Kontrol Emosi dalam Mendidik Anak

  • Oleh: Sri Purwanti

(Founder RumBa Cahaya Ilmu, Pegiat Literasi Tanah Bumbu) 

 

Parenting – Ketika memutuskan untuk menjadi orang tua, berarti harus siap untuk belajar dan mengajar seumur hidup. Mengasuh dan mendidik anak-anak dengan sepenuh hati, sesuai dengan zamannya.

Namun, kadangkala dalam mendidik anak, kita melakukan sesuatu yang kurang tepat. Entah sadar atau tidak ketika melihat mereka melakukan kesalahan, kita menunjukan ketidaksetujuan dengan kemarahan.

Marah dalam bahasa Arab berasal dari kata ghadhab yang berarti gusar, jengkel, dan sangat tidak senang karena diri diperlakukan tidak sepantasnya. Kemarahan sebetulnya emosi yang normal selama kita mengungkapkannya dengan posistif. Mengontrol ekspresi sehingga meminimalisir dampak negatif yang terjadi.

Marah adalah reaksi yang wajar terjadi, terlebih bagi seorang ibu yang kadang penat dengan rutinitas yang terkesan monoton dan terus berulang. Mengalahkan rasa marah memang bukan hal yang mudah, namun bukan berati tidak bisa. Ketika kita marah, maka kita bisa berusaha mengontrol reaksi dari kemarahan kita, sehingga tidak meledak dan merusak kejiwaan anak.

 

Bolehkah Memarahi Anak?

Marah kepada anak diperbolehkan selama cara menunjukan kemarahan tepat. Sesekali kita memang harus menunjukan ketidaksetujuan terhadap perilaku negatif yang dilakukan anak. kondisi marah juga bisa kita gunakan untuk mengajari anak bagaimana cara mengelola amarah dengan baik.

Namun, ada beberapa hal yang harus kita hindari ketika marah kepada anak, karena emosi yang sering ditampakkan di hadapan anak akan berdampak negatif bagi psikologinya.

Bagaimana cara marah yang tepat? Ketika kita marah kepada anak, hindari reaksi fisik yang melukai, seperti memukul, menjewer maupun mencubit. Jika hal itu terjadi justru akan menimbulkan respon negatif. Anak justru berani membangkang karena merasa disakiti. Bahkan menimbulkan trauma seumur hidup.

Tidak meluapkan amarah dengan ancaman, meskipun tujuannya supaya anak tidak mengulangi kesalahan. Ancaman yang dilakukan berulang-ulang justru akan membuat anak kebal. Karena mereka masih dalam fase meniru tidak menutup kemungkinan mereka akan mencontoh apa yang kita lakukan, meluapkan kepada kawannya. Tentu hal ini bukan sesuatu yang kita inginkan.

Ketika marah hindari mengeluarkan kata-kata kotor, sumpah serapah, maupun caci maki.
hindari memarahi anak di hadapan orang lain. Hal itu kan melukai harga diri anak, membuatnya menjadi penakut dan hilang rasa percaya dirinya.

Tidak terburu-buru marah dan memberi hukuman. Akan lebih bijak jika kita bertanya dengan bahasa lemah lembut mengapa anak melakukan kesalahan, sehingga jika kondisi tersebut membuat kita marah, akan memberi efek jera kepada anak.

Sebagai orang tua kita harus menyadari bahwa anak adalah amanah dari Allah yang harus kita jaga dengan sepenuh hati. Namun, kadangkala kehadirannya justru menjadi ujian bagi orang tuanya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Anfal yang artinya: “Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang sabar” (QS al-Anfal: 28)

Rasulullah Saw. telah memberikan contoh bagaimana kita harus memperlakukan anak-anak kita. Dengan begitu anak-anak akan merasa keberadaannya dihargai sehingga akan memunculkan kepercayaan diri. Anak-anak yang terbiasa dihargai sejak kecil akan tumbuh menjadi anak yang peka terhadap lingkungan, memiliki empati yang tinggi.

Setiap orang tua tentu berharap anak-anaknya menjadi anak yang saleh, berbakti kepada orang tua dan berguna bagi umat. Hal itu tentu perlu proses panjang. Mendidiknya sejak dini dengan akidah yang kuat serta menjaganya dari sasaran kemarahan kita yang bisa merusak kesehatan mentalnya. Karena sesungguhnya setiap anak dilahirkan dalam kondisi suci, kita lah yang banyak berperan untuk memberikan warna. Semoga kita bisa mengukir warna yang indah dalam benak anak-anak kita.

Wallahu A’lam

 

[LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis