Mekanisme Syar’i Negara Mengatur Ekonomi

Oleh: Keni Rahayu, S.Pd

(Ibu Muda dan Penggerak Remaja)

 

LensaMediaNews – BPJS kesehatan tak pernah habis untuk dibahas. Kali ini, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto meminta layanan yang ditanggung BPJS Kesehatan dibatasi hanya pada pelayanan dasar. “Kan ini namanya limited budgeting kok diperlakukan unlimited medical services. Itu jelas akan menjadikan pengaruh yang sangat besar,” ujar Terawan (Tempo.co, 30/11/19)

 

Sumber Masalah

BPJS mengalami masalah bertubi-tubi. Anggaran defisit adalah yang terbesar. Solusi pun tak sedikit yang digagas. Namun bukan selesai, permasalahan BPJS semakin menjadi-jadi.

Sejatinya, akar permasalahan BPJS adalah karena negeri kita bersandar pada ideologi kapitalisme. Semua hal dipandang sebagai lahan bisnis, termasuk kesehatan rakyat.

Pelayanan kesehatan bergantung pada biaya premi yang dibayarkan. Semakin mahal iuran, semakin berkualitas fasilitas yang didapatkan. Jenis obat, layanan kamar, lama waktu menginap, semua bergantung kelas BPJS yang diikuti. Peran negara sebatas mengantarkan klien kepada perusahaan (dalam konteks ini adalah instansi BPJS).

BPJS diserahi amanah untuk “mengurusi” kesehatan rakyat. Padahal, sebenarnya tugas itu adalah tugas negara. Setelah rakyat diserahkan kepada BPJS, negara berlepas tangan.

Tidak ada yang dilakukan negara kecuali legalisasi terhadap langkah yang diambil oleh BPJS. Apapun keputusannya, semua terserah perusahaan. Negara siap memberikan “tok” tanda keputusan telah sah.

 

Mari Beralih ke Islam

Rasulullah saw. bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah.” [HR. Muslim]

Kesehatan dalam Islam adalah sesuatu hal yang sangat vital. Tubuh yang bugar akan lebih maksimal dalam beribadah. Tubuh yang sakit akan melaksanakan ibadah dengan rukhsah. Penguasa dalam negara Islam, tau akan hal itu.

Itulah sebabnya, adalah salah satu hak rakyat yang dijamin oleh penguasa. Penguasa wajib menyediakan fasilitas kesehatan bebas biaya (murah) seperti rumah sakit, obat-obatan, sosialisasi kesehatan, serta menjamin makanan halal dan tayib.

Selain itu, swasembada pangan dan distribusi merata juga termasuk sebagai program wajibnya. Negara berusaha sekuat tenaga menyediakan biaya sebesar-besarnya demi mewujudkan kesehatan masyarakat.

Para penguasa (dalam negara Islam) mengambil SDA milik negara, dikelola sendiri (dengan memberdayakan tenaga rakyat), kemudian diambil hasilnya. Selain itu, negara juga mendorong rakyatnya yang kaya untuk berinfaq, bersedekah, dan membayar zakat mal. Kemudian negara mengelolanya, dan hasilnya dijadikan sumber APBN. APBN dikelola berdasarkan syariat Islam, lalu didistribusikan kepada umat sesuai ketentuan dan kebutuhan.

Kehidupan negara berasaskan Islam pasti berjalan sesuai fitrahnya. Karena pertama, hidup di dalamnya kumpulan individu yang bertakwa. Kedua, kontrol masyarakat sebagai kepanjangan tangan individu bertakwa menjadi filter penguasa menentukan kebijakannya.

Kemudian, kumpulan individu bertakwa duduk di kursi-kursi jabatan memenuhi amanah kerakyatan. Inilah menjadi landasan, ketiadaan maksiat yang sistematis dalam negara Islam.

Tak hanya kesehatan, pendidikan, pangan, papan, keamanan, semua adalah hak rayat yang dijamin oleh penguasa. Semua itu membutuhkan biaya yang tak sedikit. Oleh sebab itu, diperlukan mekanisme syar’i yang dijalankan oleh khalifah demi memenuhi semua kebutuhan warga negaranya tak pandang suku, agama, dan ras.

Wallahu a’lam bishowab.

 

[el/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis