Kaum Pelangi Kian Eksis di Tengah Pandemi
Oleh: Kunthi Mandasari
(Pemerhati Remaja, Pegiat Literasi)
Lensa Media News – Beralihnya aktivitas selama pandemi ke ranah virtual tak dilewatkan oleh pendukung kaum LGBT. Termasuk berbagai aplikasi yang kini marak digunakan. Melansir dari Economic Times, para pengguna di instagram diminta memahami komunitas LGBT yang terdampak Covid-19 juga, sehingga mereka akan menghadapi beberapa tantangan terkait kesehatan mental dan kesejahteraan emosional mereka (pikiranrakyat.com, 28/06/2020).
Masih dari sumber yang sama, dukungan serupa juga seolah deras mengalir dari sejumlah perusahaan internasional, seperti Apple, Google, Facebook, Youtube, dan Unilever. Hal ini juga menunjukkan bahwa beberapa negara barat sudah menganggap LGBT sebagai hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian ditularkan kepada negara-negara timur melalui berbagai cara.
Dengan semakin gencarnya dukungan terhadap LGBT tentu harus diikuti sikap waspada. Pasalnya semenjak Covid melanda, hampir semua aktivitas dilakukan di rumah. Tentunya interaksi dengan smartphone semakin intensif. Dengan adanya dukungan dari berbagai platform aplikasi, sangat memudahkan mereka untuk menebar aksi. Semakin lama hal ini bisa menjadi sebuah opini di masyarakat. Tanpa pemahaman yang benar, lama kelamaan hal ini akan menjadi biasa dan lambat laun menerima.
Padahal keberadaan kaum LGBT tidak bisa dianggap sebelah mata. Mengalirnya berbagai dukungan kian memperkokoh keberadaan mereka. Tanpa adanya filter, siapa saja bisa terbawa arus opini dunia maya. Di mana setiap orang bebas mengakses. Terlebih ketika eksistensi kaum LGBT telah diakui secara hukum oleh berbagai negara dan mendapat dukungan secara global.
Permasalahan LGBT akan terus menjadi momok yang berkepanjangan. Selama akarnya masih dibiarkan untuk diterapkan. Yaitu sekularisme yang melahirkan kebebasan dalam segala lini kehidupan. Termasuk kebebasan dalam membuat aturan kehidupan yang menafikan keberadaan Tuhan.
Kebebasan selalu dijadikan alasan untuk mendukung eksistensi kaum LGBT. Padahal kebebasan yang mereka puja justru menjauhkan dari fitrah manusia. Kebebasan tanpa ada batas yang jelas membawa pada ketimpangan aturan. Di sisi lain, akibat berkembangnya LGBT juga membawa kerusakan moral hingga penyakit mematikan.
Islam telah mengabadikan dalam Alquran, azab bagi kaum Sodom di masa nabi Luth as. Kisah diazabnya umat Nabi Luth as terdapat dalam surat Al Anbiya: 74-75, Hud: 82-83, dan Al-Qamar: 33-38. Maka jelas, sikap Islam ialah mengharamkan adanya LGBT. Bahkan ada hukuman keras bagi pelakunya.
Proteksi secara mandiri memang bisa dilakukan. Hanya saja diperlukan pula peran masyarakat serta negara sebagai pelindung. Negara bisa mengambil langkah tegas dengan kebijakan yang dilakukan. Namun, apabila sistem demokrasi yang digunakan hasilnya sangat diragukan. Mengingat pengambilan suara berdasarkan mayoritas bukan berdasar pada kebenaran. Belum lagi hitung-hitungan untung rugi yang digunakan. Memutus keberadaan berbagai aplikasi tidak mungkin bisa dilakukan.
Maka hanya dengan mengambil Islam, LGBT bisa dihentikan. Dengan memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelakunya serta menutup segala ruang untuk mereka berkembang. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh negara. Sebuah negara yang menerapkan Islam secara total.
Wallahu’alam bishshawab.
[ln/LM]