Tipis ‘Sense of Crisis’ Cacat Psikis Kapitalis

Oleh : Nurul Irma N, S. Pd

 

Lensamedianews.com— Virus Covid-19 membuat kalang kabut. Semua sektor kehidupan mengalami kelumpuhan. Tak pandang negara kaya atau miskin, merata terserang pandemi. New normal upaya yang dilakukan seluruh negara, alih-alih memulihkan ekonomi malah menambah jumlah terinfeksi kian melambung.

 

Besaran anggaran penanggulangan digelontorkan. Namun, fakta di masyarakat dana ini tak meresap hingga ke hilir. Berbagai keluhan bermunculan, dana bantuan langsung tak tepat sasaran. Hingga hampir 6 bulan pandemi melanda, tiada hasil signifikan berbagai kebijakan yang ditetapkan.

 

Viral video presiden Jokowi berpidato membuka sidang kabinet paripurna. Kekecewaan terpendar di raut wajahnya dan tersirat sederhana kata terucap.

 

Kebijakan Extraordinary dan Reshuffle, Solusikah?

 

Jakarta, 18 Juni 2020 Presiden Jokowi menumpahkan kekecewaan kinerja sejumlah menteri dan staf. Dengan cukup penekanan mengatakan saya harus ngomong apa adanya, tidak ada progres signifikan. Jangan biasa-biasa saja, jangan anggap normal. Menurut beliau kurang sense of crisis sehingga laporan masih biasa saja. Kinerja layaknya kondisi normal. Meminta untuk segera membelanjakan sehingga konsumsi akan naik dan peredaran uang akan makin banyak. (Katadata.co.id, 28/8/2020).

 

Beberapa sektor mendapat sorotan. Bidang kesehatan, dengan anggaran Rp. 75 triliun baru digunakan 1,53%. Bantuan sosial ke masyarakat seharusnya mencapai 100% namun tak terealisir. Sektor UMKM dan manufactur, pemberian stimulus tak terlaksana dengan baik, hingga berdampak gulung tikar. Dengan nada meninggi mengancam merombak kabinet (reshuffle) jika jajaran para menteri tak menciptakan kebijakan luar biasa (extraordinary).

 

Menelisik kembali saat proses pengangkatan para menteri dan stafnya. Apa yang menjadi kriteria utamanya. Bukanlah profesionalitas dan kapabilitas dalam bidangnya, mengacu pada pemerataan bagi-bagi jabatan. Bentuk balas budi atas dukungan kemenangan pemilu. Tanpa disadari menciptakan kabinet oligarki. Tertuailah hasilnya, tak satupun mampu berkontribusi dan berfrekuensi sama ketika mengatasi pandemi yang berujung krisis berkepanjangan.

 

Tidak akan pernah tercapai solusi yang memuaskan berbagai pihak. Selama kapitalis menjadi sandaran dan sistem kabinet rezim oligarki menjadi tumpuan. Kurangnya sense of crisis adalah cacat bawaan, cacat psikis kapitalis. Kebijakan yang dibuat tak bermisi melayani rakyat, melayani para kapital (pengusaha) prioritas utama.

 

Walaupun aneka kreasi kebijakan ekstraordinary terlahir dan reshuffle kabinet tersusun. Selama solusi ala sistem kapitalis yang diterapkan, akan terus terjangkit tipisnya sense of crisis bukti cacat bawaanya. Sistem hasil cetakan kepandaian manusia yang memiliki keterbatasan.

 

New Sistem Solusi Tuntas Atasi Pandemi

 

Tiada yang menandingi sistem yang berasal dari wahyu sang pencipta manusia dan seluruh alam semesta. Sistem ini telah terbukti hampir mencapai 1300 tahun diterapkan dan senantiasa membawa kegemilangan, dialah sistem Islam. Tak sekedar mengatur ibadah ritual (ibadah mahdah) semata, namun seluruh aspek kehidupan terakit ikatan kuat. Sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pergaulan, sistem sanksi. Bahkan kemudahan administrasi yang tidak hanya berlaku saat wabah melanda.

 

Khalifah sebagai pemimpin umat Islam memiliki tanggung jawab penuh dalam mengurusi dan melayani urusan umat. Dalam menjalankan tugasnya, dibantu oleh muawin yang ditunjuk langsung dengan kriteria sesuai syariat. Laki-laki, baligh, berakal, mampu dalam melaksanakan semua tugas yang diwakilkan kepadanya. Khalifah wajib melakukan pengontrolan terhadap pelaksanaan tugas muawin sehingga ia benar-benar melaksanakan tanggung jawabnya mengurusi umat.

 

Dalam memudahkan dan memberikan pelayanan secara optimal maka khalifah membuat departemen kemaslahatan umum dan mengangkat seorang direktur berkapabilitas. Departemen ini meliputi kewarganegaraan, transportasi, pendidikan, ketenagakerjaan. Dalam mengoptimalkan pelayanan dan pengurusan umat terdapat tiga poin diterapkan. Pertama, kesederhanaan aturan. Kedua, kecepatan dalam pelayanan transaksi. Ketiga, ditangani oleh orang yang professional.

 

Dalam menangani pandemi dibutuhan landasan yang sahih dalam pengambilan kebijakan dan pemimpin yang taat akan syariat. Bukanlah new normal yang dibutuhkan tetapi menerbitkan kembali new sistem, yakni sistem Islam. Waallahubishowab. [LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis