Tepatkah Pilkada di Tengah Pandemi?

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian bertemu Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Chang-Beom, di Jakarta (8/6). Pertemuan tersebut membahas keberhasilan Korsel menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi corona. Tampaknya pemerintah belum akan menunda pelaksanaan Pilkada serentak hingga 2021.

Pilkada akan digelar 9 Desember 2020, yang berarti tahapan dimulai bulan Juni. Hal ini masih terlalu berisiko karena kurva perkembangan pandemi Covid-19 masih belum melandai. Proses pemungutan suara dan kampanye akan menyebabkan terjadinya interaksi fisik di antara masyarakat yang bisa menularkan virus.

Ditambah lagi kondisi sosial masyarakat yang belum sepenuhnya taat dalam menjalankan protokol kesehatan. Semua ini bisa memicu gelombang kedua corona. Untuk menyelenggarakan pilkada di tengah pandemi, tentunya memerlukan anggaran yang lebih besar dibanding pilkada biasanya. Karena setiap tahapan mulai dari pencalonan, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara harus disesuaikan dengan protokol kesehatan.

Saat ini pemerintah seyogianya totalitas dan fokus untuk menangani pandemi. Dana yang ada lebih baik dipakai untuk mendukung penanganan Covid-19, khususnya bantuan sosial yang dibutuhkan masyarakat. Tidak ada yang menjamin bahwa protokol kesehatan dapat menyelamatkan nyawa masyarakat yang ikut serta berpartisipasi dalam menyukseskan pilkada serentak 2020.

Jangan sampai pasca pilkada selesai banyak nyawa masyarakat yang melayang. Pilkada bisa ditunda, dan waktu bisa diganti. Tapi kematian masyarakat tidak bisa ditunda dan nyawa tidak bisa diganti. Kesehatan dan keselamatan rakyat tentunya lebih utama dibanding politik untuk mencari kekuasaan.

 

Nurul Aqidah,
(Anggota Komunitas Aktif Menulis, Bogor) 

 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis