Dibalik Naik Kelasnya Indonesia Menjadi Negara Maju
Oleh: Astriani Lydia, SS
(Aktivis Komunitas Parenting Ibu Tangguh, Bekasi)
LensaMediaNews – Di tengah carut marutnya kondisi perekonomian Indonesia, terdengar kabar bahwa Indonesia ditetapkan menjadi negara maju. Amerika Serikat memutuskan mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) lewat Kantor Perwakilan Perdagangan atau USTR. Sebagai konsekuensinya, maka Indonesia akan kehilangan beberapa fasilitas yang selama ini didapat negara berkembang.
Pertama, Indonesia tidak akan menerima fasilitas Official Development Assistance (ODA). Melalui fasilitas ini, Indonesia sebagai negara berkembang bisa mendapatkan suku bunga rendah sebesar 0,25 persen ketika menarik pinjaman. Namun, sebagai negara maju Indonesia harus mengikuti ketetapan suku bunga yang berlaku di pasar keuangan global. “dengan perubahan status ini mereka bisa saja semakin agresif karena treatment nya bukan lagi negara berkembang tapi negara maju,” ujar Ekonom UI Fithra Faisal (CNNIndonesia,25/02/2020).
Kedua, Indonesia akan kehilangan Generalized System of Preferences (GSP). GSP adalah fasilitas bea masuk impor terhadap produk ekspor negara penerima yang diberikan oleh negara maju demi membantu ekonomi negara berkembang. Negara berkembang diberikan toleransi thresholds de minimis subsidi atas barang Impornya ke AS sebesar 2 persen. Sedangkan negara maju toleransinya akan lebih rendah yaitu satu persen.
“Artinya, negara berkembang boleh mensubsidi harga barang yang mereka jual ke AS sebesar dua persen dan negara maju hanya boleh mensubsidi maksimal satu persen,” jelas Wakil Ketua Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani. Ia berpendapat perubahan status Indonesia hanya berlaku di WTO. Pengaruhnya hanya pada thresholds de minimis subsidi impor, bukan pada fasilitas sistem tarif preferensial umum (GSP) dalam bentuk keringanan bea masuk AS.
Berbeda dengannya, Ekonom Indef Bhima Yudhistira menduga, tujuan kebijakan itu untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan AS. Mengutip CNN, neraca perdagangan AS defisit sebesar US$ 616,8 miliar pada 2019.
Indonesia, sambung Bhima, menjadi salah satu negara yang menyumbang defisit pada perdagangan AS. Maklumlah, AS tercatat tekor US$ 9,58 miliar dalam perdagangan dengan RI di tahun lalu”. Jadi ini satu paket, bahwa tujuan akirnya mengurangi defisit perdagangan dengan Indonesia, arahnya kesana,” imbuhnya. (CNN, Indonesia. 25/02/2020).
Dengan adanya pernyataan tersebut, maka sudah sepatutnya Indonesia waspada, bukan berbangga. Karena kebijakan AS tersebut justru akan membuat perdagangan Indonesia menurun bahkan merugi disertai bunga utang yang membengkak.
Label negara maju dan berkembang adalah alat politik AS untuk meningkatkan pemasukan negaranya dari perdagangan luar negeri. Jika parameter negara maju dilihat dari angka pengangguran yang rendah, pendapatan per kapita tinggi diatas 10,726 US Dollar per tahun, laju pertumbuhan hidup rendah, tingginya kesadaran keluarga berencana, penundaan usia nikah, kemajuan teknologi fasilitas kesehatan.
Kemudian, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin cepat dan pesat, industri dan jasa menjadi sektor perekonomian utama, menghargai waktu dan kesetaraan gender dijunjung tinggi, serta parameter lainnya, maka sesungguhnya Indonesia masih belum memenuhi kriteria tersebut. Sangat jelas bahwa pengelompokkan negara maju dan berkembang ditentukan oleh penguasa peta perpolitikan global yang parameternya berdasarkan sistem ekonomi kapitalis.
Di dalam Islam, suatu negara harus tampil sebagai negara yang bukan hanya maju, tetapi juga memiliki kekuatan dan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan perekonomiannya. Sistem politik ekonomi Islam mengharuskan negara mengoptimalkan potensi yang dimilikinya baik dari sektor industri berat maupun ringan, pertanian, perkebunan, kelautan, barang tambang, dan sebagainya.
Negara pun akan memutus ketergantungan investasi negara lain. Masuknya investasi dan dominasi asing di pasar dalam negeri, jelas menjadi sarana penjajahan yang paling efektif dan membahayakan perekonomian suatu negeri. Dengan mekanisme politik ekonomi Islam maka negara akan mengatur seluruh aset yang dimilikinya secara optimal untuk sebesar besar kemakmuran rakyat dan mewujudkan izzul Islam wal muslimin.
Wallahu a’alam bish shawab.
[ry/LM]