Oleh: Luthfi Almumtazah
(sebuah kontemplasi)

 

Yang biasa bertatap muka
Sekarang bertatap layar
Yang biasa berjabat tangan lalu berpeluk
Sekarang berteman obat dan selimut
Yang kemarin bercandaria
Sekarang bermandikan air mata

 

Masihkah sanggup menebar senyum
Masihkah sanggup menjelajahi jalanan
Sementara nun di sana korban berjatuhan
Bahkan dokter dan paramedis pun syahid di benteng terakhir

 

Haruskah saudaramu yang masuk ICU?
Haruskah saudaramu yang terkapar?
Sesak, susah bernapas
Lalu, sendiri meregang nyawa
Tanpa sempat dituntun mengucap talkin oleh keluarga
Sendiri menghadap Illahi

 

Jika engkau sempat melihatnya akan dibawa ke ICU
Maka itulah perjumpaan terakhir
Iya, diplastikkan, ditayammumkan
Disholatkan oleh satu dua orang
Lalu, engkau boleh menghampiri
Ketika kuburannya selesai ditutup satu meter ke atas
Sekali lagi, dia sendiri menghadap Illahi

 

Pisah raga karena beda dunia
Memang sudah biasa
Namun, pisah raga karena virus
Sungguh menyakitkan
Terlebih sebab perpisahan itu engkau
Engkau yang berkeliaran untuk kesenangan
Lalu pulang membawa virus kematian

 

Taatilah perintah Nabi
Taatilah syariat ini
Jika wabah melanda suatu negeri
Jangan pergi
Jika wabah itu di negerimu
Jangan lari
Engkau diperintahkan berdiam diri
Bukan sibuk sana sini
Biarkan medis, paramedis menangani
Marilah lebih peduli
Buang ego diri

 

Setiap yang bernyawa pasti merasakan mati
Iya, tidak ada yang bisa menghindari mati
Tapi, mati dalam keadaan tidak menaati syariat
Bahkan menentang syariat
Sungguh menyedihkan

 

Mari tingkatkan imun dan iman
Mari perbanyak dzikir
Bismillahilladzi la yadhurru ma’asmihi
syai’un fil ardhi wa laa fis sama’i
wa huwas sami’ul ‘alim

 

Tanoh Rencong, 23 Maret 2020
Pujangga Musafir Dunia

Please follow and like us:

Tentang Penulis