Lemahnya Peran Negara Memicu Terjadinya Eksploitasi Buruh

Oleh: Nurul Aqidah

(Member Komunitas Aktif Menulis, Bogor)

 

Lensamedianews.com– Kabar pelarungan jenazah anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) dari kapal pencari ikan China menjadi berita viral dan trending. Namun yang terjadi bukan soal pelarungan saja. Ada dugaan telah terjadi perbudakan modern di kapal nelayan asal China terhadap sejumlah tenaga kerja asal Indonesia. Banyak laporan menyebutkan bahwa kapal-kapal China memperlakukan tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan cara tidak manusiawi.

 

Berdasarkan data yang dihimpun oleh detikcom hingga Jumat (8/5/2020). Berita mengenai pelarungan jenazah ABK WNI dari kapal berbendera China sudah tersiar sejak awal tahun 2020 ini. Hanya saja, belakangan publik Indonesia terkesiap gara-gara kasus di awal tahun itu ternyata bukan satu-satunya, diungkap oleh media Korea Selatan MBC News.

 

Ternyata ada tiga jenazah ABK WNI yang dilarung ke laut, semuanya adalah ABK WNI dari kapal Long Xing 629, meski ada pula yang sempat berpindah ke kapal lain sebelum akhirnya meninggal dunia dan dilarung ke laut. Ada satu lagi ABK WNI dari kapal Long Xing 629 yang meninggal dunia, namun tidak meninggal dunia di tengah laut melainkan di Busan, Korea Selatan.

 

Meski isu pelarungan jenazah ABK WNI sempat mencengangkan, namun sebenarnya ini bukan isu pelarungan semata, melainkan ada isu eksploitasi manusia yang mengarah ke perbudakan. Dua lembaga non-pemerintah mengadvokasi para WNI ini, yakni Yayasan Keadilan Lingkungan (EJF) dan Advokat untuk Kepentingan Publik (APIL). EJF merilis keterangan di situs mereka, Rabu (7/5).

 

EJF menduga awak senior kapal tersebut telah melakukan kekerasan fisik setidaknya kepada dua ABK asal Indonesia. Mereka bekerja 18 jam sehari, dan pada keadaan tertentu bisa bekerja dua hari tanpa istirahat. MBC News menyampaikan dalam liputan eksklusifnya, salah satu ABK mengaku bekerja 30 jam dan hanya boleh istirahat setiap 6 jam sekali. Gaji yang diterima ABK WNI pun sangat kecil.

 

Ditambah lagi ada dugaan diskriminasi. ABK WNI tidak diberi air minum selayaknya ABK China. ABK Indonesia disuruh minum air laut yang telah melalui proses penyaringan, namun efeknya membuat pusing kepala dan memunculkan dahak dari tenggorokan. Sedangkan ABK China bisa minum air mineral kemasan botol. Ketika ada ABK yang sakit, kapten kapal menolak untuk sandar ke pelabuhan supaya para WNI mendapat pertolongan medis. Kapal tetap berada di lautan selama setahun tanpa sandar di pelabuhan. (m.detik.com, 8/5/2020)

 

Kasus yang menimpa ABK di kapal China hanya menambah rentetan minimnya perlindungan negara terhadap warga yang mencari nafkah di negeri orang karena kesulitan mendapatkan pekerjaan di negeri sendiri. Padahal mereka sering disebut sebagai pahlawan devisa, namun perlindungan terhadap TKI dirasa masih sangat kurang.

 

Lemahnya pengawasan dan kebijakan pemerintah mengenai pekerja migran, serta tidak adanya sanksi tegas yang berefek jera semakin mempermudah praktik eksploitasi buruh oleh majikan. Fakta perbudakan modern atau eksploitasi manusia yang masih terus terjadi hingga kini, tentunya berawal dari cengkeraman sistem kapitalisme yang dianut sebagian besar negara.

 

Sistem yang hanya mengutamakan keuntungan belaka. Sehingga terjadi eksploitasi manusia atas manusia hanya untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik modal (perusahaan atau perorangan). Buruh atau pekerja tidak memiliki hak apapun atas nilai lebih yang dihasilkannya.

 

Adapun dalam sistem Islam, mewajibkan kepala negara untuk melindungi rakyatnya dimanapun berada. Sebagaimana hadits Rasulullah saw. yang mengatakan sesungguhnya imam/kepala negara itu adalah perisai, orang berperang di baliknya dan berlindung menggunakannya. (HR. Muslim)

 

Sehingga ketika ada dugaan perbudakan atau eksploitasi yang terjadi, maka negara akan menjadi garda terdepan dalam melindungi rakyatnya. Sejarah Islam mencatat pembelaan Khalifah Mu’tashim Billah terhadap seorang muslimah yang dirusak kehormatannya oleh Gubernur Amuria di wilayah Romawi.

 

Saat itu pasukan Islam dikerahkan untuk menggempur Amuria dan mereka berhasil menaklukkannya. Bagaimanapun, Islam melarang praktik eksploitasi buruh oleh majikan. Islam memandang baik buruh maupun majikan sama-sama tidak diistimewakan.

 

Keduanya tetap berkedudukan sebagai makhluk yang berhak memperoleh rezeki dari Allah Swt. sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing. Islam memerintahkan sikap peduli dan tolong menolong (ta’awun) artinya tidak dirugikan juga tidak merugikan orang lain.

 

Sejatinya apa-apa yang kita miliki di dunia, baik itu yang berbentuk wujud jasmani hingga materi, semata-mata adalah titipan Allah Swt. Dengan titipan itu, manusia dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Islam memiliki seperangkat solusi yang lengkap.

 

Tenaga kerja tak akan diperbudak sedemikian rupa. Apa yang menjadi kewajiban harus segera ditunaikan. Dan apa yang menjadi hak pekerja harus direalisasikan. Sebab, Islam melarang perbudakan sebagaimana Islam juga melarang menahan gaji pekerja. Rasulullah saw bersabda, “Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah)

 

Lebih dari itu, Islam memandang nyawa seorang manusia jauh lebih bernilai dari seluruh isi dunia. Sebagaimana dalam sebuah hadits disebutkan bahwa “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. An-Nasa’i)

 

Oleh karenanya, tatkala semua aturan Islam diterapkan dalam bernegara maka tidak akan ada lagi nasib-nasib tragis seperti kematian para buruh atau pekerja akibat perbudakan modern dan eksploitasi. Wallahu’alam bisshawab. [LN/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis