Demi Hajat Hidup Orang Banyak, Haruskah Berorientasi Keuntungan?
Oleh: Nurul Aqidah
(Muslimah Ideologis, Bogor)
LensaMediaNews— Wakil Presiden Ma’ruf Amin memberikan sambutan dalam Konferensi Sanitasi dan Air Mineral Nasional 2019 di Hotel Kempinski, Jakarta, Senin (2/12). Dalam kesempatan itu, Ma’ruf Amin sempat menyinggung tarif air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang terlalu rendah.
Menurut Ma’ruf Amin rendahnya tarif tersebut menjadi salah satu penyebab PDAM mengalami kerugian. Penentuan tarif PDAM sering bersifat populis bahkan politis. Artinya keputusan penetapan tarif tersebut tidak ditentukan berdasarkan perhitungan keekonomian (kumparan.com, 2/12/2019).
PDAM merupakan salah satu unit Badan Usaha Milik Daerah, yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi masyarakat umum. PDAM terdapat di setiap provinsi, kabupaten, dan kotamadya di seluruh Indonesia. PDAM merupakan perusahaan daerah sebagai sarana penyedia air bersih yang diawasi dan dimonitor oleh aparat-aparat eksekutif maupun legislatif daerah (id.m.wikipedia.org).
Sebagai sebuah perusahaan, tentunya PDAM pun memiliki beberapa tujuan tertentu yang ingin dicapai. Namun, salah satu tujuan yang akan selalu ada pada setiap perusahaan adalah mendapatkan keuntungan. Setiap perusahaan diharapkan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi. Suatu perusahaan harus berada dalam keadaan menguntungkan (profitable).
Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sangat sulit bagi perusahaan untuk tetap berdiri. Sehingga ketika rendahnya tarif dianggap menjadi salah satu penyebab PDAM mengalami kerugian, maka keputusan sepihak dengan menaikkan biaya tarif bisa diambil oleh suatu perusahan tanpa mempertimbangkan keadaan masyarakat.
Dalam sistem ekonomi kapitalis saat ini, perusahaan yang mengurusi hajat hidup orang banyak tidak cukup hanya dengan memenuhi kebutuhan publik semata, namun berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Sedangkan dalam sistem Islam, segala sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak adalah bagian dari kepemilikan umum, yang wajib dikelola oleh negara. Oleh karena sumber daya alam adalah pemberian Allah kepada manusia secara umum untuk dijaga dan dilestarikan demi kepentingan bersama, bukan untuk dikomersialisasikan.
Rujukan dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi: “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal yaitu air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah).
Dalam hadits tersebut sangat jelas bahwa kepemilikan umum seperti air, rumput dan api tidak boleh dikuasai oleh individu, swasta apalagi asing. Kepemilikan umum harus dikelola oleh negara yang mewakili rakyat dan hasilnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Selama pengelolaan sumber daya alam didasarkan pada aturan kapitalis buatan manusia, pasti hanya akan berorientasi mencari keuntungan, maka tidak akan banyak manfaat dan keberkahan bagi masyarakat.
Maka dari itu demi kemaslahatan bersama, mari kita bersegera melaksanakan dan menerapkan seluruh aturan Allah dalam syariat Islam. Karena Islam hadir tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Akan tetapi Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problematika kehidupan termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam.
Allah SWT berfirman: “Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) Alquran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (TQS An-Nahl ayat 89). Wallahu a’lam bish-shawabi [LN/LM]