Film Sarana Dakwah dan Edukasi
Oleh: Kamila Amiluddin
(Guru dan Pemerhati Anak, Member Akademi Menulis Kreatif)
LensaMediaNews- Belakangan ini viral terkait film yang berjudul “Dua Garis Biru”, yang disutradai Ginarti S Noer. Tentunya ada saja pendapat pro dan kontra yang mewarnai penayangan film tersebut. Bahkan ada yang mengatakan film ini membawa nilai-nilai yang ingin ditanamkan kepada remaja.
Dikutip dari laman ANTARANEWS.COM (11 Juli 2019), “Dalam program kita sulit menggambarkan realita ini, tapi film ini dengan mudah memberikan gambaran yang benar-benar terjadi di tengah masyarakat,” Jelas Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN M Yani . Lalu dikatakan lagi film tersebut bisa menjadi edukasi kesehatan reproduksi kepada remaja yang menontonnya, tambah Dwi Listyawardani.
Namun dari yang terlihat pada salah satu adegan dalam film tersebut hanya menampilkan aktivitas pacaran remaja pada saat ini, yang sangat mengagungkan kebebasan. Berteman akrab , lalu intensnya pertemuan satu sama lain tanpa ada kendali dari keluarga, hingga terjadilah hal yang sangat tidak diinginkan. Di usianya yang masih sangat belia, masih banyak yang bisa ia perjuangkan dalam menggapai cita-cita, pupus karena aib yang harus ia tanggung dengan kehamilannya tersebut.
Ini bukanlah edukasi melainkan ajakan kepada para remaja untuk selalu mengikuti arus yang salah pada sebuah pergaulan. Sistem liberal saat ini yang mengagungkan kebebasan, pembuatan film hanya bernilai bisnis yang menguntungkan, selama ada yang berminat dan menjanjikan keuntungan maka tentu akan dibuatkan dengan judul dan trailer yang menjual.
Apakah benar pendidikan seks pada anak khususnya remaja harus dengan tontonan atau gambar? ada beberapa pokok pendidikan seks (sex education) dalam Islam yang bisa diterapkan pada anak sejak dini.
1. Menanamkan rasa malu pada anak
Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan membiasakan anak-anak, walau masih kecil bertelanjang didepan orang lain, misalnya berganti pakaian atau keluar dari kamar mandi dengan tetap menutup auratnya.
2. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan. Berikan pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin anak, sehingga mereka terbiasa untuk berprilaku sesuai fitrahnya.
3. Memisahkan tempat tidur.
4. Mengenalkan mahramnya.
Karena tidak semua perempuan berhak dinikahi oleh laki-laki. Siapa saja perempuan yang dihalalkan dan diharamkan telah ditentukan oleh syariat Islam.
5. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan.
6. Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilat.
Itulah beberapa poin penting terkait pendidikan seks pada anak yang bisa diterapkan sebagai pembiasaan sehari-hari.
Yang terpenting harus ditekankan bahwa kini mereka telah menjadi muslim dan muslimah dewasa yang wajib terikat pada semua ketentuan syariah. Mereka wajib bertanggung jawab atas hidupnya sebagai hamba Allah yang taat.
Rezim saat ini benar-benar tidak berdaya dalam mengendalikan arus liberalisasi yang menghancurkan generasi melalui film. Maka sebagai orang tua, kita yang harus mampu mengendalikan anak-anak agar dapat memilah tontonan yang syarat akan pendidikan Islam sehingga menjadi tuntunan yang bermanfaat.
Karenanya harus ada perubahan agar film bisa berfungsi sebagaimana yang dimaksud dalam sistem Islam yaitu hanya dalam rangka dakwah dan edukasi bagi rakyat dan negaralah yang mempunyai peran utama dalam mengendalikan produksi film.
Wallahu a’lam bishowab.
[LS/Ry]