesuai dengan konteks saat ini, maka hal itu sama dengan meninggalkan batang pohon dari cabang-cabangnya.

Saat ini akidah umat Islam tak ada yang mampu menjaga sebab tak ada negara Islam atau yang disebut Khilafah. Hanya Khilafah yang mampu menjaga akidah umat Islam dan yang menaungi seluruh negeri-negeri muslim. Sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk menegakkannya kembali. Agar musuh-musuh Islam tak lagi berani melecehkan ajaran Islam. Baik melalui kurikulum pendidikan atau yang lainnya.

Wallahua’lam bisshowab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis