Bukan Salah Reynhard Saja
Oleh: Salma Banin
(Aktivis Mahasiswa)
LensaMediaNews – Begitu mencengangkan, mengejutkan dan membuat bulu roma bergidik. Beritanya menjadi headline media-media di seantero Inggris dan Eropa. Pun di Indonesia, penduduknya dibuat gempar lantaran seseorang yang berprestasi di bidang pendidikan namun punya cara yang ‘tak biasa’ untuk memenuhi nafsunya. Ia adalah mantan mahasiswa doktoral yang telah menyelesaikan tiga gelar masternya, ‘berhasil’ menggagahi tak kurang dari 195 lelaki dengan terlebih dahulu melumpuhkan mereka lewat minuman yang dicampur obat bius jenis GHB. Parahnya, ia tak pernah absen merekam aksinya dalam telepon genggamnya yang menjadi pintu terbukanya kasus mengerikan ini.
Reynhard Sinaga (RS) menghebohkan jagat maya sebab kasusnya yang dinilai para ahli sebagai kejahatan seksual terparah se-Inggris Raya, bahkan dunia. Tak hanya itu, sikapnya selama persidangan sejak 2 tahun silam itu juga menjadi catatan tersendiri bagi penyidik dan publik, menggelitik para peneliti untuk lebih mendalami pribadi RS yang diduga mengidap kelainan jiwa dan terindikasi sebagai seorang psikopat.
Ribuan video hasil kejahatannya tersimpan rapi dalam laptop dan puluhan telepon genggam miliknya. Kepolisian Manchester sendiri menyebutnya setara dengan 1500 keping DVD dengan ukuran lebih dari 3 Terrabyte. Tidak hanya itu, RS tak segan membagikan pengalaman bermalam dengan korban kepada teman dekatnya yang ia akui sebagai hubungan suka sama suka, sebagaimana yang selalu ia nyatakan baik saat diinterogasi maupun saat dikunjungi oleh KBRI di sana.
Sakit Menahun
Kondisi ini sangat mengerikan bagi para korban, pun bagi publik Inggris secara umum meskipun mereka menggunakan asas liberalisme dalam kehidupannya. Perilaku nista ini sangat tidak bisa diterima nalar sehat manapun. Bahwasanya perlu untuk dipahami bersama bahwa dampak ini bukanlah datang tiba-tiba, pun tentang permasalahan personal semata.
RS adalah satu di antara berjuta orang ‘sakit’ yang berkeliaran di tengah-tengah kita, tanpa disadari. Kesakitan yang dimaksud tentu bukan perkara fisik maupun kemampuan kognitif seseorang, sebab RS lolos dari tuduhan semacam itu. Penyakit yang lebih berbahaya adalah menyangkut moralitas yang kian hari semakin tak dianggap penting oleh individu, masyarakat, maupun negara.
Secara individu, manusia kini lebih senang mengejar pernak-pernik kemewahan fisik dibanding menghiasi diri dengan kepribadian yang memesona. Pun masyarakat kita, cenderung menghormati orang-orang dengan harta dan tahta, dibanding para pengabdi yang memilih hidup sederhana. Hal ini didukung pula oleh kebijakan pemerintah di bidang pendidikan terutama, yang lebih memilih berorientasi kepada pasar dan sekularisme, disamping menerapkan agama secara integral dalam segala aspek kehidupan.
Hasilnya? Produksi dan prestasi akademik yang menjulang tak seimbang dengan kualitas memanusiakan manusia, ketakwaan pada Sang Pencipta, empati, sikap saling menjaga dalam kebaikan. Semua itu sangat langka ditemukan pada generasi kita. Sebabnya adalah Allah tidak lagi menjadi Dzat yang ditaati dan ditakuti, padahal itu adalah rem utama bagi kita dalam melanggar hak-hak sesama manusia. Menghamba kepada nafsu dan uang adalah penyakit kekinian yang harus segera dicerabut jika ingin benar-benar mencegah munculnya RS atau yang serupa.
Obat Bagi Semua
Bagi masyarakat Islam yang merupakan mayoritas di negeri ini, syariah yang terangkum sempurna dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya adalah rahmat bagi seluruh semesta, ibarat mata air bagi sesiapa saja yang kehausan, obat bagi segala jenis penyakit dan solusi bagi setiap permasalahan yang berkaitan dengan manusia, alam semesta dan kehidupan baik dari skala kecil, menengah, maupun besar.
Secara historis pun sudah tak diragukan lagi, kehidupan Islam telah berhasil mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan menuju cahaya selama kurun 13 abad lebih. Toleransi dan kesejahteraan merata bagi semua warga tanpa memedulikan apa agama yang dianutnya. Para Khalifah berhasil memperlakukan rakyatnya setara manusia dengan naluri dan kebutuhan jasmani yang masing-masing perlu dipenuhi secara layak.
Islam berjaya dengan ketundukan pada Tuhan, bukan mempertuhankan kedudukan sebagaimana yang diajarkan oleh ideologi kapitalisme yang bersumber dari paham liberalisme. Manusia secara fitrahnya adalah lemah dan terbatas, tak mampu merumuskan aturan yang adil maupun sesuai bagi manusia dimanapun dan kapanpun ia hidup. Sebaliknya, ideologi Islam mampu dan akan kembali menyelesaikan problematika dunia sebagaimana yang termaktub dalam ayat-ayat suci-Nya Yang Mulia.
Wallaahu’alam.
[hw/LM]