Potensi Pasal Titipan
Pasal 170 dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menuai kontroversi publik lantaran secara terstruktur menyatakan pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk mengubah undang-undang melalui peraturan pemerintah (PP). Kegaduhan ini ditanggapi oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, sebagai salah ketik.
Menyambung dalih tersebut, Menko Polhukam, Mahfud MD, menganggap bahwa kekeliruan dalam sebuah rancangan UU bukan hal aneh. Karena itulah rakyat diberi kesempatan untuk memantau di DPR, termasuk memantau naskahnya. Lewat kesempatan itu, rakyat menjadi tahu kalau ada kesalahan dan memberikan saran perbaikan. Dalam hal redaksional, bila ada yang tidak pas, maka diperbaiki agar tepat.
Berbeda pendapat, Peneliti Pusat Studi konstitusi Universitas Andalas, Charles Simabura, menuturkan bahwa harus dibedakan antara kesalahan ketik dengan ketidakcermatan dalam menggarap substansi. Menurutnya, salah ketik itu kalau ‘undang-undang’ jadi ‘udang-udang’, kurang kata ’wajib’ atau ’dapat’ misalnya. Namun, kalau yang keliru adalah sebuah naskah yang sudah jelas maknanya, itu bukan lagi kesalahan ketik.
Lebih jauh, publik bisa berasumsi bahwa ada apa-apa dengan pasal tersebut. Apakah termasuk kemungkinan pasal titipan. Mengingat, tim penyusunnya didominasi oleh stakeholder pengusaha. Alhasil, buruh juga mengkritiknya.
Potensi pasal titipan sendiri sudah pernah disinggung Mahfud MD sebelum menjadi menteri. Maka, menjadi wajar ketika publik mendapati pasal-pasal aneh lalu menganggapnya berpotensi titipan yang keburu ketahuan. Hal ini menunjukkan betapa terbatasnya sifat manusia. Lemah, cenderung manipulatif, dan terkadang enggan mengakui kesalahan. Terlebih untuk hal-hal yang berkaitan dengan asas kepentingan politis dan material.
Oleh karena itu, penting sekiranya bagi penguasa untuk tidak meremehkan amanah mengurus rakyat. Tersebab keterbatasan sebagai makhluk, pemerintah seyogianya bersikap cermat dan hati-hati dalam berucap dan bertindak. Sehingga, jika tidak ingin berpolemik dengan aturan manusia, bukankah lebih afdhal mengambil aturan dari Al-Khaliq, Sang Maha Sempurna?
Ilmi Mumtahanah
Konawe, Sulawesi Tenggara