Hilangnya Empati di Tengah Pandemi

Korban jiwa akibat wabah Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Di tengah kesedihan semakin banyaknya korban jiwa, ramai diberitakan penolakan pemakaman korban Covid-19 yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Salah satunya di Jatiagung, Lampung Selatan, beredar baliho mengatasnamakan warga yang menolak pemakaman korban Covid-19.

Diketahu saat ini beredar gambar banner yang bertuliskan, “Kami masyarakat Jatiagung, Lampung Selatan, menolak dengan adanya wilayah Kotabaru, Kecamatan Jatiagung dijadikan pemakaman jenazah Covid-19 (Lampost.co, 04/04/20).

Ketakutan, kepanikan dan kurangnya edukasi kepada masyarakat bisa menjadi sebab penolakan pemakaman korban Covid-19 ini. Padahal masyarakat tak perlu takut, karena pemakaman yang sesuai dengan SOP medis tidak akan menularkan virus kepada orang lain.

Sekularisme yang di dalamnya menjungjung individualisme telah lama bercokol di benak masyarakat. Sehingga tak ada lagi rasa empati. Masyarakat menjadi egois hanya memikirkan kepentingan pribadi. Padahal, menjadi korban Covid-19 bukanlah sebuah dosa atau aib.

Di dalam Islam berkaitan dengan kesehatan, tentu kehati-hatian harus merujuk kepada ahlinya, yaitu para dokter yang memang mempunyai basis ilmu kesehatan atau ahlul khubrah fit thibb. Berkaitan hal ini Grand Syekh Ke-24 Al-Azhar, Syekh Jadul Haq Ali Jadul Haq (1917-1996 M) menjelaskan, dokter merupakan bagian dari ahli zikir atau pakar dalam bidang yang menjadi konsentrasinya yang mendapatkan legalitas Alquran.

قَدْ قَالَ سُبْحَانَهُ تَعْلِيمًا وَتَوْجِيهًا لِخَلْقِهِ:فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (الأنبياء: 7). وَالطَّبِيبُ فِي عَمَلِهِ وَتَخَصُّصِهِ مِنْ أَهْلِ الذِّكْرِ، وَالْعَمَلُ أَمَانَةٌ.

Allah Swt sungguh telah mengajarkan dan mengarahkan makhluk-Nya dengan berfirman, ‘Bertanyalah kepada ahli zikir jika kalian tidak mengetahui’ (QS. Al-Anbiya: 7).

Dokter dalam aktivitas medisnya dan bidang spesialisasinya merupakan ahli zikir yang masuk dalam ayat ini. Aktivitas medisnya merupakan amanah baginya,” (Jadul Haq Ali Jadul Haq, Fatawa Al-Azhar [tentang Hukum Aborsi], Muharram 1410 H/4 Desember 1980, II/318) dan (Keputusan _Bahtsul Masail Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur tentang Covid-19, Nomor:645/PW/A-II/L/III/2020).

Sementara berkaitan dengan penguburan jenazah terjangkit Covid-19, SOP (Standard Operating Procedure) pemulasaran jenazah Covid-19 sudah disesuaikan dengan hukum positif mutakhir UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Surat Edaran Dirjen P2P Nomor 483 Tahun 2020 Tentang Revisi Ke-2 Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Corona Virus (Covid-19 secara terang-terangan menyatakan, “Penguburan dapat dilaksanakan di tempat pemakaman umum.” (SOP Pemulasaran Jenazah Covid-19, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta).

Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengatur tata cara menguburkan jenazah pasien Covid-19 dalam Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 dan edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia.

Dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19, terdapat poin bahwa pengurusan jenazah terpapar virus Corona harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat.

Terdapat empat tindakan pengurusan jenazah seorang Muslim, yaitu memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan.

Maka, selama pemulasaran jenazah Covid-19 telah dilakukan dengan benar sesuai SOP yang ada, maka tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk menolak penguburannya. Sebab rujukan sahih dalam urusan ini adalah para dokter dan tenaga medis.

Wallahu’alam.

 

Ummu Nayla

 

[el/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis