Liberalisasi Generasi, Akankah Bisa Berhenti?

Oleh: Arin RM, S.Si

 

LensaMediaNews – Liberalisasi sepaket dengan liberalisme, suatu paham dan tradisi yang mengusung kebebasan dan persamaan hak bagi setiap individu di dalam masyarakat. Paham liberal pada awalnya tumbuh di dalam sistem demokrasi dan disinyalir pertama kali muncul di Barat. Seiring disebarkannya demokrasi ke seluruh negeri-negeri muslim, maka paham ini pun mulai menjamur di berbagai negeri.

Namun sayangnya, paham liberal yang dibawa oleh liberalisme menjadi tantangan tersendiri bagi umat untuk mempertahankan ajaran syariat agama Islam. Karena pegiat liberalisasi dalam pemikiran keagamaan di Indonesia kini sudah tak terbendung lagi, semakin banyak dan semakin berani. Perpanjangan tangan mereka selalu ada, seolah tak pernah berhenti menjalankan agenda liberalisasi dari hari ke hari.

Disadari atau tidak, saat ini konsep liberal semakin kuat menancapkan diri. Beberapa pekan ini publik sempat dihebohkan oleh adanya disertasi yang dinilai melegalkan zina, lantaran mengusung gagasan kebolehan seks nonmarital yang dilakukan berdasarkan kesepakatan dan dilakukan di tempat tertutup. Setelahnya pada level remaja kembali dihantam dengan trailer film meminjam baju santri, namun justru menunjukkan gaya hidup dan perilaku tidak sejalan dengan kebiasaan santri.

Semuanya terjadi bukan tanpa kebetulan. Sebab strategi liberalisasi untuk menjauhkan umat dari Islam dilakukan secara rapi dan terencana, setidaknya melalui tiga cara: Pertama, membangun kerangka hukum yang liberal. Di antara upaya ini adalah dengan mengajukan aturan hukum dengan muatan yang bertentangan dengan syariat Islam dan berpotensi merusak tatanan sosial serta keluarga muslim. Aroma gender, kebebasan, dan sejenisnya selalu diselipkan di balik manisnya draft yang diajukan. Bahkan upaya amar ma’ruf pada anak sendiri agar patuh mengenakan identitas Islamnya pun hendak diusik lantaran dinilai bertentangan dengan hak asasi masing-masing individu.

Strategi kedua, kaum liberalis terus berusaha membongkar pemikiran Islam dan sebaliknya menyerukan ide liberalisme. Salah satu contohnya adalah kemunculan beberapa orang yang berani menuding bahwa di dalam Alquran terdapat ayat-ayat setan. Terbaru adanya kriminalisasi dan pencitraan negatif terhadap ajaran Islam, hingga pada akhirnya dieleminasi dari pelajaran terkait di sekolah.

Strategi ketiga, agenda liberalisme dilakukan melalui penyebaran budaya dan gaya hidup liberal. Contohnya adalah merebaknya gaya hidup hedonis yang mengusung kebebasan seksual. Awalnya gaya hidup sejenis ini hanya ditunjukkan oleh beberapa oknum ataupun tokoh film luar yang didatangkan ke negeri ini. Kemudian atas nama kekaguman pada sosok idola, gaya hidup mereka ditiru seketika tanpa difilter dengan agama. Hasilnya terlihat dari maraknya pacaran dan hal yang terkait yang begitu diminati generasi.

Bidikan liberaslisasi pada generasi yang tak pernah berhenti ini mengisyaratkan adanya kebencian terhadap Islam. Musuh Islam sama sekali tak menginkan kebaikan bagi Islam. Mereka dengan cerdas membajak kemuliaan Islam di masa depan dengan menjauhkan generasinya dari Islam. Sehingga mereka tak berhenti mencetak generasi muslim liberal yang akan mereka benturkan dengan generasi muslim fundamental. Terpecah menjadi generasi liberalis dan fundamentalis.

Bahkan Barat telah memiliki kriteria tersendiri terkait fundamentalis ini. Richard Nixon telah menulis sebuah buku yang berjudul Seize the Moment. Dalam buku tersebut Nixon memberikan lima kreteria seorang fundamentalis Muslim. Pertama: Orang yang membenci Barat. Kedua: orang yang berpendirian bahwa Islam adalah agama dan negara. Ketiga: orang yang ingin melaksanakan syariat Islam. Keempat: orang yang ingin membina kembali peradaban Islam. Kelima orang yang beranggapan bahwa penyelesaian bagi Umat Islam adalah dengan kembali kepada masa lampau (Islam yang benar). (Hidayatullah.com, 24/10/03)

Pemahaman yang bisa ditarik dari kriteria di atas adalah orang yang tidak fundamentalis bagi Barat adalah orang Islam yang meninggalkan syariat Islam, tidak fokus dengan masalah umat Islam, dan tidak bercita-cita membangun kembali kegemilangan Islam. Sebab, bagi Barat yang imperialistik, Islam akidah dan syariahnya dipandang sebagai ancaman. Jika akidah dan syariah Islam tegak di muka bumi, maka dominasi Barat otomatis akan goncang.

Oleh karenanya, generasi muslim haruslah menyadari adanya agenda yang berbahaya ini. Kemudian menyiapkan kemampuan untuk menghalau ide liberal yang terus menderas dengan jalan menguasai pemahaman Islam dengan benar. Menyelam jauh ke dalamnya ilmu dan realitas penerapan Islam, hingga bisa merasakan keindahannya. Sebab jauhnya generasi muslim dari Islam adalah sumber kelemahan. Ibarat ikan, semakin jauh dari air maka tidak akan bisa bertahan. Jadi, jika tanpa persiapan generasi yang paham Islam secara terencana, akankah liberalisasi bisa dihentikan?

 

[LS/Hw]

Please follow and like us:

Tentang Penulis