Potret Kemiskinan di Negeri Tercinta

Oleh: Yanik

(Komunitas Setajam Pena)

 

LensaMediaNews – Kemiskinan adalah keadaan saat ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.

Seperti dilansir DetikNews.com, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat angka kemiskinan pada September 2019 mencapai 9,22 persen. Angka ini turun 0,19 persen poin terhadap Maret 2019 dan menurun 0,44 persen poin terhadap September 2018. Sementara jumlah penduduk miskin pada September 2019 tercatat 24,79 juta orang. Angka tersebut turun 0,36 juta orang terhadap Maret 2019 dan menurun 0,88 juta orang terhadap September 2018 (29/01/2020).

Dalam menghitung angka kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan dan bukan makanan).

Namun, meskipun secara total kemiskinan turun, tapi masih ada permasalahan tingginya disparitas kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan masih tinggi. Persentase kemiskinan di kota pada September 2019 tercatat 6,56 persen, sedangkan persentase kemiskinan di perdesaan mencapai 12,60 persen. Meski demikian, kemiskinan masih tetap ada di tanah air. Masih ada warga negara yang hidup di dalam kemiskinan. Mereka sampai kesulitan atau bahkan tak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Mirisnya, saking sulitnya mereka sampai-sampai tinggal di tempat tak layak.

Pada masa pemerintahan sekarang, kebijakan ekonomi pemerintah semakin jauh keberpihakannya pada rakyat. Berbagai subisdi yang sangat dibutuhkan rakyat satu persatu mulai dikurangi dan dicabut. Pada Januari 2020, pemerintah mencabut subsidi listrik 900 volt ampere (VA) Rumah Tangga Mampu (RTM). Jadi, tarif listrik golongan pelanggan itu akan disesuaikan dengan golongan pelanggan non subsidi. Begitu pula Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pun dicabut. Jaminan kesehatan yang diklaim bisa melindungi rakyat rentan miskin ini ternyata justru jadi pemalak rakyat. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen tentu berdampak pada kondisi ekonomi rakyat. Rakyat dikejar pajak, Hal ini membuktikan untuk pengentasan kemiskinan di sistem demokrasi hal yang mustahil.

Ternyata Bank Dunia menyatakan, meski pemerintah telah berhasil menekan angka kemiskinan di bawah 10 persen, sebanyak 45 persen atau 115 juta penduduk Indonesia masuk dalam kategori rentan bisa kembali masuk dalam kategori miskin. Apa yang dilakukan pemerintah dan Bank Dunia hanyalah otak-atik angka kemiskinan di atas kertas saja. Padahal isinya tak sesuai fakta. Agar 115 juta orang tersebut tak jatuh miskin, maka pemerintah membangun infrastruktur dan mengundang investor asing. Izin usaha dipermudah, yang artinya kontrol pemerintah makin lemah. Secara teori, seharusnya pengangguran turun. Tapi nyatanya, PHK dimana-mana (katadata.co.id, 02/02/2020).

Tolok ukur sejahtera itu sederhana. Tak perlu angka-angka yang membingungkan dan menyesatkan. Cukup dilihat pada realita di lapangan, berapa orang yang belum tercukupi kebutuhan primernya, yaitu sandang, pangan dan papan. Berapa orang yang tak bisa makan tiga kali sehari secara layak, berapa orang yang bajunya tak layak, berapa orang yang tak punya tempat tinggal. Jumlah mereka semua itulah kemiskinan yang riil. Untuk memperoleh datanya, penguasa memang harus turun ke masyarakat. Melakukan sensus secara rutin, jujur dan berkesinambungan. Sehingga didapat data yang valid. Data ini gunanya adalah untuk evaluasi efektivitas program pengentasan kemiskinan, bukan untuk pencitraan.

Berbeda halnya dengan pemerintah sekarang yang bisa dilakukan hanya menurunkan angka kemiskinan, bukan mengentaskannya secara total. Mengapa demikian? Karena sistem kapitalis hanya berpihak pada si pemilik kapital/modal besar. Ditambah lagi kebijakan privatisasi yang merupakan sebuah keniscayaan di sistem kapitalis. Bidang-bidang strategis yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, dialihkan ke swasta. Akibatnya layanan kesehatan, pendidikan dll menjadi mahal bahkan tak terjangkau oleh masyarakat bawah. Sehingga di era kapitalisme ini, yang kaya akan menjadi semakin kaya, yang miskin akan semakin miskin. Pengentasan total kemiskinan massal di era kapitalisme akan menjadi impian semata. Begitulah potret kemiskinan di negeri tercinta saat ini.

Islam adalah sistem hidup yang sahih. Islam memiliki cara yang khas dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Syariat Islam memiliki banyak hukum yang berkaitan dengan pemecahan masalah kemiskinan; baik kemiskinan alamiah, kultural, maupun struktural. Namun, hukum-hukum itu tidak berdiri sendiri, tetapi memiliki hubungan sinergis dengan hukum-hukum lainnya. Jadi, dalam menyelesaikan setiap masalah, termasuk kemiskinan, Islam menggunakan pendekatan yang bersifat terpadu.

Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk tentu menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah saw. bersabda:
Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis