Tanpa Junnah, Darah Kaum Muslimin Terus Tertumpah
Oleh: Sartinah
(Pegiat Opini, Member Akademi Menulis Kreatif)
LensaMediaNews— Kaum muslim terus berkawan dengan derita. Berbagai peristiwa tragis seolah enggan pergi dari wajah Islam dan kaum muslim. Sebagaimana derita yang dialami kaum muslim Palestina, Suriah, Rohingya, Uighur, Kashmir, serta negeri-negeri muslim lainnya di seluruh dunia. Hingga kini, mereka terus mengalami tindakan tak berperikemanusiaan. Mirisnya, meski air mata dan darah telah banyak tertumpah, tetapi tak jua mengetuk rasa empati para penguasa negeri muslim.
Bungkamnya suara para penguasa muslim ditengarahi adanya pertimbangan ekonomi, politik dan kebijakan luar negeri (Tempo.co, 24 Desember 2018). Hegemoni negara Cina terlalu kuat atas negeri-negeri muslim termasuk negeri ini. Sehingga, tidak ada satu pun para penguasanya yang mampu membebabaskan kaum muslim Uighur dan muslim negeri lainnya dari penderitaan yang tidak bertepi.
Tak sampai di situ, Cina disebut telah berupaya membujuk sejumlah ormas Islam agar tidak lagi mengkritik tindakan persekusi terhadap muslim Uighur. Berdasarkan laporan the Wall Street Journal (WSJ) yang ditulis Rabu (11/12), memaparkan bahwa Cina mulai menggelontorkan sejumlah bantuan dan donasi terhadap ormas-ormas Islam setelah isu Uighur kembali mencuat ke publik pada 2018 lalu. (CNN Indonesia, Kamis, 12/12/2019)
Jeratan utang berkedok investasi membuat mulut para penguasa muslim membisu, sehingga enggan mengkritik kebiadaban rezim komunis Cina. Terlebih, setelah suksesnya proyek OBOR dalam menyeret negeri-negeri muslim untuk ikut terlibat di dalamnya. Hal ini semakin membuat para penguasa muslim kehilangan wibawa di hadapan rezim komunis tersebut. Alhasil, jangankan mengirimkan pasukan untuk membebaskan saudaranya yang terzalimi, sekadar mengutuk pun lisan mereka menjadi kelu.
Sejatinya, penderitaan dan kezaliman yang menimpa kaum muslim di seluruh dunia disebabkan ketiadaan junnah yang melindungi harta, jiwa dan harga diri kaum muslim. Sehingga darah kaum muslim terus saja ditumpahkan dengan murah. Bahkan, umat Islam kini telah kehilangan gelar sebagai umat terbaik.
Di samping itu, virus nasionalisme telah berhasil memecah belah kesatuan umat Islam menjadi negeri-negeri kecil yang sangat lemah. Sekat nasionalisme pula yang akhirnya mengikis ukhuwah Islam di antara sesama muslim. Sehingga secara perlahan kaum muslim semakin kehilangan empati terhadap derita saudaranya yang lain.
Nestapa kaum muslim di seluruh dunia termasuk etnis Uighur tidak akan pernah berakhir, selama kapitalisme –yang menjadi jalan masuknya neoimperialisme– masih diemban dan diagungkan. Demikian juga dengan sekat nasionalisme yang menjadi pengikis ukhuwah sesama muslim. Derita kaum muslim hanya bisa diakhiri jika telah hadir sebuah negara yang benar-benar menjadi junnah atas harta, jiwa, dan kehormatan kaum muslim.
Namun, perisai tersebut tidak mungkin ditemui dalam sistem dunia saat ini yang diskriminatif terhadap umat Islam. Sistem yang telah mengaborsi rasa kemanusiaan para penguasanya, yakni sistem kapitalisme sekuler. Perisai kaum muslim yang hakiki hanya ada dalam sistem Islam, yakni khilafah. Khilafah akan menjaga kaum muslim dari berbagai bentuk kezaliman. Dan yang akan menghilangkan hegemoni kaum kafir atas kaum muslim.
Sebagaimana dapat kita saksikan dalam sejarah kegemilangan Islam di masa lalu. Dimana Rasulullah Saw telah mengerahkan pasukannya untuk menyerang dan mengepung Bani Qainuqa, demi membela harga diri seorang muslimah dari pelecehan. Juga bisa disaksikan bagaimana kepedulian Khalifah al-Mu’tashim Billah dalam membela kaum muslim. Khalifah memimpin pasukannya untuk menyerang Romawi demi menyelamatkan seorang muslimah yang dilecehkan di Amuriah. Bahkan dalam pertempuran tersebut, sang khalifah berhasil menewaskan tiga ribu tentara Romawi.
Saatnya kaum muslim bangkit dari buaian nasionalisme dan cengkeraman imperialisme gaya baru untuk kembali pada Islam. Sebab, hanya dengan penerapan Islam secara kaffah dalam kehidupan, jerit tangis dan tumpahnya darah kaum muslim bisa diakhiri. Selain itu, keberkahan sebagai hamba Allah benar-benar akan dirasakan dalam naungan Islam. Wallahu a’lam. [Hw/Lm]