Kartu Pra Kerja, Hidup Lebih Layak?

Oleh: Silvi Ummi Azyan

(Member Pena Muslimah Bogor)

 

LensaMediaNews – Dilansir dari sejumlah media guna menyelesaikan problematika pengangguran di Indonesia. Presiden Joko Widodo akan kembali mengeluarkan kartu sakti untuk membantu masyarakat Indonesia guna mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Salah satunya adalah kartu pra-kerja. Kartu pra-kerja adalah kartu bantuan pelatihan vokasi yang akan diberikan kepada pencari kerja, pekerja buruh aktif dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk meningkatkan kompetensi (Kompas 5/12/2019).

Senada juga Menteri Kordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko-PMK), Muhadjir Effendy, Kartu Pra Kerja dibagikan kepada para pengantin baru yang masuk kategori miskin. Sejalan dengan program sertifikasi nikah dari Kementrian Agama. Begitupun para pekerja yang kena PHK dan para pencari kerja, akan diberi kartu tersebut (Surabaya.tribunnews.com 30/11/2019).

Problematika tak berkesudahan negeri salah satunya adalah pengangguran. Saat ini sudah mencapai 7 juta pengangguran. Berjalan lurus dengan meningkatnya angka kemiskinan, telah melahirkan 22 juta masyarakat yang kelaparan. ini akan dibagikan kepada 2 juta penganguran yang akan di upgrade skill-nya bagi yang ingin bekerja. Juga suntikan modal bagi yang ingin berwirausaha. Nah, klo yang mendapatkan hanya 2 juta bagaimana dengan yang 5 juta?

Realisasi kartu pra kerja akan melibatkan pihak swasta dan kementrian lain. Bisa dipastikan akan semakin ruwetnya dalam pengaturannya. Penerapan sistem kapitalisme telah mewujudkan keuntungan setinggi-tingginya untuk kepentingan pribadi. Masihkah bisa dikatakan bahwasanya kartu pra kerja untuk kehidupan lebih layak. Sementara kapitalisme ini sendiri adalah biang kerok seluruh problematika.

Hutang semakin menggunung yang menghasilkan berbagai agenda investasi asing diberbagai wilayah negeri. Yang hal ini justru menghadirkan berbagai permasalahan baru lagi semakin parah. Legalisasi tenaga asing oleh pemerintah, transportasi budaya yang semakin tak terbendung. Pergaulan bebas, LGBT, Pedofilia, narkoba dan sebagainya. Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang nyaris defisit setiap tahunnya. Sehingga menuntut pemerintah berupaya untuk menanggulangi ini dengan dengan menaikkan pajak disemua lini. Semakin komplit sudah penderitaan rakyat untuk hidup dari kata layak.

Hidup layak dan sejahtera merupakan dambaan setiap umat manusia. Sebab, tujuan, hidup di dunia adalah mendapatkan kebahagiaan hidup. Pandangan terhadap kesejahteraan termasuk cara untuk meraihnya sangat tergantung dari sudut pandang manusia terhadap kehidupan ini. Ide kapitalisme dan sosialisme suatu ideologi yang menempatkan capaian materi, sebagai unsur mendasar bagi kebahagiaan. Sosialisme juga terbukti gagal dalam mewujudkan kesejahteraan dengan masyarakat satu kelas yang membawa kepada kebijakannya tangan besi penguasanya. Kapitalisme juga terpampang nyata kegagalan dalam melayakkan manusia untuk hidup sejahtera.

Berbeda dengan Islam nyata memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi tiap individu dan masyarakat. Baik berupa pangan, pakaian, dan papan, serta lapangan pekerjaan. Islam mewajibkan dan memberikan dorongan spiritual kepada laki-laki agar bekerja untuk mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan tanggungannya. Mewajibkan kepada sanak kerabat yg hidupnya sudah melebihi standar untuk menanggung saudaranya yang tidak mampu, bahkan tetangga juga punya kewajiban terhadap tetangga lainnya. Sekaligus negara menjadi benteng penjaga dan penjamin atas kelayakan kesejahteraan rakyatnya.

Suatu ketika Rasulullah bergegas setelah salat Ashar, melangkahi pundak orang- orang menuju kamar istrinya, setelah kembali Beliau saw bersabda:

Aku bergegas dari shalat karena aku ingat suatu lantakan emas yang masih tersimpan di rumah kami. Aku tidak suka jika barang itu menahanku, maka aku memerintahkan (kepada istriku) untuk membagi-bagikannya”. (HR. Bukhori)

Teladan telah diberikan uswatun khasanah kita Rasulullah Muhammad SAW. Bagaimana seorang pemimpin menjadi pelayan umat. Begitu juga setelah masa beliau para Khulafaur rasyidin dan juga para khalifah selanjutnya. Ketika negara memang tidak mempunyai kas lagi untuk menolong orang yang kekurangan, maka kewajiban ini kembali berasli ke umat Islam yang mempunyai kelebihan harta. Berkata Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya, Al-Muhalla (4/281) “Orang-orang kaya ditempatnya masing-masing mempunyai kewajiban menolong orang-orang fakir dan miskin, dan pemerintah pada saat itu berhak memaksa orang-orang kaya (untuk menolong fakir-miskin)”. 

Demikianlah Islam menjamin kehidupan rakyatnya dengan kesejahteraan dengan layak.

Wallahu’alam bishowab.

 

[el/LM]

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis