Khilafah, Ancaman di Tengah Pandemi Atau Sebuah Solusi?

Oleh: Kunthi Mandasari

Pemerhati Remaja, Pegiat Literasi

 

 

Lensamedianews.com– Krisis besar akibat pandemi Corona sedang dihadapi oleh berbagai negara di dunia. Selama hampir enam bulan berlangsung, telah nampak kegagalan sistem politik, ekonomi dan kesehatan dalam mengahadapi pandemi. Kepala ekonom CIMB Niaga, Adrian Panggabean, melihat krisis ekonomi global 2020 ini memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan krisis 1997-1998 maupun krisis ekonomi 2008. Menurutnya, dibutuhkan solusi global untuk bisa mengatasi krisis ekonomi yang terjadi saat ini. (republika.co.id, 27/04/2020)

 

Tak ingin semakin terpuruk akibat adanya pandemi, Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa meluncurkan panel tingkat tinggi beranggotakan para ahli di bidang ekonomi, keuangan, dan kesehatan untuk membantu paa menteri, gubernur bank sentral, dan pejabat senior dari negara-negara Asia Tenggara untuk mengidentifikasi langkah-langkah pemulihan pasca pandemi virus Corona (msn.com, 11/06/2020).

 

Adapun agenda di dalam panel ini adalah mengulas pembelajaran dan berbagai langkah cepat yang diambil oleh berbagai negara dalam mengatasi dampak kesehatan, sosial, ekonomi, dan keuangan akibat pandemi Covid-19. Serta diikuti oleh para pejabat senior dari tiga perekonomian terbesar di Asia Tenggara. Salah satunya Menteri Keuangan Indonesia dan Gubernur ADB Sri Mulyani Indrawati.

 

Panel ini juga membahas mengenai prioritas jangka menengah hingga jangka panjang dari negara-negara terkait, serta membahas hal-hal terkait reformasi struktural, inovasi dalam mobilisasi sumber daya domestik, dan upaya untuk memastikan agar langkah pemulihan yang diambil dapat berkelanjutan di tengah sejumlah persoalan global lainnya.

 

Seperti diketahui, pada 13 April lalu ADB mengumumkan paket bantuan senilai US$20 miliar untuk membantu negara-negara berkembang dalam merespons dampak Covid-19. Indonesia sendiri, telah menerima bantuan sebesar US$1,5 miliar sebagai respons kontrasiklus dan hibah senilai US$3 juta sebagai dukungan tanggap darurat bagi pemerintah di sektor kesehatan. Padahal pada awal tahun lalu bukankah Indonesia telah masuk pada daftar negara maju? Lantas mengapa saat ini masuk daftar negara berkembang yang patut menerima bantuan?

 

Bantuan dana ADB tak lantas bisa menyelesaikan permasalahan dalam menghadapi Corona. Selama kebijakan yang diambil hanya mementingkan sektor ekonomi saja. Karena fokus yang harus diselesaikan adalah memutus rantai penyebaran Corona. Sehingga penderita berkurang, tenaga medis aman, pengeluaran untuk pandemi bisa ditekan serta segala aktivitas bisa kembali normal.

 

Dikemudian hari bantuan dari ADB justru akan menjadi bumerang. Dalam sistem ekonomi kapitalis hutang akan terus berkembang karena penerapan sistem ribawi. Setelah badai Corona berakhir, justru saat itulah krisis sesungguhnya baru dimulai. Pengambilan kebijakan dalam mengatasi pandemi inilah yang akan menjadi tolak ukur. Apakah negara masih bertahan dan segera bangkit atau justru semakin jatuh terpuruk. Jika untuk menangani virus Corona sudah dibebani dengan hutang. Lantas setelah pandemi ini berakhir apa yang harus kita harapkan?

 

Solusi yang ditawarkan kapitalis memang tak pernah menyentuh akar permasalahan. Yang ada justru memperburuk keadaan. Tetap mencari celah meraup keuntungan di dalam kesulitan. Maka, tak selayaknya solusi ini masih digunakan. Sudah saatnya beralih pada sistem yang membawa berkah bagi alam semesta, yaitu sistem Islam. Sistem yang datang dari Sang Pencipta. Dengan penerapan secara total dalam bingkai institusi negara yang disebut khilafah.

 

Sayangnya, masih saja muncul ungkapan yang meragukan. Bahkan dari golongan umat muslim sendiri. Orang kena Corona solusinya dikasih obat, bukan dikasih Khilafah – Ayik Heriansyah (harakatuna.com, 20/04/2020). Memang pernyataan ini tidak salah. Namun dalam sistem kapitalis adakah negara yang mengutamakan keselamatan jiwa di atas segalanya?

 

Hal ini hanya bisa dilakukan oleh Islam. Rasulullah saw bersabda:

Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

 

Hal ini diperkuat dengan firman Allah Swt.:
Jangan sekali-kali kamu mengira, Allah akan melupakan tindakan yang dilakukan orang dzalim. Sesungguhnya Allah menunda hukuman mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak (karena melihat adzab).” (QS. Ibrahim: 42).

 

Dalam Islam setiap perbuatan kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Begitupula para pemimpin yang mengambil kebijakan. Hal inilah yang membuat para pemimpin kaum muslim senantiasa berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Serta hanya bersandar pada hukum syara’. Itu pula yang dilakukan khalifah Umar bin Khattab agar mampu keluar dari krisis kelaparan dan wabah kala pemerintahannya. Wallahu a’lam bishshawab. [RA/LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis