Kehamilan Meningkat Saat Pandemi, Masalah?
Oleh: Umi Diwanti
Lensamedianews.com— Pandemi benar-benar mengguncang dunia hari ini. Keuangan negara adidaya saja morat-marit, apalagi negara tak berdaya seperti Indonesia. Wajar jika segala upaya mengurangi pengeluaran akan digalakan. Sebagaimana halnya orang lagi kehabisan uang, semua pengeluaran berusaha dihilangkan.
Dalam kalkulasi kapitalisme, kemiskinan yang terjadi itu disebabkan jumlah manusia yang terlalu banyak, sementara alat pemuasnya terbatas. Maka solusi kemiskinan ala kapitalisme tidak jauh-jauh dari bagaimana caranya mengurangi setidaknya menghambat perkembangan jumlah manusia. Karenanya program KB dijadikan program dunia, khususnya di negeri muslim yang masyarakatnya kebanyakan memiliki banyak keturunan. Propaganda ini pun mulai berhasil. Banyak yang malu kalau anaknya lebih dari dua.
Kehamilan di Masa Pandemi Menjadi Perhatian
Paska pandemi saat himbauan untuk tinggal di rumah saja ternyata berpengaruh pada jumlah kehamilan. Sebagaimana yang terjadi di Tasikmalaya, meski menurut Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya angka kehamilan selama triwulan pertama 2020 cenderung stabil pada 6 Mei 2020 lalu. Tapi kepala dinas menduga data dan fakta bisa jadi berbeda karena kendala pemeriksaan ibu hamil di masa pandemi. Artinya angka kehamilan dipresiksi meningkat saat pandemi ini.
Hal ini ternyata membuat cemas orang nomor satu di Jawa Barat, Pak Ridwan Kamil mengeluarkan statement agar para suami jangan ‘nge-gas’. “Negatif covid tapi positif hamil. Mohon para suami rada diselowkan dulu, jangan digaskeun teuing,” tulisnya melalaui akun @ridwankamil. (suarajabar.id, 3/6/2020)
Entah ini serius atau guyonan, yang pasti ini bukan solusi. Karena masalah kemiskinan (jika ini yang dikhawatirkan) penyebabnya bukanlah karena banyaknya jumlah manusia tapi distribusi yang tidak merata. Sebab setiap makhluk jangankan manusia, hewan melata saja sudah dijamin rezekinya.
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Huud Ayat: 6)
Dalam Islam tidak ada pembatasan hubungan suami istri dan tidak ada pembatasan jumlah keturunan asalkan disertai kemampuan membimbing anak-anak tersebut dengan pendidikan yang baik. Justru terlarang bagi seorang muslim membatasi keturunan karena takut akan masalah rezeki.
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan (kamu). Kami akan memberi rizki kepada kamu dan kepada mereka.” [Al-An’aam/6 : 151]
Selain itu banyaknya jumlah kaum muslimin adalah bagian yang dibanggakan Rasulullah kelak. Hingga beliau saw pernah bersabda, “Nikahilah perempuan yang wadud, yang walud karena aku membanggakan banyaknya kalian.” (HR. an-Nasa’i)
Adapun masalah kemiskinan, Islam punya cara sendiri untuk mengatasinya termasuk saat terjadi pandemi. Bukan sekedar teori tapi sudah terbukti. Pertama, nafkah dibebankan pada kepala keluarga. Setiap laki-laki dipahamkan atas tanggung jawabnya dan akan diberikan tindakan tegas bagi yang tidak bekerja karena malas. Adapun dari segi lapangan kerja dan modal usaha, negara akan hadir sebagai penjamin ketersediaannya. Jika kepala keluarga tidak mampu maka beralih pada wali dari jalur laki-laki.
Kedua, Islam mengajarkan saling peduli. Bahkan dikatakan oleh Rasulullah tidak masuk Surga seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan. Dorongan keimanan untuk Saling bantu ini akan mengurangi adanya orang miskin yang tidak terayomi.
Ketiga, Islam mewajibkan negara untuk menjadi penanggung jawab utama terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat. Jika kepala keluarga, wali dan para tetangga sama-sama orang tak berpunya, maka negara akan langsung mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan warga negaranya tersebut dengan harta baitul maal. Sedangkan untuk pendidikan, kesehatan dan keamanan adalah tugas negara menyelenggarakannya dengan kualitas terbaik secara cuma-cuma kepada seluruh rakyatnya.
Islam mampu membangkitkan ekonomi dengan menutup sektor non ril dan mengharamkan penimbunan. Sehingga semua modal mengalir ke sektor ril dan lapangan kerja terbuka lebar. Selain itu Islam mengatur pola kepemilikan kekayaan berdasar syariat. Semua harta kepemilikan bersama seperti barang tambang akan diambil alih dan dikelola sendiri oleh negara. Hasil keseluruhan digunakan untuk keperluan masyarakat. Niscaya semua kebutuhan rakyat dapat terpenuhi dengan baik.
Sampai di sini maka angka kehamilan Meningkat itu bukan masalah, bahkan kebaikan. Sedangkan masalah kemiskinan, sudah saatnya mengambil Islam sebagai solusi. Untuk itu sepatutnya kita semua khususnya para penguasa mengkaji Islam lebih jauh lagi, agar mampu hadir sebagai pemberi solusi hakiki atas segala permasalahan umat. Bukan solusi ‘aya-aya wae‘ yang selama ini sering dilontarkan para pejabat di negeri ini. Allahu a’lam. [El/LM]