Perempuan Tak Butuh Kesetaraan Gender

Oleh: Asha Tridayana

 

LensaMediaNews— Tak disangka, di tengah wabah covid-19 yang semakin melonjak jumlah korbannya, peran perempuan masih saja dipertaruhkan. Banyak dari mereka tetap bekerja karena memang tuntutan pekerjaan ataupun keadaan yang memaksa untuk mencukupi kebutuhan hidup. Tak ada perlindungan dan nyawa pun terancam.

 

Kesibukan yang menyita waktu juga membuat kesadaraan mereka akan kesehatan sering kali terabaikan. Termasuk kesehatan reproduksi yang seharusnya mendapat perhatian khusus. Karena masa reproduksi pada perempuan dianggap sebagai momen rentan yaitu saat menstruasi, saat kehamilan dan saat menyusui.

 

Dilansir dari liputan6.com (23/03/20) bahwa Mariana Amirudin, Komisioner Komnas Perempuan menjelaskan pada masa mentruasi, tubuh perempuan memproduksi hormon yang berpengaruh pada kondisi tubuh dan perasaannya, saat melahirkan perempuan juga mengalami penurunan drastis pada kesehatan tubuhnya.

 

Apalagi masa menyusui, faktor lingkungan menjadi salah satu faktor perempuan dalam memproduksi ASI. Sehingga perempuan membutuhkan dukungan khusus dalam masa reproduksi tersebut untuk menjamin kesehatannya. Selain perkara kesehatan, perempuan juga kerap kali dihadapkan dengan bahaya kekerasan yang mengancam.

 

Dan terbukti jumlah kasus kekerasan pada perempuan terus meningkat setiap tahunnya. Dikutip dari nasional.tempo.co (06/03/20) bahwa data kekerasan terhadap perempuan di Indonesia tercatat terus meningkat dimana sepanjang tahun 2019 terjadi 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan, meningkat enam persen dari tahun sebelumnya sebanyak 406.178 kasus.

 

Dan selama lebih dari satu dekade terakhir, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen atau delapan kali lipat. Angka yang tidak sedikit, melihat saat ini begitu banyak yang menyuarakan dan membela hak-hak perempuan. Termasuk upaya meraih kesetaraan gender pun terus digalakkan. Kampanye dan berbagai kegiatan pun dilakukan.

 

Salah satunya digelar SDGs Week di Taman Budaya Kabupaten Gorontalo, pada pekan ke dua di akhir tahun 2019 yang bertema “Sustainable life for women and children”. Kegiatan ini merupakan kampanye dalam mewujudkan kehidupan berkelanjutan untuk perempuan dan anak yang dikutip dari kumparan.com (18/12/20).

 

Namun, pada kenyataannya angka kasus kekerasaan pada perempuan tidak juga mengalami penurunan, justru semakin melonjak. Upaya kesetaraan gender yang dianggap sebagai solusi segala permasalahan kesehatan dan kekerasaan pada perempuan terbukti gagal mewujudkan janjinya.

 

Bahkan memunculkan masalah baru, dimana peran perempuan dalam keluarga semakin terkikis. Terjadi perselisihan antara suami dan istri atas tugas dan tanggung jawab dalam keluarga. Belum lagi perkara mengasuh dan mendidik anak yang terabaikan karena peran seorang ibu yang tidak lagi dipahami secara utuh.

 

Karena sebetulnya bukan kesetaraan gender yang dibutuhkan oleh perempuan, namun kemuliaan menjadi perempuan yang hanya didapatkan ketika syariat Islam ditegakkan. Islam memposisikan perempuan dan laki-laki sesuai fitrahnya, tidak merendahkan apalagi menjatuhkan satu sama lain.

 

Justru saling melengkapi dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan agar perempuan dan laki-laki ridha dan menerima terhadap apa yang telah ditentukan-Nya dan melarang keduanya saling iri dan dengki atas kelebihan yang diberikan kepada sebagian yang lain.

 

Sebagaimana firman Allah SWT: “Janganlah kalian iri hati dengan apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain (karena) bagi laki-laki ada bagian yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan”. (QS an-Nisa’: 32).

 

Sehingga baik perempuan maupun laki-laki mempunyai andil dan peran masing-masing tanpa harus bersaing. Laki-laki bertanggung jawab atas pemenuhan nafkah dan sebagai pemimpin dalam keluarga. Sedangkan perempuan mengurus urusan rumah tangga termasuk pengasuhan dan pendidikan anak sehingga terbentuk generasi cemerlang.

 

Dimana masing-masing peran saling mendukung dan membutuhkan maka keharmonisan dalam rumah tangga akan terwujud. Dan syariat Islam pun telah mengatur itu semua dengan sempurna. Islam juga tidak melihat dari seberapa besar peran yang dilakukan, tetapi sejauh mana peran tersebut dilakukan sesuai dengan aturan Allah SWT sebagai bukti ketakwaan.

 

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisa : 124).

 

Selain itu, Islam juga menjamin hak-hak perempuan sebagai wujud keadilan terhadap perempuan. Bukan mengekang ataupun membatasi kebebasan, justru menjaga dan melindungi perempuan dari berbagai tindak kekerasan ataupun eksploitasi peran perempuan yang sekarang ini disuarakan sebagai kesetaraan gender.

 

Karena sejak awal pun, Islam tidak pernah melarang perempuan berkarya, bekerja di luar rumah, maupun mengembangkan potensi diri selama tugas dan tanggung jawab utama sebagai seorang istri dan ibu tidak tergadaikan dan tidak berbenturan dengan syariat Islam yang mengatur segala keistimewaan perempuan.

 

Maka dari itu, sudah saatnya mencampakkan ide-ide kesetaraan gender yang jelas tidak berasal dari Islam dan tidak akan pernah memberikan solusi bagi permasalahan perempuan. Dengan beralih kepada penerapan syariat Islam secara kaffah sebagai satu-satunya aturan paripurna yang akan menghantarkan perempuan kepada kemuliaan sehingga kehidupan perempuan terjamin dan sejahtera. Wallahu’alam bishowab. [Hw/Lm]

Please follow and like us:

Tentang Penulis