Polemik Sebuah Penghargaan

Oleh : Isnawati

 

LensaMediaNews –  Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, memberikan penghargaan kepada salah satu tempat pariwisata, yakni diskotek Collosseum, Jakarta. Jenis penghargaan yang diberikan adalah penghargaan Adikarya Wisata. Penghargaan tersebut diberikan berdasarkan tiga alasan yakni dedikasi, kinerja dan kontribusi terhadap pariwisata Ibu kota. (CNBC Indonesia, 16 Desember 2019)

Pemberian penghargaan ini menuai pro-kontra. Sejumlah pihak tidak sepakat dengan penghargaan itu, sebab pernah ada penemuan penyalahgunaan narkoba di diskotek tersebut.

Laporan tersebut langsung dari BNNP (Badan Narkotika Nasional Provinsi ) DKI Jakarta yang telah berujung pencabutan pada penghargaan diskotek Collosseum. Penghargaan diskotek diberikan karena faktor ketidakcermatan tim dalam memberikan penilaian. Padahal berdasarkan APBD. jakarta.go.id yang diakses Vivanews, Rabu 18 Desember 2019, penilaian diskotek sudah menelan anggaran 2.220.834.973 termasuk program pembinaan dan pengembangan industri pariwisata. Pencabutan penghargaan diskotek Collosseum menimbulkan kegaduhan, berbagai pendapat bermunculan termasuk dari warganet.

Warganet juga ikut menantang, yaitu untuk segera menutup operasional Collosseum kalau memang diskotek Collosseum dinyatakan sebagai ladang jual-beli narkoba. Tentu tantangan ini sulit bahkan tidak mungkin dilakukan. Kehadiran hiburan malam dilindungi dan diatur dalam undang-undang sehingga keberadaannya legal. Hadirnya semua jenis kemaksiatan yang meresahkan, tidaklah menjadi pertimbangan. Pesan bahwa berbagai kemaksiatan dan pesta pora serta hura-hura didukung dan difasilitasi oleh negara sangat nampak, sebagai hak asasi.

Kapitalisme Sekularisme yang dianut negeri ini menanamkan untuk selalu menghitung untung dan rugi dalam membuat kebijakan. Pahala dan dosa hanyalah kata-kata saat digunakan sebagai pemanis dalam meraih sebuah tujuan. Seperti yang terlihat dalam peraturan perundang-undangan Pergub no 18 tahun 2018, peraturan tersebut sekilas nampak bagus, tapi utopis dilakukan. Tiga hal yang tidak boleh dilanggar menurut Undang-undang yaitu penggunaan narkotika, perjudian dan prostitusi, tetapi tanpa landasan takut kepada Sang Pencipta tidak mungkin bisa diterapkan. Ketiga hal yang dilarang tersebut adalah bunganya yang menjadikan suasana semarak dan memanggil banyak pengunjung.

Ramainya pengunjung berarti telah berkontribusi dalam mempromosikan tempat hiburan, baik kepada wisatawan domestik maupun mancanegara. Keberadaan tempat hiburan merupakan sumber pendapatan negara, khususnya bagi pemerintah daerah.

Melihat dari sisi manfaat inilah mengapa tempat hiburan digenjot sedemikian rupa tanpa mengindahkan halal-haram. Sebagai penyumbang terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan batubara, tempat hiburan dianggap telah terbukti mampu memberikan dampak yang signifikan secara langsung. Dampak tersebut dapat dilihat dari menurunnya defisit neraca perdagangan, jasa dan pendapatan atau yang disebut defisit transaksi berjalan. Tempat hiburan sangat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.

Melalui sektor yang paling cepat dalam memberikan manfaat inilah upaya terus dilakukan, termasuk memberikan sebuah penghargaan. Penghargaan diberikan sebagai apresiasi terhadap kontribusi yang sudah diberikan pada negara. Jadi siapapun pemimpinnya selama regulasi yang ditegakkan berdasarkan kapitalisme sekularisme maka religiusitas negeri ini tidak bisa diwujudkan. Pemberian award akan terus berlanjut walaupun bertentangan dengan norma adat bahkan agama sekalipun.

Berbeda dengan negara yang menerapkan Islam dalam khilafah, sama sekali tidak akan pernah memberikan tempat beroperasinya diskotek atau tempat hiburan. Apalagi tempat hiburan yang memanggil semua jenis kemaksiatan. Islam sangat melarang, walaupun memberikan sumbangan pajak dan menarik devisa dari wisatawan mancanegara. Perbedaan tujuan utama mengakibatkan perbedaan kebijakan antara kapitalisme dan Islam.

Dalam negara khilafah tempat hiburan tidak menjadi sumber pendapatan negara, tapi sebagai sarana dakwah dan propaganda. Sebagai sarana dakwah maksudnya tempat tersebut berpotensi menumbuhkan dan bahkan meningkatkan keimanan pada Sang Penciptanya. Menjadi sarana propaganda maksudnya sebagai sarana membangun keyakinan akan keagungan dan kemuliaan Islam. Alhasil suasana keimanan terjaga bukan untuk membiayai perekonomian negara.

Untuk membiayai perekonomian negara, khilafah mempunyai aturan sendiri, khas dan unik. Sumber itu dari pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Ditambah lagi sumber yang lain seperti zakat, jizyah, kharaj, fai dan ghanimah hingga dhariba, tentu sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam Islam.

Inilah gambaran Islam dan peradabannya, sehingga tidak mudah diombang-ambingkan kepentingan, religiusitas dirasakan, ketenangan dalam hidup terwujud. Berkah dengan syariah dan khilafah mewujudkan rahmatan lil alamin pasti terwujud.

Jika zina dan riba telah merebak di suatu negeri, maka sesungguhnya mereka sedang mengundang adzab Allah.” ( HR. Hakim no. 2261 )

Wallahu a’lam bis swab.

 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis