Oleh: Bella Dinar Lestari

(Ibu Rumah Tangga)

 

LensaMediaNews – Terulang lagi, terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Pada saat memasuki musim kemarau, Indonesia seakan sudah menjadi langganan karhutla.

Dilansir dari merdeka.com, Kepala BNPB Letjen Doni Monardo mengatakan, ” Hingga tanggal 31 Agustus 2018, jumlah lahan gambut yang terbakar sangat besar. Dari data Januari hingga Agustus 2019, BNPB mencatat kebakaran pada lahan berhutan seluas 328.724 hektare, 27 persen di antaranya, atau 89.563 hektare di antaranya adalah lahan gambut. Lahan gambut yang terluas terbakarnya, itu ada di Riau. Mencapai 40 ribu hektare”.

Sejumlah masyarakat mengeluhkan penyakit pernafasan yang diakibatkan dari asap ini. Selain itu, jarak pandang pun menjadi berkurang. Sehingga mengganggu aktifitas masyarakat, beberapa sekolah diliburkan dan penerbangan di bandara ditunda bahkan dibatalkan. Belum lagi banyak binatang yang kehilangan tempat tinggalnya atau bahkan mati karena ikut terbakar. Kerusakan lingkungan dan kerugian yang harus ditanggung oleh banyak pihak sudah cukup jelas memperlihatkan bahwa pembakaran hutan dan lahan ini adalah kejahatan besar.

Sudah menjadi rahasia bersama, bahwa karhutla lebih banyak diakibatkan oleh tangan manusia. Membakar hutan diasumsikan sebagai solusi dalam menekan biaya pembukaan lahan yang akan dijadikan lahan pertanian. Aktor utama dalam karhutla ini tidak jauh dari korporasi. Penegakan hukun bagi korporasi yang sudah terbukti bersalah pun seakan tidak pernah berefek jera, sehingga karhutla berulang terjadi.

Pada zaman Neoliberal saat ini sungguh telah menciptakan manusia-manusia seperti zombie yang tidak terkendali sehingga tega untuk memangsa manusia yang lain untuk menuntaskan hasrat keserakahannya terhadap materi.

Karhutla harus segera diakhiri karena bukan hanya berbahaya dan merugikan, hal ini juga akibat penguasa abai terhadap syariat Allah. Pengaturan kehidupan yang berdasar pada sistem Neoliberal, telah nyata mengakibatkan kerusakan.

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia, Allah menghendaki agar manusia merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (TQS. Ar-Ruum [30]: 41)

Solusi tambal sulam yang kenyataannya tidak dapat memutus permasalahan karhutla ini secara mendasar. Akar permasalahan yang belum tersentuh, sehingga permasalahan cabang terus bermunculan dan berulang kali terjadi. Hal ini karena permasalahan karhutla ini bukan permasalahan kasuistik, namun sudah sistemik. Sehingga pemecahan permasalahannya pun harus bersifat sistemik.

Islam sebagai tuntunan hidup bagi seluruh manusia, ternyata telah secara paripurna memiliki aturan hidup. Islam, telah memiliki aturan yang membagi kepemilikan menjadi tiga jenis, yaitu kepemilikan pribadi, umum dan negara. Hutan dan lahan gambut yang memiliki fungsi vital dan berpengaruh kepada banyak orang termasuk kepada kepemilikan umum. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya, “Manusia itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api”. (HR Abu Dawud dan Ahmad). Oleh karena itu, haram hukumnya untuk seseorang atau segelintir orang memiliki kekayaan ini, seperti yang terjadi sekarang.

Sudah sangat nyata kerusakan yang telah diakibatkan oleh aturan yang dibuat manusia saat ini. Sudah saatnya kita kembali kepada aturan Islam, yang diciptakan oleh sang pemilik seluruh kehidupan yaitu Allah SWT. Janji Allah terhadap negeri yang mau untuk menerapkan syariat-Nya tidaklah main-main. Baldatun Toyyibatun Wa Rabbun Ghafur yang menjadi impian setiap negeripun akan terwujud. Seperti firman Allah berikut ini :
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-araf : 96)

Wallahu’alam bish-shawab.

 

[LS/Ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis