Islam Setengah, Masuk Kurikulum Sekolah , Bahayakah?

Oleh : Henyk Nur Widaryanti S. Si., M. Si.

 

Lensa Media News – Tahun ajaran baru dimulai. Di tengah masa pandemi seperti ini, ada yang sudah melaksanakan sekolah seperti biasa. Namun, bagi daerah yang belum berzona hijau masih menyelenggarakan belajar secara daring. Dari perbedaan proses pembelajaran tersebut, ada sesuatu yang sama. Yaitu tentang perubahan kurikulumnya.

Khusus sekolah Madrasah, tahun ajaran baru kali ini menggunakan kurikulum baru. Kurikulum tersebut tercantum pada Keputusan Menteri Agama atau KMA 183 tahun 2019. Yang menggantikan kurikulum dari KMA 165 tahun 2014 tentang Mata Pelajaran Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah (detik, 11/6/20).

Tujuan dari perubahan kurikulum ini dimaksudkan untuk mempererat kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan menyediakan 155 paket buku baru bagi Madrasah, yang disajikan dengan penjabaran yang berbeda dari kurikulum sebelumnya.

Adapun isi kurikulum yang berbeda itu seperti meletakkan materi sejarah khilafah, jihad dan moderasi beragama secara korelatif. Dari mulai MI hingga MA akan mendapatkan pelajaran yang saling menguatkan. Sehingga diharapkan anak-anak dapat memahaminya.

Namun, jika kita telisik lebih dalam, perubahan materi ini sangat membahayakan pengetahuan dan pemahaman generasi Muslim. Pertama, jika materi khilafah hanya di letakkan sebagai cerita sejarah saja dan hanya disampaikan terputus pada khulafaur rasyidin akan berbahaya. Generasi Islam hanya akan memahami bahwa khilafah hanyalah sejarah. Dan sejarah hanya cerita masa lalu yang tak mungkin diulang.

Masa di mana Nabi dan para sahabat masih memakai unta, belum ada teknologi, Islam masih belum maju. Pemahaman seperti ini menjauhkan mereka dari kabar kejayaan Islam. Apalagi setelah itu hanya dikabarkan bahwa Islam dipimpin oleh kerajaan-kerajaan saja. Dan tidak ada dalil yang mengabarkan khilafah akan tegak di akhir zaman.

Kedua, jika jihad dimaknai hanya sebagai bahasa artinya kesungguhan. Bukan makna syara yaitu perang. Dan hanya sebatas pada perjuangan melawan ketidakadilan. Maka, generasi tak akan memahami bahwa jihad itu wajib bagi kaum muslimin. Mereka hanya paham jika jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu. Jihad yang dimaksud berperang sudah berlalu. Saat ini bentuk jihadnya berubah, dengan belajar sungguh-sungguh.

Pemahaman macam ini tentu akan mengaburkan makna jihad secara syariyah. Biar bagaimanapun, makna jihad dari dulu hingga sekarang tidak akan berubah. Sebagaimana Allah berjanji akan menjaga keaslian Al Quran. Maka, jihad tidak bisa diotak atik maknanya. Dan tidak bisa dipahami semau kita. Untuk memahaminya kita perlu belajar usul fiqh juga.

Ketiga, masuknya materi Islam moderasi. Sebuah materi yang dianggap modern. Sesuai dengan perubahan zaman. Dan dapat diterima semua kalangan. Dengan materi ini diharapkan tidak akan ada lagi perpecahan dan pertentangan. Bangsa ini bisa bersatu dalam memahami Islam. Serta nantinya akan menjadi pusat peradaban baru, peradaban Islam moderasi.

Sebenarnya apa sih Islam moderasi itu? Islam yang mengambil makna Islam jalan tengah. Pemahaman yang lahir dari adanya perbedaan pemahaman barat dan pemahaman timur (baca :Islam garis lurus). Jika kedua pemahaman itu dipadukan tak akan pernah bertemu, karena keduanya memang berbeda. Bahkan selalu menimbulkan pertentangan.

Maka, bagi mereka yang merasa hal tersebut salah mengambil pemikiran Islam jalan tengah. Yang mengambil jalan antara putih dan hitam. Toleransi beragama dicontohkan dengan saling mengucapkan selamat hari raya antar agama, bersama-sama merayakan hari raya umat lainnya. Tidak ada masalah memakai atribut agama lain. Hingga merubah hukum Islam yang disesuaikan dengan perubahan zaman.

Jika pemahaman ini ada di sekolah, tak dapat disangkal para generasi akan memiliki pemahaman Islam setengah-setengah. Di sisi lain ada pemahaman yang benar. Tapi di lain sisi ada pemahaman yang sudah diubah. Sehingga, mereka tak memahami Islam secara kaffah (sempurna). Tentu hal ini sangat berbahaya.

Perubahan pemahaman terhadap Islam yang menyeluruh menjadi Islam sekadar agama ritual akan menjadikan Islam hanya di masjid. Generasi tak akan paham Islam itu sebenarnya utuh dalam segala aspek kehidupan. Bahkan mengenai bisyarah Rasul tentang kembalinya Khilafah seperti zaman Nabi, tak akan ada yang mengetahui. Atau lebih parahnya justru menjadi penentang pertama bisyarah tersebut.

Sebagai seorang Muslim yang sadar iman, tentu kita menginginkan Islam kembali menjadi nafas setiap insan. Dan menjadi panutan bagi setiap umat. Oleh karena itu, kita tak boleh diam dengan kondisi seperti ini. Atau anak cucu kita tak akan mengenal khilafah sebagaimana mestinya. Dari pada Islam setengah-setengah lebih baik Islam kaffah. Yang sudah pasti diganjar Jannah. Wallahua’lam bishowab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis