Kampus Merdeka Otonomi ala Korporasi
Oleh : Isnawati
LensaMediaNews – Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi diri. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan serta keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat adalah cita-cita. Kini tujuan yang mulia itu sedang dikokohkan untuk diliberalisasi.
Pengokohan arah pendidikan menuju liberalisasi sejalan dengan program Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Program baru untuk perguruan tinggi (PT) yang disebut dengan kampus merdeka setelah merdeka belajar. Peluncuran kebijakan kampus merdeka disampaikan di Gedung D Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat , 24 Januari 2020.
Kampus merdeka berwujud sebuah kebebasan untuk bekerja sama dengan bermacam-macam lembaga dalam membuka prodi (program studi). Perusahaan multinasional, start up, BUMN sampai organisasi dunia seperti PBB pun bisa ikut menyusun kurikulum program studi baru tersebut.
Kemerdekaan itu juga berupa kebebasan dalam menentukan program studi sesuai kebutuhan, menentukan kurikulum bersama industri dan asing, dan SKSnya dapat ditempuh dengan kuliah magang di industri. Menurut Mendikbud tujuan dari program-program tersebut untuk melepaskan belenggu kampus agar lebih mudah bergerak dan berbadan hukum (Tirto.id ,25/1/2020).
Logika PT berbadan hukum yang dinilai baik harus dicermati. Otonomi yang bertumpu pada potensi dan kemampuan kampus untuk memperoleh pendapatan akan menghadirkan komersialisasi dalam dunia pendidikan. Bagaimana cita-cita pendidikan bisa terwujud sedangkan PT berlomba-lomba untuk mengelola pendanaannya bahkan mencari dananya sendiri?
Badan hukum sesungguhnya bentuk lepas tanggung jawab negara pada dunia pendidikan. Otonomi dalam dunia pendidikan sejatinya untuk menjauhkan tanggung jawab negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Upaya mengombinasikan antara pengalaman, pengetahuan dan keahlian pada PT terus digaungkan. Output dicetak menjadi tenaga yang siap kerja secara akrobatik. Padahal kesalahan dalam menentukan arah dan tujuan dari pendidikan salah pula dalam menentukan akar masalahnya.
Banyaknya angka pengangguran lulusan PT dituding karena kesalahan dalam memobilisasi keilmuan. Mereka menganggap kapabilitas penalaran tidak berkembang karena kurangnya wawasan lain diluar ilmu yang ditekuni.
Fakta, orientasi pendidikan untuk menghasilkan intelektual menuju perubahan dan kemajuan sudah tersandera sejak runtuhnya khilafah. Diperparah ketika Indonesia menjadi salah satu negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian liberalisasi perdagangan di tahun 1995, termasuk perdagangan jasa pendidikan. Pendidikan merupakan cakupan dari 12 perdagangan jasa dalam General Agreement on Trade Inservice (GATS). Dari sinilah WTO menempatkan pendidikan sebagai salah satu sektor tersier yang harus diliberalisakan.
Alhasil mahasiswa sebuah PT hanya untuk menjadi budak-budak korporasi yang individualistik dan tak peduli pada umat. Program kampus merdeka atau merdeka belajar mengubah tanggung jawab negara menjadi hanya sebagai regulator.
Berbeda pendidikan dalam khilafah, Khilafah menjadikan pendidikan sebagai metode menjaga ideologi dan tsaqofah di hati generasi muslim. Pendidikan steril dari unsur komersial di semua jenjang. Negara bertanggung jawab penuh kepada umat untuk menunaikan kewajiban dalam menuntut ilmu. Negara juga berperan memberikan pelayanan gratis dan berkualitas.
Pelayanan yang diberikan dalam negara Khilafah mengacu pada kesederhanaan aturan, cepat dan profesional. Hubungan pemerintah dan rakyat adalah hubungan pelayanan dan amanah. Sumber dana untuk pelayanan pada rakyat dihasilkan dari harta milik negara dan hasil pengelolaan harta milik umum.
Fenomena pendidikan hari ini penuh dengan masalah. Solusinya hanya satu kembali pada syari’ah Islam secara total dalam bingkai khilafah rosyidah. Khilafah akan mencetak generasi pejuang, cerdas dan berkepribadian mulia.
Maju dan mundur suatu negara tergantung pemuda dan remajanya. Mereka adalah tulang punggung, penerus estafet perjuangan agama dan bangsa. Seorang pujangga Mesir mengungkapkan dalam syair indahnya berkata :
” Sesungguhnya ditangan pemudalah letaknya suatu umat, dan di kaki merekalah terdapat kehidupan umat.” (Syekh Mustofa Al-Ghalayaini).
Wallahu a’lam bish showab.
[ry/LM]