Jangan Sekadar Menolak RUU Cilaka
Oleh: Umi Diwanti
(Revowriter Kalsel, Pengasuh MQ. Khodijah Al-Kubro)
LensaMediaNews – Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan (RUU Cilaka) dalam Omnibus Law menuai pro dan kontra. Banyak pihak menilai RUU ini tak layak untuk digodok apalagi sampai menjadi produk hukum nasional yang berlaku di Indonesia.
RUU Cilaka ini akan menyasar 1.239 pasal yang terdapat di 79 UU berbeda. Pemerintah membagi 11 klaster dalam aturan sapu jagat itu, antara lain penyederhaaan perizinan yang merombak 50 UU dengan 782 pasal terkait, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, hingga kemudahan berusaha dan lainnya.
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono berpendapat RUU Cilaka yang pembahasannya tidak melibatkan aspirasi publik ini tidak layak dilanjutkan. Sebab isinya jelas-jelas menguntungkan investor. Contohnya dalam tambang mineral dan batubara, royalti dihilangkan hingga nol persen. Sementara izinnya bisa hingga seumur tambang.
Beliau juga mengingatkan agar kebijakan dan perundang-undangan itu mengutamakan kedaulatan negara, keselamatan rakyat dan lingkungan. “Jangan sampai negara yang kita cintai ini, dari Negara Kesatuan Republik Indonesia justru berubah menjadi Negara Kesatuan Republik Investor (NKRI)”, kata Kisworo (jejakrekam.com, 9/2/2020).
Penolakan ini sangat beralasan sebab dari isinya, jelas nantinya akan membuat celaka rakyat jelata. Para korporasi akan semakin leluasa menjarah kekayaan alam negeri ini. Sementara ketersediaan lapangan kerja yang selalu dijadikan alasan dibukanya keran investasi sama sekali tidak terbukti. Angka pengangguran malah semakin tinggi.
Sebagaimana yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa perkembangan pengangguran dari Augustus 2018 ke Agustus 2019, naik 50 ribu orang. Bukan angka yang kecil. Semula 7 juta menjadi 7,05 juta orang. Dan menurut Kepala BPS Suhariyanto rata-rata jumlah pengangguran tak pernah turun di bawah angka 7 juta (cnnindonesia, 5/11/2019).
Sementara jumlah investasi pun dikabarkan terus meningkat. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan realisasi investasi pada triwulan III 2019 mencapai Rp 601,3 triliun. Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 283,5 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebanyak Rp 317,8 triliun. Meningkat 12,3% dibandingkan tahun 2018 (katadata.co.id, 4/11/2019).
Lihatlah bagaimana data menujukan realita pembukaan lapangan kerja melalui keran investasi hanya teori semata. Bahkan di tahun-tahun terakhir secara kasat mata pun kita bisa menyaksikan bagaimana para investor Cina tak hanya menanamkan modal tapi membawa serta bahan/alat serta tenaga kerja langsung dari Cina. Jika demikian, cipta lapangan kerja bagi siapa yang dimaksudkan?
Untuk itu rakyat tak boleh diam. Jangan teralihkan apalagi terbungkam oleh berbagai isu yang beredar. Baik masalah Corona maupun kasus korupsi di sana sini. Semuanya harus terus dikawal. Kita harus lantang menyuarakan bahwa ini adalah sebuah kezaliman yang nyata.
Di sisi lain, umat juga harus semakin sadar terhadap beberapa hal. Pertama, RUU Cilaka ini sama sekali tidak melibatkan suara umat. Maka jelaslah klaim demokrasi bahwa kedaulatan di tangan rakyat hanyalah jargon tanpa isi. Hanya digunakan untuk meraup suara rakyat saat diperlukan saja. Realitanya aturan yang lahir tidaklah berpihak pada rakyat melainkan pada para pemilik modal atau investor.
Kedua, bahwa UU yang bisa bikin celaka seperti RUU Cilaka ini memang sangat produktif dilahirkan dari rahim sistem sekuler. Saat agama (Islam) ditolak sebagai sumber hukum maka manusialah yang diberikan hak membuat aturan. Padahal manusia pasti akan berbuat dan membuat sesuatu sesuai kepentingannya.
Maka tak heran jika UU yang dibuat rezim hari ini pun sarat kepentingan pribadi, golongan bahkan pihak yang telah membantunya dalam meraih jabatan. Jauh dari memikirkan rakyat. Bahkan tak segan jika pun harus menginjak-injak hak rakyat.
Berbeda jika negara menjadikan Islam sebagai pijakan seluruh aturan. Semua akan digali dari ayat-ayat mulia Al-Qur’an dan hadist mulia Rasulullah saw. yang bebas dari kepentingan individual.
Oleh karena itu, kita harus menyadari urgensi kita hari ini tak cukup hanya sekedar menolak RUU Cilaka, tapi juga harus menolak atau tepatnya membuang jauh sistem sekuler yang hari ini (mau diakui atau tidak) sedang dijalani. Sebab sistem itulah yang menjadi gerbang masuknya berbagai UU yang kerap mencelakai rakyat.
Segera kembali pada Islam, sebuah aturan hidup yang bersumber dari Allah Sang Pemilik Jagat Raya. Zat yang Maha baik dan tak pernah pilih kasih. Niscaya semua aturan yang lahir darinya akan menjadi rahmat bagi semuanya.
“Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam.” (TQS. Al-Anbiyâ’/21:107).
[lnr/LM]