Meraih Rupiah Dibalik Musibah
Oleh: Kamilahusin Amiluddin, S.S
(Guru, Aktivis Dakwah dan Pemerhati Generasi)
Lensa Media News – Saat ini new normal perlahan sudah mulai diberlakukan oleh pemerintah. Terhitung sejak tanggal 12 Juni 2020, dan bagi kendaraan umum atau masyarakat yang bepergian keluar kota, wajib menunjukan hasil rapid tes atau swab tes negative Covid-19, dan berbayar mahal.
Hal ini banyak membuat masyarakat merasa kecewa sebab di tengah pandemi seperti ini masyarakat sudah sangat kesulitan dengan masalah ekonomi. Mungkin dari mereka banyak yang telah diberhentikan dari pekerjaannya karena tempat mereka bekerja pun mengalami hal yang serupa dengan situasi ini.
“Contoh kasus yang terjadi di RS Universitas Indonesia salah satu yang menetapkan biaya pemeriksaan swab tes termasuk PCR mencapai Rp 1.675.000 juga termasuk biaya administrasi” (Kompas.com1/6/2020).
“Sementara itu di Makassar ada yang menjual tes swab seharga Rp 2,4 juta RS Stellamaris” (Kompas.com 21/6/2020). Dampak yang terjadi dari mahalnya biaya-biaya tes Covid tersebut seperti berita beberapa hari lalu seorang ibu yang harus merasa kehilangan bayi yang dikandungnya setelah beberapa rumah sakit menolaknya akibat tidak mampu membayar swab tes virus Covid hingga akhirnya bayi ibu tersebut meninggal (Tribunnewsmaker.com 19/6/2020).
Membaca dari beberapa fakta yang kita lihat apakah new normal yang dijalani saat ini membawa dampak yang baik bagi masyarakat? Tidak sama sekali ! Mengapa demikian?
Harusnya negara mampu menjamin kenyamanan bagi masyarakat, menjamin kehidupan menengah ke bawah yang tidak mampu untuk membayar tes swab, pemerintah segera menetapkan harga swab tes sewajarnya. Hingga tidak ada yang menjadi korban, tidak ada lagi seorang ibu yang kehilangan bayi hanya karena pemerintah tidak mampu memberi jaminan yang terbaik.
Kebijakan new normal tidak menghasilkan apa-apa selain hanya meraup rupiah demi rupiah bagi kaum kapitalis, kesehatan masyarakat tidak diprioritaskan bahkan menjadi tumbal penguasa. Ini terjadi karena kita saat ini berdiri pada sistem yang rusak yang menafikan nilai-nilai kebaikan, menghilangkan nilai-nilai syariat, hanya mementingkan untung dan ruginya saja.
Aqidah Sekulerisme yang mendasari hidup hari ini membuat manusia berfikir hanya untuk menyenangkan hajat kehidupan pribadi tanpa peduli siapapun disekitarnya. Standar Kapitalis sangat dominan dalam menilai dan menempatkan negara sebagai regulator bukan penanggung jawab (raa’in).
Dalam Islam Nabi menggunakan kata ra’in untuk pemimpin. Beliau berkata “ kullukum ra’in wa kullu ra’in mas-ulun ‘an ra’iyyatihi”. Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban kepemimpinannya di kemudian hari.
Ra’in artinya pengembala. Disini seorang pemimpin berfungsi sebagai pelayan, pemimpin, penuntun, dan sekaligus pelindung. Pemimpin sebagai pengembala adalah pemimpin yang fikirannya selalu dipenuhi oleh rasa tanggung jawab, seperti layaknya seorang gembala. Punya komitmen kepemimpinan dan komitmen tanggung jawab terhadap seluruh yang dipimpin.
Pada umumnya, dalam fikiran seorang gembala hanya ada tanggung jawab, bagaimana agar hewan gembalaanya mendapatkan rumput yang banyak hingga bisa segera kenyang dan sehat, tanpa terfikir olehnya untuk ikut pula menikmati “rumput” gembalaannya itu.
Dan juga dalam sistem Islam yang berdiri tegak atas landasan keyakinan bahwa manusia diciptakan hamba Allah yang hidupnya benar-benar mengabdi kepada Allah, beribadah hanya kepada Allah, mengemban amanah sebagai pengelola kehidupan dan termanifestasi dalam bentuk ketundukan pada aturan hidup yang diturunkan oleh Allah Ta’ala yakni syariat Islam.
Dalam Islam pun jaminan kesehatan wajib diberikan oleh negara kepada rakyatnya secara gratis, tanpa membebani apalagi memaksa rakyat mengeluarkan uang. Sebab layanan kesehatan tersebut telah dipandang oleh Islam sebagai kebutuhan dasar bagi seluruh rakyatnya.
Pada saat pandemi negara akan mengambil kebijakan dengan segera memisahkan antara yang sakit dan yang sehat, sehingga yang sehat akan beraktivitas normal tanpa takut tertular sementara yang sakit dikarantina dan diberi pengobatan terbaik oleh negara hingga sembuh. Dengan jaminan konsep kesehatan dalam Islam maka negara akan menjamin akses tes, baik swab tes maupun rapid tes secara massal dan gratis kepada seluruh masyarakat saat pandemi.
Lalu bagaimanakah posisi pemimpin negeri muslim pada hari ini? Apakah akan merasa khawtir akan kembalinya hari akhir? Hari di mana pemimpinlah yang pertama kali dihisab oleh Allah untuk mempertanggungjawabkan segala kepemimpinannya.
Wallahu’alam bisshowab.
[ry/LM]