Di Balik Konsistensi Rezim pada UU Ormas

Oleh: Sofiyah Manaf

 

LensaMediaNews— Melanjutkan proyek sebelumnya, di periode kekuasaannya yang kedua ini rezim lebih jor-joran lagi dalam proyek deradikalisasi. Baru-baru ini Menteri Komunikasi dan Informatika Jhonny G Plate mengatakan, ada 12 kementerian dan lembaga negara bekerja sama meluncurkan platform portal aduan radikalisme bagi ASN. Hal ini dianggap sebagai bentuk konsistensi rezim dalam menjalankan Perppu Ormas yang tahun 2017 telah disahkan menjadi UU ormas. (viva.co.id, 16/11/2019)

 

Proyek ini diklaim sebagai bentuk penjagaan terhadap eksistensi NKRI. Telah disiapkan sanksi tegas sebagaimana yang dilakukan Plt Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) yang telah memberi sanksi disiplin berupa pencopotan jabatan atau non job terhadap ASN-nya yang mengunggah konten pro khilafah di media sosialnya. (cnnindonesia,16/10/2019).

 

Apakah benar dengan membersihkan ASN dari paham radikal akan membuat NKRI membaik? Mari kita cermati. Pertama, secara umum terpampang dengan sangat jelas bahwa, permasalahan negara yang sangat menonjol sebenarnya adalah mental dan budaya korupsi. Yang makin hari makin sulit tertangani, dan makin besar jumlahnya. Seperti kasus Desa Siluman yang baru-baru ini terjadi.

 

Maka harusnya UU dan berbagai perangkat yang diciptakan terlebih dahulu adalah yang mampu membersihkan seluruh pemerintahan dari praktek korupsi. Buka portal pengaduan korupsi dan siapkan tim penyelidik paten untuk setiap kasus korupsi. Lalu jatuhkan sanksi yang menjerakan pada setiap pelakunya tanpa pandang bulu. Dijamin akan sangat signifikan memberikan perbaikan pada bangsa ini.

 

Kedua, pemasangan portal pengaduan ASN radikal tanpa disertai kejelasan defenisi radikalisme itu sendiri justru akan menimbulkan masalah baru. Memicu rakyat untuk saling mengadu bahkan untuk sekedar menguntungkan kepentingan individu. Jelas hal ini akan menjadi benih perpecahan yang justru akan memperburuk kondisi persatuan bangsa ini.

 

Ketiga, fakta yang ada menunjukan bahwa proyek deradikalisasi hanya ditujukan pada Islam. Khususnya Islam politik. Sebab jika yang dimaksud radikal adalah adanya tindakan kekerasan atau pemikiran yang berpotensi memecah NKRI, kenapa OPM tak pernah dijaring dengan proyek ini. Padahal jelas secara fisik mereka brutal dan secara pemikiran mereka terang-terangan minta berpisah dari NKRI.

 

Pada realitasnya proyek deradikalisasi ini justu membidik dakwah khilafah yang jelas-jelas adalah ajaran Islam. Padahal dalam UUD 45 pasal 29 ayat 2, negeri ini menyatakan mengakui dan menjamin setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.

 

Bagi muslim, agama Islam bukan sekedar panduan ibadah dan tuntunan akhlak. Tetapi sebagai akidah atau pandangan hidup yang darinya dibangun seluruh peraturan hidup. Mulai dari tata cara bangun tidur sampai bangun negara. Dari aturan mengurus jenazah sampai mengurus sumber daya alam. Dan untuk melaksanakannya Islam perlu diinternalisasi dalam aturan kenegaraan yang dalam fiqh Islam disebut khilafah. 

 

Maka jika umat Islam mendakwahkan ide khilafah tentu saja bukan perkara salah. Apalagi dakwah hanyalah seruan buat kiran, bukan paksaan apalagi kekerasan. Siapa yang menerima silakan, siapa yang menolak pun tak akan diapa-apakan. Lagi pula selama ini gerakan dakwah khilafah sama sekali tidak berkolerasi pada semakin hancurnya kondisi dalam negeri. Lalu kenapa seluruh kekuatan rezim dikerahkan untuk membasmi ide yang sebenarnya justru menawarkan solusi bagi negeri?

 

Rekaman vidio Pak Din Syamsuddin yang saat ini tengah viral cukup mampu menjawab semua itu. Saat diwawancara dalam salah satu acara TV swasta, beliau mengatakan dengan gamblang, bahwa proyek deradikalisasi ini adalah proposal pesanan Bush (saat masih menjabat sebagai presiden AS) di kunjungannya yang kedua di Bogor. Dan ini merupakan keberlanjutan dari proyek “war on terrorism”. Dengan tegas beliau menyatakan yakin bahwa deradikalisasi ini adalah program luar, bukan cara Indonesia. (https://youtu.be/bahgFh1tNX8)

 

Sedangkan AS adalah negara pengusung ideologi sekuler kapitalis yang sangat berambisi menguasai dunia dan sangat membenci Islam. Maka sangat wajar jika proyek deradikalisasi sejatinya bukanlah untuk menjaga NKRI. Melainkan alat bagi Barat untuk perang melawan Islam politik. Yang dengan khilafah nya merupakan rival utama ideologi setan yang mereka emban.

 

Oleh sebab itu, sebagai penguasa seyogyanya kembalilah pada fitrah sebagai penguasa. Sebagai sebaik-baik pelindung bagi seluruh rakyat. Berpihaklah pada Islam dan kaum muslimin. Niscaya seluruh umat akan mendapat kebaikan dan rahmat. Jangan pernah condong pada musuh-musuh Allah dan menjalankan segala program titipan mereka. Semua akan ada balasannya!

 

“(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS. An-Nisa’: 139) [El/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis