Wacana New Normal di Tengah Pandemi, Wajarkah
Oleh: Lilieh Solihah
Lensamedianews.com– Pemerintah tampaknya akan segera melonggarkan aktivitas sosial serta ekonomi dan bersiap kembali beraktivitas dengan skenario new normal. Pemerintah sudah gencar mewacanakan ini dan mulai menerapkannya pada lingkungan kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). (CNN Indonesia, 25/5/2020).
Sektetaris kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Dwi Wahyu Atmaji mengatakan skenario ini merupakan pedoman yang disiapkan agar PNS dapat bekerja optimal selama vaksin corona belum ditemukan. Beliau mengatakan waktu penerapan skenario kerja ‘new normal’ ini akan tergantung pada arahan dari Gugus fungsi Tugas covid-19.
Ketua tim pakar gugus tugas pencepatan penanganan covid-19, Wiku Adisamita mengatakan new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan covid-19. (CNN Indonesia, 25/5/2020).
Sementara Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal, menurut dia belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari. “Saya kira baru tepat membicarakan new normal ini sekitar minggu ketiga atau keempat Juni nanti maupun awal July, nah sekarang ini terlalu gegabah kalau kita bahas dan memutuskan segera new normal itu” ujar Hermawan. (Merdeka.com, Senin 25/5/2020).
Beliau juga mengatakan puncak pandemi belum dilewati bahkan kasus cenderung naik, dan dampak dari perbincangan new normal ini membuat masyarakat memiliki pandangan kebebasan tanpa melihat potensi penyebaran virus corona, jalanan kembali ramai di area publik sepert pasar, mall, aktivitas kantor industri, dan lain-lain.
Di sisi lain pemerintah belum memiliki peta jalan, seolah wacana diterapkannya new normal ini hanya mengikuti tren global tanpa menyiapkan perangkat yang memadai agar tidak terjadi masalah baru.
Tujuannya tidak lain untuk membangkitkan ekonomi namun membahayakan manusia. Alih-alih ekonomi akan bangkit, tapi justru dikhawatirkan wabah gelombang kedua mengintai di depan mata. Ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan pemerintah hanya membebek tren internasional tanpa melihat sejauh mana kesiapan internal negara. Begitulah sistem kapitalis hanya mementingkan kepentingan materi semata tanpa peduli terhadap nyawa rakyatnya.
Jika dalam Islam istilah new normal life itu tentulah kehidupan yang lebih teratur yang sesuai dengan aturan Allah, karena kehidupan yang kita jalani ini sangatlah jauh dari aturan Islam, perzinaan terjadi dimana-mana, pembunuhan merajalela, seolah nyawa tidak berharga, pelaku riba semakin banyak, kriminal semakin parah. Ini harusnya membuat kita sadar bahwa ini karena aturan yang kita pakai selama ini bukan dari sang pencipta, melainkan aturan yang dibuat oleh manusia.
Dalam menetapkan new normal ini bukan berati kita harus ikut-ikutan negara lain yang mungkin dalam mengatasi kasus virus covid-19 sudah berkurang, lockdownnya sukses, masyarakatnya pun disiplin dalam melakukan protokol kesehatan sehingga tidak bisa dipungkiri mereka telah siap untuk melakukan kehidupan yang normal.
Dalam Islam untuk mengambil keputusan harus sesuaikan standar Islam yaitu halal dan haram. Sehingga pemerintah dalam sistem Islam senantiasa memperhatikan dan mensejahterakan rakyatnya dalan segala aspek kehidupan mulai dari ekonomi, kesehatan, sosial, budaya, pemerintahan dan juga pendidikan.
Seperti halnya khilafah Umar bin Khattab dalam menangani penyaki menular thoun, dengan benar-benar mengisolasi atau mengkarantina yang sakit dan memisahkan yang sudah sehat, sehingga orang-orang yang sehat masih bisa beraktivitas, karena yang sakit atau tertular wabah penyakit benar-benar dipisah dan diisolasi ketempat yang jauh sampai sembuh.
Begitulah pemerintahan Islam ketika menghadapi wabah. Keputusan diambil dengan tepat, tegas sehingga masyarakatpun tidak bingung, karena keputusan yang diambil pastilah sesuai dengan syariat Islam. Wallahu a’lam bisshawab. [RA/LM]